Febby Andriyani [AM] | DETaK
Banda Aceh – Gelanggang Mahasiswa Bahasa Indonesia dan Sastra Indonesia (Gemasastrin) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Prodi Bahasa Indonesia (PBI) Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) menampilkan sebuah teater bertajuk “Pembunuh Ketujuh” di Indoor Taman Seni dan Budaya Aceh pada Sabtu, 17 November 2018.
Teater yang diadaptasi dari sebuah cerpen dari Herman R.N ini menceritakan seorang wanita yang merupakan korban dari konflik di Aceh yang mengalami beban psikologis yang sangat berat pada dirinya yang ingin membunuh anaknya sendiri agar anak tersebut tidak menanggung dosa-dosanya ketika besar kelak.
IKLAN
loading...
|
Fauzan Santa, Praktisi Senior Film Aceh sebagai narasumber pada diskusi yang dilaksanakan setelah pementasan mengatakan bahwa proses pementaan sudah sangat baik.
“Selamat kepada Gemasastrin, proses menuju pementasan ini sudah sangat bagus dari mulai pralakon hingga pasca lakon” ucapnya.
Menurut Fauzan tantangan yang dihadapi adalah bagaimana memindahkan teks cerpen itu ke dalam naskah drama, karena teater ini termasuk ke dalam teater realis.
Budiarto, Dosen FKIP Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia yang juga merupakan narasumber dalam diskusi turut mengapresiasi teater tunggal ini.
“Saya sangat mengapresiasi penampilan teater dari Gemasastrin dan mereka sudah membutikan bahwa mereka layak untuk tampil di sini,” tuturnya.
Budiarto menambahkan bahwa seorang aktor memerlukan observasi agar rasa dalam pementasan lebih kuat dan lebih meresapi karena diceritakan bahwa sang tokoh utama, Maya memiliki beban psikologis yang luar biasa dimana ia merupakan salah seorang yang menjadi korban konflik. Sehingga terjadi perang konflik yang sangat luar biasa.
Febri Ardiansyah, Wakil Ketua Gemasastrin mengatakan bahwa teater ini merupakan teater tunggal yang kembali tampil setelah penampilan terakhirnya pada tahun 2012. Para senior Gemasastrin mengusulkan untuk kembali menghasilkan karya teater setelah lama vakum.
“Februari mendatang InshaAllah dari seluruh warga Gemasastrin akan mengadakan pementasan tunggal atas nama Gemasastrin.” tutupnya.
Editor: Dhenok Megawulandari