Beranda Artikel Benarkah Emosi dan Marah Itu Sama?

Benarkah Emosi dan Marah Itu Sama?

Artikel | DETaK

Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali kita mengenal emosi sebagai ungkapan perasaan marah. Padahal, kata emosi sendiri mengandung makna yang lebih luas dari perasaan marah tersebut. Emosi merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan adanya perasaan yang kuat, biasanya ditunjukkan dalam suatu tingkah laku. Umumnya, emosi muncul ketika individu tersebut mendapat perubahan situasi yang drastis atau pun spontan pada diri atau lingkungannya. Kemunculan emosi ini dapat berupa emosi yang positif atau negatif. Emosi positif merupakan sebuah perasaan yang bersifat positif, misalnya rasa nyaman, suka, gembira, tertarik, dan sejenisnya. Sedangkan emosi negatif adalah perasaan yang bersifat ke arah negatif, seperti marah, cemas, cemburu, takut, jengkel, dan curiga. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa emosi tidak hanya tentang perasaan marah saja, tetapi perasaan dalam bentuk yang lain seperti yang telah dijelaskan di atas.

Bentuk-bentuk emosi ini dapat diketahui atau dikenali dari ekspresi atau air muka yang ditampilkan oleh seorang individu atau kelompok. Ekspresi yang ditampilkan dapat dilihat dari perubahan mimik wajah (seperti pucat, merah, dan mengerut), nada suara (berteriak, memaki, dan bersenandung), atau tingkah lakunya (seperti kaget, pingsan, dan menarik diri). Bentuk-bentuk ekspresi tersebut muncul secara spontan dari setiap individu sebagai reaksi atas peristiwa yang sedang dialami. Oleh karena itu, pemunculan ekspresi-ekspresi ini sangat jarang bisa disembunyikan. Namun, perasaan yang berlebihan dari suatu emosi dapat menyebabkan gangguan terhadap intelektual, tingkat disosiasi, dan membuat kita menuju perilaku yang tidak terpuji. Untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan pengendalian emosi yang bertujuan untuk mereduksi ketegangan yang ditimbulkan karena emosi yang tinggi. Beberapa model pengendalian emosi yang bisa dilakukan, yaitu:

IKLAN
loading...


1. Model Displacement, yaitu model yang dilakukan dengan cara mengalihkan ketegangan emosi pada objek yang lain. Hal-hal tersebut dapat berupa katarsis (pelampiasan emosi), manajemen rasionalisasi, dan beribadah.

2. Model Cognitive Adjusment, yaitu model pengendalian emosi yang menyesuaikan antara pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki dengan memahami masalah yang muncul. Model ini meliputi berpikir positif, empati, dan altruisme.

3. Model Coping, yaitu model pengendalian emosi dengan menerima atau menjalani segala hal yang terjadi dalam kehidupannya. Model ini meliputi syukur, bersabar, pemberian maaf, dan adaptasi.

4. Model lain dapat berupa regresi, represi, dan relaksasi.

Penulis bernama M. Fahrur Rozi. Ia merupakan mahasiswa Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala.

Editor: Della Novia Sandra