Pustaka Unsyiah

Breaking News

Benarkan Qanun Jinayat Melanggar HAM?


“Ego tidak akan menyelesaikan masalah. Apabila terjadi perseteruan, marilah kita kembali ke Alquran dan hadits.”

Pernyataan itu dilontarkan Dr. Rusli Yusuf, Pembantu Rektor III Unsyiah, menanggapi polemik Qanun Jinayah yang terus berkepanjangan, pada seminar ”Menjawab Polemik Qanun Jinayat” di Fakultas Ekonomi Unsyiah. Senin, 16 November 2009 lalu.

Selain itu, Rusli Yusuf mengatakan, apabila terjadi perseteruan, hendaknya masyarakat kembali kepada rujukan utama umat Islam, yaitu Alquran dan Hadits Rasulullah saw. ”Kita masih memiliki ulama dan pakar-pakar hukum yang mampu menjawab berbagai polemik yang timbul dari Qanun Jinayat ini,” ujarnya.

Perdebatan panjang antara pro dan kontra tentang sah atau tidaknya qanun tersebut, salah satu Staf ahli Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), untuk Qanun Hukum Jinayat, Tgk. H. Muhammad Rum, MA menyatakan. Ada sepuluh hal yang termasuk dalam jinayat, yaitu khalwat, ikhtilat, homoseks, lesbian, perzinaan, pemerkosaan, menuduh orang lain berzina, judi dan khamar.

Menurut Muhammad Rum, untuk apa meminta diberlakukan Syariat Islam jika diberlakukan qanun jinayat tidak siap. ”Pernyataan masyarakat Aceh tidak siap diberlakukan qanun itu aib. Peniadaan rajam sama dengan memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk melakukan pemerkosaan dan sejenisnya,” lanjutnya.

Pandangan berbeda dilontarkan Zulfikar Muhammad. Perwakilan Koalisi NGO HAM ini menjelaska. Pihaknya tidak menolak Syariat Islam selama hukum itu berasal dari hukum Allah, Alquran dan Hadits.

Jadi, bukan Syariat Islam yang kami tolak, sebut Zulfikar. Akan tetapi, Qanun Jinayat produk DPRA adalah terkait masalah kemaafan dan pembenaran hukum pada Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11. Dalam pasal tersebut tidakl ada kejelasan hukum.

Pasal-pasal yang dijelaskan Zulfikar itu adalah Pasal-pasal tentang bebas uqubat. Dimana, Pasal 8 menyatakan bahwa “Tidak dikenakan uqubat melakukan jarimah karena tugas kenegaraan atau jabatan”. Lalu pada Pasal 11, “Setiap orang yang melakukan pekerjaan pada saat jam kerja tidak boleh dituduh berkhalwat”.

Untuk Pasal-Pasal ini, Zulfikar menentangnya. Karena, tidak ada kejelasan hukum dalam penetapan pasal. “Kalau membuat syariat, buatlah secara benar. Jangan membuat hukum Allah secara main-main. Pemaafan dan pembenaran tersebut tidak saya dapatkan dalam Alquran. DPRA mengutip dari Belanda.” tegasnya.

Sekjend Himpunan Ulama Dayah, Tgk. Faisal Ali memberi penjabaran tentang UU No. 11 Tahun 2006 bahwa pihak legislative dan eksekutif berkewajiban membuat qanun. Mengenai Pasal 8 dapat dijabarkan bahwa uqubat dibebaskan kepada mereka yang menjalankan tugas negara, seperti algojo yang bertugas memberi hukuman pancung kepada pidana, bukan bebas uqubat bagi koruptor.

Dalam penetapan Qanun Jinayat, sudut pandang ulama berdasarkan ketentuan dalam syariat dan kesepakatan masyarakat di setiap pertemuan. “Saya sepakat syariat Islam secara keseluruhan, tetapi dua hukum saja kita terapkan menjadi masalah. Apalagi kalau kita terapkan semua hukum dalam qanun. Masalah rajam ulama sudah sepakat bahwa tidak ada pertentangan penerapan qanun jinayat dalam hukum nasional. Bahkan, salah seorang Mahkamah Agung di Bandung menyatakan bahwa, Aceh boleh diberlakukan qanun dan masyarakat Aceh siap,” kata Faisal Ali.

Jadi, sambung Faisal Ali, bukan Aceh tidak siap dengan qanun ini, akan tetapi pihak luarlah yang tidak siap.

Salah seorang Pakar Hak Azasi Manusia (HAM) Nasional yang turut hadir pada acara seminar itu, Heru Susetyo, mengatakan. Syariat Islam itu perlindungan dan HAM juga demikian. Syariat Islam dan HAM itu pasti memiliki titik temu dalam menyelesaikan polemik ini. Baik HAM yang bersifat universal maupun partikuler karena kedua lembaga ini memiliki persamaan.

Karena itu, tambah Heru Susetyo, Qanun Jinayat tersebut merupakan salah satu keistimewaan Aceh. Karena Qanun Jinayat tidak diberlakukan di negara lain. Hukum Jinayat tersebut tidak bertentangan dengan hukum nasional dan HAM walau masih memiliki kekurangan. ”Pasti ada titik temu dan perspektif untuk menyepakati qanun tersebut,” ujarnya.

Nah, jika Qanun Jinayat ini tidak bertentangan dengan hukum HAM, apalagi yang harus diributkan. Akankah Syariat Islam di Aceh akan berjalan secara kaffah, kita tunggu saja!**** .

Wahyuni | DETaK

happy wheels 2

No Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Anda dapat menggunakan tag dan atribut HTML: