Resensi | DETaK
Judul Novel : Love In Kyoto
Penulis : Silvarani
Editor : Donna Widjajanto
Desain Sampul : Orkha Creative
Desain Isi : Nur Wulan
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Kota : Jakarta
Tahun Terbit : November 2016
Tebal Novel : 240 Halaman
ISBN : 978-602-03-3630-5
“Adinda Melati, satoe hari nanti, berkoendjoenglah ke Kjoto dengan kimono jang kaoe djahit dari kain sakoera ini. Koe menoenggoemoe,”-Hidejoshi Sanada (13-11-45).
IKLAN
loading...
|
Veli- gadis yatim piatu yang sejak kecil diasuh oleh kakek-neneknya, adalah perancanag busana yang tengah naik daun. Sepulang dari Jakarta Fashion Week, dia menemukan kumpulan surat lusuh disela-sela koleksi kain nusantara almarhumah neneknya, nenek melati. Nama pengirim surat berbau jepang itu mengusik rasa ingin tahunya, apalagi ada khaligrafi potongan ayat al-quran di dalamnya.
Bukan kebetulan, prestasi Veli sebagai desainer diganjar kesempatan tinggal beberapa bulan di Kyoto untuk mengikuti program industri budaya. Veli merasa, ini jalan untuk menambah ilmu sekaligus mencari tahu tentang Hideyoshi Sanada.
Dengan bantuan Mario, teman spesial yang tengah bertugas di Osaka, dan Rebi, kawan SMA yang sudah empat tahun menetap di Jepang, jalinan rahasia antara Hideyoshi dan nenek satu per satu mulai terungkap. Penemuan ini juga membuat Veli dan Mario bertemu sosok dingin bernama Ryuhei Uehara, musisi muda Shamisen, dan Futaba Akiyama, gadis pemalu penjaga kedai udon di tengah kota Kyoto. Ternyata, hubungan empat insan ini melahirkan kisah yang jauh lebih rumit dibanding cerita Hideyoshi dan nenek melati puluhan tahun silam.
Setelah pagelaran fashion weeknya selesai kemudian dia menghubungi Mario karena besok dia akan berangkat ke Kyoto, Jepang.Sebelum pergi Veli disuruh oleh kakeknya untuk memeriksa gudang tempat almarhum neneknya menyimpan koleksi kain Nusantara miliknya. Namun digudang tanpa sengaja ketika sedang memilih-milih kain tersebut Veli melihat satu kain sakura yang bukan kain Nusantara pastinya, dia menarik kain tersebut dan tanpa sengaja beberapa surat terjatuh dari balutan kain tersebut. Surat tersebut dari seseorang yang bernama Hideyoshi Sanada.
Dengan ditemukannya surat tersebut maka Veli mempunyai tambahan pekerjaan selama di Jepang nantinya. Untungnya di Jepang dia mempunyai dua teman yang mungkin bisa membantunya dalam memecahkan misteri surat-surat ini, yaitu Mario dan Rebi. Atas bantuan Rebi yang menerjemahkan surat itu terungkaplah satu informasi seputar hubungan almarhumah neneknya dengan seorang pemuda jepang yang bernama Hideyoshi Sanada. Selain itu pertemuannya dengan Mario kembali memberikan babak baru bagi percintaanya yang menggantung selama ini. Tidak hanya itu saja, kehadiran dua orang asli jepang, Uehara sang samurai dan seniman kyoto, serta Futaba gadis pengelola kedai udon memberikan warna tersendiri bagi Mario dan Veli selama di Kyoto.
Novel ini diawali dengan prolog yang beralur mundur, dimana pada prolog ini menceritakan tentang masa peperangan Jepang dan Indonesia. Ada seorang pemuda Jepang yang sangat ditakuti karena keahliannya dalam menggunakan samurai sangat luar biasa. Pemuda tersebut bernama Hideyoshi Sanada.
Kemudian setelah sedikit flashback ke masalalu, bagian pertama dalam novel ini dimulai dengan pergelaran busana fashion week yang dilakukan oleh seorang gadis muda bertalenta dalam bagian fashion dan desain. Percampuran alur yang dibubuhi disini menjadi daya tarik tersendiri bagi para pembaca untuk terus melanjutkan bacaannya karena rasa penasaran dengan isi dari novel Love In Kyoto ini.
Karakter dalam novel ini digambarkan secara dinamis. Yang paling saya suka dalam novel ini adalah peranan tokoh Veli dimana dia menggambarkan seorang wanita yang kuat, mandiri, cerdas, ramah dan juga rendah hati. Sosok Veli sangat memotivasi kaum muda terutama perempuan untuk menjadi sosok yng tidak lemah, karena jenis kelamin dan status sosial bukanlah menjadi penghalang. Lalu Mario yang bisa dibilang hampir sempurna dan menjadi incaran banyak wanita namun dia tetap mencintai Veli, hanya saja mereka terhalang oleh restu orang tua Mario, itulah yang menjadi rintangan dalam hubungan mereka.
Tidak hanya sampai disitu novel ini sangat menarik karena dalam novel ini terdapat perpaduan budaya yang disajikan oleh penulis, dimana budaya Indonesia digabungkan dengan budaya Jepang namun dikemas dalam unsur modern. Terutama dalam bagian fashion atau rancangan baju yang didesain oleh Veli, kemudia juga terdapat beberapa pengenalan budaya Jepang yang disajikan oleh penulis seperti, pertujukan shamisen, musik sakuhachi yang meneduhkan dan juga beberapa budaya lainnya.
Membaca novel Love In Kyoto ini tidak hanya memberikan gambaran percintaan, namun banyak hal seputar budaya, keindahan kota Kyoto, arti persahabatan dan hal-hal lainnya yang dikemas secara menarik oleh penulis. Membaca novel ini memberikan banyak wawasan kepada pembacanya, jadi tidak hanya sekedar membaca saja namun juga memperoleh ilmu baru. Satu hal yang sangat berkesan bagi saya pribadi adalah seseorang yang hanya fokus pada hasil maka mereka akan jatuh sejatuh-jatunya, tetapi orang yang menghargai proses, mereka akan tetap terus maju ke depan karena proses dianggap sebagai pencapaian.[]
Peresensi adalah Mella Agustia, Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) angkatan 2019. Ia juga merupakan anggota magang di UKM Pers DETaK Unsyiah.
Editor: Della Novia Sandra