Nada Ariqah | DETaK
Aceh Tenggara- Berbicara tentang sejarah, maka perkembangan ilmu pengetahuan mungkin turut menjadi hal yang menarik untuk dilirik dan diketahui. Dan tahukah kita, bahwa Aceh ternyata memiliki kawasan yang terkenal serta patut dianggap sebagai salah satu laboratorium alam termahsyur, karena sejak dulu telah turut menyumbang banyak hal dalam ilmu pengetahuan dunia, yaitu Kawasan Ekosistem Leuser.
Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) merupakan kawasan lindung seluas 450 hektar yang sebagian besar terdiri dari hutan tropis dataran rendah primer dan merupakan rumah bagi sejumlah besar primata, serta harimau sumatera, badak, beruang madu, rangkong, dan ular, bahkan diketahui dari berbagai sumber bahwa penyu juga turut merjadi salah satu satwa kunci lainnya yang masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser ini. Meskipun statusnya dilindungi, lebih dari sepertiga wilayahnya telah hilang karena pembalakan liar sejak awal era milenium.
Dengan beragam kelebihan yang dimiliki alam Aceh, maka tak ayal banyak peneliti lokal dan mancanegara yang datang untuk meneliti dan mempublikasikan kekayaan hutan Aceh. Seiring berkembangnya waktu, beberapa stasiun penelitian juga turut dibangun, termasuk di antaranya Stasiun Penelitian Ketambe yang berada di Kabupaten Aceh Tenggara, Aceh.
Stasiun Penelitian Ketambe adalah stasiun penelitian orang utan pertama di dunia dan dibangun oleh Dr. Herman D. Rikjsen, seorang peneliti Belanda, pada tahun 1971. Diperkirakan tidak kurang dari 300 penelitian telah dilakukan di stasiun ini pada berbagai spesies fauna dan flora. Stasiun Penelitian Ketambe telah menjadi tempat dalam melakukan studi terpadu dan menyeluruh tentang flora dan fauna Taman Nasional Gunung Leuser selama sekitar empat dekade, dan kini Stasiun Penelitian Ketambe telah memasuki setengah abad kehadirannya di tengah masyarakat.
Berikut adalah beberapa gambar yang diabadikan oleh wartawan DETaK Unsyiah terkait Stasiun Penelitian Ketambe.
Editor: Indah Latifa