Naszada Yuna [AM] | DETaK
Darussalam– Peraturan Gubernur (PERGUB) No. 5 Tahun 2018 Aceh diakui lemah dalam diskusi pro-kontra bertajuk “Ironi Syari’at di Negeri Syari’at” yang diselenggarakan oleh Kementerian Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) dan PAHAM Aceh di kesekretariatan BEM Unsyiah pada Selasa, 17 Maret 2018.
Diskusi ini membahas polemik terbitnya PERGUB tersebut tentang pelaksanaan Hukum Acara Jinayah yang memang telah menuai pro dan kontra dari masyarakat, yaitu terkait dengan lokasi eksekusi ke dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Menurut Basri Effendi, akademisi Fakultas Hukum (FH) Unsyiah, sudah seharusnya hukum cambuk itu dilakukan di tempat terbuka atau bisa diakses oleh masyarakat umum.
“Tempat terbuka itu semua orang bisa mengaksesnya, tujuannya agar bisa menjadi pelajaran bagi umum, masyarakat kita cocok dengan hukum Jinayah, kalau dilaksanakan di penjara akan memperlemah hukum Jinayah, karena efek malu dari cambuk sudah tidak ada lagi,” jelasnya.
Diskusi ini juga menjadi tema yang sedang hangat diperbincangkan baik mahasiswa dan juga masyarakat umum.
“Tema-tema yang menjadi berita utama di Aceh ini menjadi tema yang sangat bagus untuk diangkat, terlebih mengingat kita mahasiswa harus kritis dan peduli keadaan lingkungan,” ujar Saniatul Chulasah, mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) 2014 yang merupakan peserta dalam diskusi tersebut.[]
Editor: Herry Anugerah