Opini | DETaK
Pandemi Covid-19 yang melanda dunia sejak pertengahan 2020 menyebabkan masyarakat di seluruh dunia mengalami kepanikan dan kesulitan. Bukan hanya meluluhlantakkan dunia kesehatan, Covid-19 juga berimbas pada ekonomi dan pendidikan dunia, termasuk pendidikan di Indonesia. Penerapan dan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam memutus rantai penularan yaitu dengan social distancing dan menghindari kerumunan. Hal ini mengharuskan masyarakat melakukan semua aktivitas di dalam rumah, seperti belajar, bekerja, dan beribadah.
Penerapan kebijakan sosial distancing pun sangat berdampak pada pendidikan Indonesia. Karena perubahan sistem belajar dari pembelajaran tatap muka menjadi pembelajaran secara daring. Hal ini membuat kepayahan bagi pelajar Indonesia. Apalagi bagi pelajar yang memiliki keterbatasan teknologi dan jaringan internet. Hampir 80 persen pelajar mengeluh karena pembelajaran yang dilakukan tidak sesuai dengan ekspetasi pelajar. Pelajar pun dituntut mandiri dalam proses belajar. Pelajaran yang didapatpun terasa lebih sulit dari biasanya karena keterbatasan dalam hal pembelajaran secara daring.
Peralihan cara pembelajaran memaksa berbagai pihak untuk mengikuti alur yang sekiranya dianggap bisa ditempuh agar pembelajaran dapat terjadi. Namun saying dalam beberapa kasus seperti depresi dan bunuh diri terjadi di kalangan pelajar karena tidak sanggup dengan pembelajaran daring. Kurangnya interaksi dengan individu lain dan tugas yang menumpuk membuat pelajar menjadi tertekan sehingga memutuskan mengakhiri hidupnya. Sungguh sangat disayangkan.
Keterbatasan sarana dan prasana pun menjadi masalah. Orang tua dituntut untuk memenuhi kebutuhan anak terhadap teknologi. Padahal dimasa Covid-19 ekonomi kian merosot. Banyak karyawan yang di-PHK dan menjadi penggangguran. Kebutuhan sang anak menjadi meningkat sedangkan pemasukan malah berkurang. Lantas bagaimana solusi permasalahan ini?
Banyak kendala yang ditemukan dalam pembelajaran di masa Covid-19. Namun di satu sisi ada juga hal positif yang terjadi semenjak Covid-19. Diantaranya pelajar tidak lagi buta terhadap teknologi. Mereka yang dulu cenderung tidak terlalu menaruh perhatian terhadap teknologi pun sekarang mulai berubah menuju perubahan yang lebih baik lagi. Yang menghabat mereka hanyalah kemalasan. Karena kemalasan adalah jurang kegagalan. Maka pelajar dapat meningkatkan kualitas diri sendiri mulai dari sekarang. Menggali potensi diri dengan sebaik mungkin sehingga dapat membawa perubahan untuk Indonesia yang lebih baik lagi.
Penulis bernama Anis Monika, salah satu anggota magang di UKM Pers DETaK Unsyiah.
Editor: Teuku Muhammad Ridha