Shahibah Alyani [AM] | DETaK
Angin sepoi-sepoi memainkan jilbabku. Menikmati sejuknya udara sore sembari mencemili rujak buah. Duduk di pinggiran pantai bersama dua sahabatku, menatap hamparannya yang membentang seluas lapangan sepak bola. Museum Adityawarman dan Masjid Raya Sumatera Barat sudah ditelusuri kemarin. Mengunjungi kota yang terkenal dengan Karupuak Sanjai, rasanya tidak lengkap apabila tidak melihat batu anak durhaka yang melegenda di Indonesia, Malin Kundang.
Adalah Pantai Air Manis, salah satu pantai yang berada di Kota Padang, Sumatera Barat. Merupakan ikon dari kota Siti Nurbaya. Bahasa Minangnya adalah Pantai Aia Manih, namun sering juga disebut dengan Pantai Malin Kundang. Jaraknya 10 km dari pusat kota mungkin adalah jarak yang jauh, namun tidak perlu bingung, penunjuk jalan sudah tersebar, cukup diikuti. Jika masih takut tersesat, bertanya saja pada penduduk di sana. Atau menggunakan layanan transportasi umum adalah pilihan yang aman. Bisa menaiki taksi atau ojek online yang sekarang sudah menjamur.
IKLAN
loading...
|
Terlihat cukup banyak wisatawan yang datang ke sini baik dari dalam negara ataupun mancanegara, bahkan di hari kerja pun pantai ini tidak sepi. Kala itu, entah beberapa kali rombongan keluarga meminta tolong padaku untuk mengambilkan foto mereka bersama batu Malin Kundang. Tertawa riuh mereka, berlari sana kemari. Selain itu, di pantai ini juga terdapat pedagang yang menjajakan dagangannya.
“Udah lama dek Bapak jualan di sini. Ya gini emang, rame, banyak juga yang beli,” tutur seorang penjual rujak buah di tepi pantai, ketika ditanyai keadaan pantai biasanya.
Legenda Malin Kundang memang cukup terkenal. Mengisahkan anak bernama Malin Kundang dan ibunya yang hidup serba berkecukupan. Ketika si anak beranjak dewasa, dia merantau ke kota, mengadu nasib. Begitu kembali ke kampung halamannya dengan harta yang bergelimpangan, berlagak sombong bahkan sampai mengatakan bahwa tidak mengenali ibunya sendiri. Kemudian sang ibu memohon agar Malin Kundang diberi pelajaran dengan menjadi batu. Doa yang makbul, Malin Kundang pun membatu bersama kapalnya.
Batu Malin Kundang menjadi daya tarik objek wisata ini. Namun juga ada fasilitas lain yang dapat dinikmati, seperti ada penyewaan motor ATV untuk mengelilingi pantai. Juga ada warung-warung kecil, barangkali ada yang datang dalam kondisi lapar atau sekedar ingin mengisi perut saja. Tidak lupa juga ada toko souvenir, menjual baju serta pernak-pernik seperti gelang, yang menggambarkan Kota Padang ataupun Pantai Air Manis itu sendiri.
Sayangnya, jika baru selesai hujan, tempat ini penuh becek. Hati-hati dalam berjalan jika tidak ingin tergelincir, harus berjingkat-jingkat. Pemandangan juga menjadi mendung, walaupun penampakan pantai masih dengan birunya lautan dan pepohonan yang menghiasinya.
Namun, pantai ini tetap menyampaikan amanat yang harus diterapkan anak muda sekarang. Jika dilihat baik-baik, Malin Kundang menjadi batu dalam posisi sujud. Entah apakah di detik terakhir dia bertobat dan meminta maaf pada ibunya tetapi sudah terlambat, atau memang kebetulannya seperti itu. Ketika sesuatu sudah berlalu, maka menyesalinya tidak berarti lagi.
Di sekitarnya terdapat pecahan-pecahan kayu yang ikut membatu, diyakini sebagai bangkai kapalnya. Sebanyak apapun kekayaan apabila dipamerkan di hadapan orang tua, tidak akan ada apa-apanya. Bahkan harta Malin Kundang yang sekapal tidak dapat menyelamatkannya saat itu.[]
Editor: Della Novia Sandra