Missanur Refasesa [AM] | DETaK
Darussalam- Seminar Nasional dengan tema “Aceh Sebagai Model Perdamaian Dunia” yang merupakan salah satu event dalam rangkaian acara Unsyiah Fair XII yang telah dibuka pada Minggu malam, kegiatan ini diisi oleh empat pemateri dengan materi yang berbeda, di Event Hall Academic Activity Center (AAC) Dayan Dawood, pada Senin, 6 November 2017.
Materi pertama disampaikan oleh Nasir Djamil selaku anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia. Nasir menyampaikan bahwa perdamaian akan hadir seiring dengan hadirnya keadilan.
“Ada beberapa negara yang kemudian ingin belajar dengan Aceh bagaimana mengakhiri konflik bersenjata, tapi tentu saja perdamaian itu akan hadir kalau ada keadilan, baik itu keadilan hukum, ekonomi serta akses masyarakat di pemerintahan,” ungkapnya.
Selanjutnya Fachrul Razi menyampaikan bahwa perdamaian yang terjadi sejak 15 agustus 2005 di Aceh harus dimanfaatkan oleh generasi muda untuk mengisi ruang-ruang perdamaian yang masih terkosongkan. Hal ini diamini oleh Syahrul, generasi muda memiliki peran penting dalam menjaga perdamaian hal ini disampaikan oleh Syahrul dalam materinya.
Menurut Fajran Zain konflik bisa saja kembali terjadi jika tidak dilakukan penuntasan dan penyembuhan secara psikis terhadap korban, inilah yang menjadi tugas dari Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).
“Kita khawatir kalau anak-anak korban konflik hari ini tidak dilakukan penyembuhan total maka bukan tidak mungkin akan terjadi lagi konflik yang sama,” jelasnya.
Menurut salah satu peserta seminar, Yuni mengungkapkan bahwa ini adalah langkah awal yang bagus dalam mempertahankan perdamaian yang ada di Aceh, ia juga berharap agar masyarakat dapat bekerjasama dengan pemerintah dalam mempertahankan perdamaian di Aceh.
“Ini adalah langkah yang bagus dan sebagai batu loncatan dalam mempertahankan perdamaian dan saya berharap masyarakat dan pemerintah dapat berkontribusi dalam mempertahankan perdamaian ini,” tutupnya.[]
Editor: Alfira Oksalina S.