Cerbung | DETaK
-Disinilah kisah itu dimulai-
“Aku menulis kisah ini untuk mencoba memberikan kesempatan kepada manusia untuk menikmati ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan sejarah. Bukan hanya itu, namun juga menjadi petunjuk untuk hidup; sebuah panduan untuk mendapatkan teman, rezeki, dan cinta.”
Luna Sawtell, gadis 12 tahun berambut pirang kepang dua, melangkah ringan dengan semangat di tengah suasana pagi pemukiman Lafitters. Senyuman dilayangkan dengan mudah kepada setiap orang yang dijumpai, mungkin dialah yang paling ceria diantara Lafitters lain pada hari ini dan hari-hari sebelumnya. Wajahnya memang biasa saja; mata bulat, kulit yang tidak mencolok, dan hidung besar yang agak mancung. Satu-satunya yang membuatnya sedikit percaya diri dengan penampilannya adalah pipi yang mengembang ketika bibir dilebarkan.
Dulu orang tuanya dan beberapa tetangga sering mencubit dan memuji pipi itu. Sejak kecil, ketika dia tersenyum pada orang lain, kebanyakan orang membalasnya dan itu membuat suasana hati Luna lebih gembira, walaupun ada juga yang tak acuh.
Luna tidak sedang pergi ke Gunung Eiko untuk menambang seperti segerombolan pria pembawa pickaxe yang dilewatinya, atau ke perkebunan seperti sekumpulan wanita pemegang keranjang di sampingnya, tidak pula ke peternakan seperti sekelompok laki-laki dan perempuan yang sedang menyeberangi jalan sambil membawa ember perah susu dan sabit.
Luna bersemangat karena hari ini dia akan belajar hal baru dari Bu Lobem di kuil kota. Kuil ini diatur oleh pemegang otoritar terbesar urusan agama 6 Dewa di Heaven Kingdom, lembaga kuil Saint Union yang ada di ibu kota. Walaupun pembelajaran bukan membaca ataupun ilmu pengobatan, tetapi ayahnya mengingatkan untuk selalu belajar kepada siapapun dan di manapun. “Jangan sia-siakan semua kesempatan itu karena belajar merupakan sebuah kenikmatan.” Begitulah pesan sang ayah.
Ini bukan berarti Luna termasuk orang yang pintar, justru dia merasa menjadi yang paling sukar untuk memahami sesuatu. Ketika ada sedikit gangguan, konsentrasinya pasti buyar. Oleh sebab itu Luna perlu fokus ketika mendengarkan ceramah. Kadang beberapa penjelasan Nyonya Lobem terlupakan setelah satu minggu. Jujur, itu bikin Luna merasa sedikit frustasi. Intinya, belajar bukanlah keahliannya, namun itu yang dia suka. Mengetahui hal-hal baru membuat Luna merasa seperti sudah berkeliling lebih jauh di dunia ini, memperluas pandangannya, dan semakin membuatnya kenal dengan diri sendiri.
Kaki mungil Luna terus melangkah hingga sampai di sebuah bangunan yang cukup megah dibandingkan rumah-rumah kayu milik Lafitters di sekitarnya. Bentuknya persegi panjang, terbuat dari batu kapur, ditompang oleh enam tiang penyangga di bagian depan. Luna mendaki sepuluh anak tangga yang sangat lebar, lalu mendorong dengan sekuat tenaga pintu besar yang menutupi kuil hingga terbelah dua. Sekarang gadis bergaun biru kusam ini berdiri di tengah sinar matahari yang masuk dari ventilasi udara, menerangi sebuah aula luas yang diisi kursi-kursi panjang.
Di atap aula terdapat sebuah kaca terang berlukis laki-laki berwajah garang yang memakai helm dan baju zirah, menaiki kereta kuda sambil mencengkram sebuah tombak. Lukisan ini merepresentasikan kisah keyakinan penduduk kota mengenai dewa Hades yang memakai helm kegelapan untuk mengalahkan para titan.
Kaki Luna terus melangkah di lantai granik, menghasilkan suara menggema di seluruh aula yang sepi. Dia duduk di tempat favoritnya, kursi paling depan, tepat di hadapan mimbar yang bersemayam di atas panggung kayu maple. Di belakang mimbar, terdapat lukisan dewa Hades lain di kaca yang berbentuk portrait. Lukisan itu menunjukan dewa Hades sedang duduk di singgasannya, memegang tongkat di tangan kirinya, dan tangan kanan memegang sebuah piring kosong. Di bawah kakinya, ada seekor anjing pitbull yang memakai kalung ular.
Luna memiringkan kepala, lalu menggunakan tangannya sebagai penompang. Matanya disipitkan untuk melihat lebih teliti lukisan portrait itu.
“Kenapa setiap lukisan ini memiliki wajah yang berbeda-beda. Sebenarnya mana dewa yang asli?” cetus gadis itu dalam hati.
Inilah Luna, seorang gadis kecil yang gemar mencari jawaban dari misteri di sekelilingnya, duduk sendirian di dalam aula besar, menunggu Nyonya Lobem dan teman-temannya datang. Memangnya kemana yang lain? Seperti kata Bu Bethoven, belajar bukan untuk para Lafitters. Seluruh anak-anak Lafitters yang belajar dari biarawati kastil ini pasti ujung-ujungnya akan menjadi tukang kebun, tukang ternak, atau tukang tambang, karena itulah tugas keturunan ini. Jadi wajar tak ada yang menunjukan antusiasnya ketika pergi untuk mendengarkan ceramah yang isinya hanya menjelek-jelekkan kaum mereka sendiri.
Namun tidak dengan Luna, setiap ceramah didengarnya seperti anak kecil yang sedang berbaring di kasur, membaluti diri dengan selimut, membuka mata lebar-lebar untuk mendengarkan sebuah cerita unik sebelum tidur.
Satu jam kemudian, baru kelas dimulai.
“Apa kalian tahu pengeksekusian yang terjadi kemarin di kastil putih?” ucap Nyonya Lobem, biarawati ini menyorot tajam pada anak-anak kecil berumur 8-12 tahun di aula St. Pluto. Tak ada yang bergerak, bersuara, bahkan sebagian ada yang menahan nafas. Tujuannya agar tidak menarik perhatian si biarawati, sambil berharap di antara mereka ada yang berani menjawab. Bukan berarti mereka tidak tahu kejadian trending di kalangan Lafitters kemarin, namun siapa yang berani berbicara sambil ditatap ganas seperti itu, kecuali Eric Carter yang diam-diam tidur tengkurap, bersembunyi di belakang tubuh berisi temannya. Tadi malam Eric terlalu sibuk menghitung bintang hingga lupa tidur, mungkin.
“Kemarin terjadi pengeksekusian terhadap Merry dari klan Gifford karena keluar dari kota Gazastan,” jawab Luna Sawtell dengan mantap dan lantang, seperti biasa dia menjadi penyelamat teman-temannya.
“Benar. Siapa yang menonton langsung pengeksekusian itu?” tanya Nyonya Lobem lagi.
Tidak ada yang angkat tangan kecuali tangan mungil kurus ragu-ragu milik Andy Gifford, korban didikan keras Bu Bethoven.
“Bagaimana kesanmu?” tanya Nyonya Lobem.
Hampir Andy muntah gara-gara teringat daging dan darah muncrat dari leher Merry Gifford. Andy sudah menutup mata ketika pisau Guillotine itu jatuh, namun sialnya ketika dia buka mata, darah masih menyemprot dari leher wanita gila itu.
“Mengerikan,” ucap Andy terengah-engah, seperti baru saja mengangkat batu seukuran setengah badannya.
“BENAR!”, teriakan Bu Lobem bergema seantero kelas hingga seluruh siswa menarik tubuhnya secara spontan, Eric Carter yang paling kencang.
Bu Lobem berceramah, “Ingat, terdapat enam dewa terhebat, pemimpin dewa dewi, pengatur alam semesta. Mereka adalah sang pemimpin Zeus, dewi kebijaksanaan Athena, sang penguasa lautan Poseidon, dewa perang Ares, dewi kesuburan Demeter , serta dewa kematian Hades.”
“Keenam dewa ini membuat perjanjian dan memberikan kekuasaan kepada perwakilan manusia, yaitu keenam pemimpin kota besar di Heaven Kingdom;
1. Keluarga Alaska yang berkuasa di kota Gazastan, perwakilan dewa Hades.
2. Keluarga Aragon yang berkuasa di kota Sidon, perwakilan dewa Poseidon.
3. Keluarga Stannis yang berkuasa di kota Olimpus, perwakilan dewi Athena.
4. Keluarga Rockchild yang berkuasa di kota Hermes, perwakilan dewa Ares.
5. Keluarga Ghassan yang berkuasa di kota Sisila, perwakilan dewi Demeter.
6. Keluarga Robertson, pelindung umat manusia, sang raja Heaven Kingdom di ibu kota Patheon, perwakilan dewa Zeus.”
“Keluarga ini merupakan perwakilan dewa, menanggung beban untuk menjaga kita agar hidup dengan baik dan mengikuti aturan 6 Dewa. Oleh sebab itu, jika kita membantah perintah para perwakilan dewa, sama dengan kita membantah perintah dewa, kita akan mendapatkan dosa.”
“Coba jelaskan kembali, kenapa penduduk Gazastan dipanggil Lafitters?”
“Sebab kami adalah keturunan bajak Laut Lafitte yang mencoba menyerang kerjaan Heaven Kingdom,” tentu ini Luna lagi.
Nyonya Lobem mendekati Luna dan memberikan sebuah senyuman yang pasti hanya dia berikan kepada gadis ini di setiap kelas. “Bagus. Lalu kenapa para Lafitters harus tinggal di Gazastan?”
“Para dewa memberikan kekuatan kepada keluarga Robertson sehingga bajak laut Lafitte kalah. Semua kru bajak laut Lafitte dihukum mati, kecuali para wanita dan anak-anak yang ada di armada bajak laut itu. Raja membiarkan mereka hidup dengan syarat berbakti kepada kerajaan sebagai penebus dosa bajak laut Lafitte. Nenek moyang kami dikirim ke kota Gazastan untuk menambang emas di Gunung Eiko yang merupakan anugerah dewa kepada kerajaan. Kita berjanji untuk tidak keluar dari kota ini. Di sini menjadi tempat lahir Lafitters dan tempat mati Lafitters.”
“Benar Luna,” komentar Bu Lobem. Dia berjalan ke area tengah barisan kursi para siswa, badannya agak dibungkukkan, lalu berkata dengan suara yang lebih kecil dari biasanya, “Kalian tahu, ada satu cara bagi Lafitters agar bisa keluar dari kota Gazastan.”
Sontak semua mata para siswa berbinar, tak terkecuali Eric. Ini adalah sebuah kalimat yang paling ingin didengar oleh Lafitters sejak mereka lahir di dunia.
“Kalian harus menjadi orang baik,” Bu Lobem mulai menjelaskan. “Ketika kalian mati, kalian akan bereinkarnasi lahir sebagai manusia yang hidup di luar kota Gazastan. Bahkan, jika dulunya kalian sangat saleh, kalian bisa dilahirkan jadi salah satu bagian dari 6 keluarga perwakilan para dewa.”
“Kalian tahu kenapa dewa kota kita adalah dewa Hades? Dewa Hades adalah penguasa dunia bawah. Dia yang menentukan kematian dan memberikan hukuman kepada makhluk jahat. Faktanya kalian lahir di dunia sebagai seorang Lafitters menunjukan bahwa di kehidupan sebelumnya, kalian pernah berbuat dosa yang keji. Maka, kehidupan kalian di Gazastan saat ini merupakan penebusan dosa yang pernah kalian lakukan. Itulah kenapa Gazastan dijuluki sebagai kota Penebusan bagi Pendosa.”
Mata Luna berbinar, bibir merah muda mungil miliknya tersenyum, dia tak mendengarkan penjelasan terakhir Bu Lobem. Pikirannya sudah terlanjur tenggelam dalam penjelasan sebelumnya. Luna bertanya-tanya, apakah dia bisa dilahirkan menjadi putri kerajaan Heaven Kingdom di kehidupan selanjutnya?
IKLAN
loading...
|
-Bersambung-
Note : Cerita ini adalah bagian dari project novel yang sedang digarap oleh penulis. Bagi teman-teman yang tertarik ingin berdiskusi mengenai cerita lebih lanjut, bisa hubungi penulis lewat email : [email protected]