Febby Andriyani | DETaK
Puing-puing sisa ganasnya hantaman gelombang tsunami yang melanda Aceh pada 26 Desember 2004 silam, kini telah menjadi objek wisata sejarah favorit pelancong baik lokal, luar daerah, maupun mancanegara. Sebut saja Museum Tsunami, Kapal di Atas Rumah (Lampulo), dan Kapal PLTD Apung (Punge Blang Cut). Namun ada sebuah situs tsunami yang sangat jarang orang mengetahui keberadaanya yaitu Kapal Patroli Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) milik Administrasi Pelabuhan (Adpel) Malahayati.
Dua kapal yang semula berada di Pantai Ulee Lheu, Banda Aceh ini, terseret gelombang tsunami sehingga terdampar di perumahan warga di Gampong Punge Blang Cut, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh. Walaupun hanya terpaut jarak kurang lebih 200 meter dari Kapal PLTD Apung, Kapal Patroli KPLP ini memiliki kondisi yang berbanding terbalik dari situs-situs tsunami lainnya.
IKLAN
loading...
|
Situs ini pernah sempat ingin dihancurkan pada tahun 2014. Penyebab utamanya adalah karena pihak Administrasi Pelabuhan (Adpel) Dinas Perhubungan Provinsi Aceh sudah melelang kapal tersebut, sehingga pemenang lelang datang dan memotong bagian-bagian kapal dan tentu saja respon warga sekitar sangat tidak setuju akan tindakan tersebut.
“Bagian bawah kapal sudah sempat dipotong oleh mereka untuk dijual besinya. Namun, anak saya bersama Pemuda Desa menemui Keuchik untuk berkumpul dan menentang pengerusakan kapal tersebut,” tutur Sauda, warga yang telah menetap di area sekitar Kapal Patroli KPLP bahkan sebelum terjadinya tsunami.
Kondisi situs ini terlihat sangat tidak terawat dan memprihatinkan, rerumputan liar tumbuh subur dan sampah-sampah berserakan di sekitar lokasi Kapal Patroli KPLP. Kondisi ini tentu saja malah akan membawa petaka untuk masyarakat sekitar. Cucu Sauda beberapa waktu lalu sempat mengalami penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), karena kondisi kapal yang posisinya tepat di depan rumah Sauda tersebut menjadi tempat sarang nyamuk berkembang biak. Warga sekitarlah yang berinisiatif untuk membersihkan area sekitar kapal.
Hal lain yang juga memprihatinkan adalah seperti pamflet nama situs Kapal Patroli KPLP yang telah usang sehingga sulit terbaca, dan juga akses jalan yang lumayan sulit untuk dilalui karena posisi jalan yang sempit, bahkan sebagian buritan kapal berada di bagian jalan. Penjaga, pemandu wisata, penjual-penjual souvenir bahkan tukang parkir tidak ditemukan di lokasi ini seperti yang ada di situs-situs lainnya, sebab situs ini sangat jarang dikunjungi wisatawan sehingga menampilkan suasana layaknya perumahan masyarakat pada umumnya.
Sauda mengatakan, bahwa sangat jarang wisatawan mengunjungi situs ini, hanya beberapa tukang becak yang membawa wisatawan karena memang mengetahui lokasi kapal ini atau penjaga situs Kapal PLTD Apung yang akan mengarahkan wisatawan ke tempat ini. “Jangankan wisatawan luar yang berkunjung, warga sekitar saja bahkan banyak yang tidak tahu bahwa ada kapal yang terdampar di sini,” tuturnya.
Kapal ini sekarang menjadi lokasi bermain anak-anak, mereka memanjat ke bagian kapal tanpa adanya tangga dan berlarian sambil bersenda gurau di atas kapal. Posisi kapal yang miring dan tidak disediakannya tangga tentu sangat berbahaya bagi anak-anak. Tak jarang anak-anak terluka karena terjatuh dari atas kapal. “Minggu lalu ada anak-anak jatuh dari atas kapal karena terpeleset dan tangannya patah,” ungkap Sauda.
Pada tahun 2016, Pemerintah sempat merenovasi situs ini dengan membuat batako dan keramik di sekitar kapal namun hanya beberapa bagian saja dan juga pemasangan tangga, tetapi hanya untuk salah satu kapal saja. Bahkan sempat direncanakan untuk membenahi posisi kapal yang miring menjadi posisi berdiri agar tidak menghalangi jalan, namun hingga sekarang belum ada langkah serius pemerintah untuk terus meningkatkan dan memperkenalkan situs ini dan menjadi objek wisata sejarah se-eksis seperti situs tsunami lainnya.
Tentu saja, kerja sama yang baik antara pemerintah setempat sekaligus kesadaran masyarakat sangat diperlukan untuk melestarikan situs tsunami yang mangkrak ini. Potensi ini jika ditata dan dikelola dengan maksimal, dapat mendongkrak sektor perekonomian masyarakat sekitar dan menggait wisatawan sekaligus menambah daftar objek wisata sejarah yang wajib dikunjungi bagi para pelancong untuk mengetahui bukti sejarah betapa dahsyatnya hantaman tsunami yang terjadi. Lantas, akankah situs Kapal Patroli KPLP ini akan terus dibiarkan dan terlupakan?[]