Beranda Artikel Permainan Daring dan Sisi Gelapnya

Permainan Daring dan Sisi Gelapnya

(Foto: Ist.)
loading...

Artikel | DETaK

Bermain merupakan salah satu media pembelajaran anak dalam mengembangkan keterampilan sosial. Bermain penting bagi perkembangan kognitif dan sosioemosi anak (Coplan&Arbeau dalam Santrock, 2011). Bermain juga membantu anak mengatasi konflik dan kecemasannya (Freud&Erikson dalam Santrock, 2011) karena melalui bermain anak bisa lampiaskan emosi berlebihnya pada permainan. Bermain juga membuat anak mengekspresikan perasaan sebenarnya dan lebih merasa aman.

Saat ini bermain tidak hanya dilakukan oleh anak, seiring perkembangan teknologi remaja hingga dewasa kini mulai bermain. Permainan yang dimainkan pun sedikit berbeda dengan permainan masa dulu yaitu permainan daring (online game). Pemain permainan daring lebih didominasi oleh remaja dibanding dewasa (Griffith, Davis, &Darren dalam Kusuma, Aviani & Molina, 2017).

IKLAN
loading...


Permainan daring merupakan permainan yang dimainkan melalui koneksi internet (Freeman dalam Pratiwi, Andayani &Karyanta, nd). Pada tahun 2014 diperkirakan ada 10,7 juta pemain permainan ini menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APPJII, 2014) dan 64% diantaranya berusia 12-34 tahun. Berdasarkan survei tersebut, Indonesia menempati peringkat kedelapan sebagai pengguna terbanyak di dunia.

Salah satu kegunaan internet di Indonesia adalah untuk funactivity. Permainan daring merupakan salah satu dari funactivity yang bisa memberikan hiburan sekaligus tantangan yang harus diselesaikan bagi pemainnya tanpa memperhitungkan waktu, sehingga tak jarang hal ini menyebabkan seseorang yang tidak mampu mengontrol hasrat ingin bermainnya menjadi adiksi (Pratiwi, 2012). Young (dalam Kusuma, Aviani & Molina, 2017) menyebutkan bahwa ketidakmampuan seseorang mengontrol diri dari penggunaan teknologi memberikan kerugian baik secara fisik maupun psikis terhadap penggunanya merupakan konsep dari kecanduan internet. Weinstein (2010) menyebutkan kecanduan adalah ketergantungan yang bersifat menetap dan konpulsif pada suatu perilaku atau zat. Kecanduan permainan daring ditandai oleh sejauh mana seseorang bermain game secara berlebihan yang dapat berpengaruh negatif bagi pemain tersebut.

Gejala seseorang mengalami kecanduan permainan daring menurut Lemmens (2009) yaitu saliance (berpikir permainan daring sepanjang hari), toleransi (waktu bermain permainan daring yang semakin meningkat), moodmodification (bermain permainan daring untuk melarikan diri dari masalah), relapse (kecenderungan untuk bermain permainan daring kembali setelah lama tidak bermain), withdrawal (merasa buruk jika tidak dapat bermain permainan daring), conflict (bertengkar dengan orang lain karena bermain permainan daring), problems (mengabaikan kegiatan lain sehingga timbul masalah). Seseorang juga dikatakan kecanduan internet apabila menghabiskan 39 jam waktunya setiap minggu untuk bermain permainan daring (Young dalam Kusuma, Aviani & Molina, 2017). Sedangkan menurut Kusumadewi (dalam Kusuma, Aviani & Molina, 2017) seseorang mengalami kecanduan apabila menghabiskan 2-10 jam perminggu.

Faktor-faktor menyebabkan seseorang menjadi pecandu permainan daring adalah atraksi dan motivasi (Yee, dalam Pratiwi, Andayani &Karyanta, nd). Motivasi ini adalah dorongan dari dalam diri individu untuk lari dari permasalahan yang dialami di dunia nyata. Kesulitan dalam hubungan interpersonal membuat para pecandu memilih untuk berhubungan interpersonal melalui permainan daring. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi remaja mengalami kecanduan permainan daring juga yaitu remaja dengan orang tua bercerai, kesepian, kurang kontrol orang tua, dan pola asuh orang tua yang tidak tepat (Xiuqin dalam Kusuma, Aviani & Molina, 2017).

Menurut penelitian Sugiyanto (dalam Kusuma, Aviani & Molina, 2017) ada korelasi positif yang signifikan antara gaya pengasuhan otoriter dengan perilaku bermain permainan daring. Pas (dalam Kusuma, Aviani & Molina, 2017) menyatakan bahwa pola asuh orangtua juga memberikan pengaruh dalam pembentukan perilaku pada subjek yang bermain permainan video dengan intensitas yang lama dan pola asuh yang berbeda akan menghasilkan tingkat kecanduan permainan daring yang berbeda pula. Pola asuh indulgent dan uninvolved menunjukkan kecanduan permainan daring yang lebih tinggi dibandingkan pola asuh lainnya.

Permainan daring akhir-akhir ini juga mengarah ke tindak kriminal seperti kasus bullying. Kasus bullying di Bukittinggi pada 2004 lalu, diduga karena anak-anak terinspirasi dari permainan yang mereka mainkan dalam mem-bully temannya. Sipahutar (dalam Ariati, 2015) juga melaporkan bahwa remaja sampai mencuri akibat kehabisan biaya saat bermain permainan daring terlalu lama.

Permainan daring memiliki dampak besar bagi pecandunya. Kusumawati (2009) dalam hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kecanduan permainan daring terhadap keterampilan sosial remaja, di mana semakin kecanduan remaja tersebut terhadap permainan daring maka semakin rendah keterampilan sosialnya begitu pula sebaliknya. Banyak kasus-kasus ekstrim yang dialami seseorang karena permainan daring, Meyriana (dalam liputan6, 2017) salah satunya yaitu seorang bocah 3 tahun tewas akibat ditelantarkan kedua orangtuanya.[]

Penulis bernama Amelia Putri. Ia merupakan mahasiswi angkatan 2015 Jurusan Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala.

Editor: Herry Anugerah