Artikel | DETaK
Kamu lapar, dan ingin membeli sebungkus mi instan. Ditengah perjalanan pulang, kamu akan tergoda untuk membeli daun sop, bakso, daging, telur, ayam, dan hal-hal lainnya untuk melengkapi mi instan yang baru saja kamu beli.
Apakah teman-teman pernah merasakan hal seperti ini? Apakah selanjutnya teman-teman merasa sudah mengeluarkan uang untuk hal-hal yang sebenarnya tidak begitu penting? Lebih parahnya lagi, peristiwa ini sering terjadi di kehidupan sehari-hari dan tidak hanya dalam konteks makanan seperti di atas.
IKLAN
loading...
|
Contoh lainnya, kamu pergi ke pusat perbelanjaan hanya untuk membeli baju merah, setelah membeli baju, kamu berakhir membeli sepatu atau tas dengan corak tertentu agar bisa digunakan bersama dengan baju merah yang baru saja kamu beli, walau pada awalnya kamu sama sekali tidak punya niat untuk membeli hal lain selain baju merah.
Pengertian dan sejarah Diderot Effect
Kalau kamu pernah mengalami hal menarik seperti di atas, maka kamu wajib tahu bahwa kejadian itu disebut dengan istilah Diderot Effect, atau Efek Diderot.
Efek ini didefinisikan dengan kondisi membeli barang baru karena merasa harus melengkapi barang yang sudah kita miliki.
Istilah ini pertama kali dikenalkan oleh seorang antropolog bernama Grant McCracken pada tahun 1988. James Clear, seorang pakar perilaku menyebutkan perilaku ini dengan istilah “spiral konsumsi.”
Istilah ini diangkat dari kisah filsuf miskin bernama Denis Diderot yang suka membaca dan juga telah menulis sebuah Encyclopedie.
Tepat saat Diderot sibuk mencari uang untuk pernikahan putrinya, seorang ratu Rusia menawarkan untuk membeli perpustakaan miliknya dengan harga £1000.
Tidak hanya dapat membiayai pernikahan putrinya, Diderot bahkan punya uang untuk dirinya sendiri. Sebuah masalah dimulai ketika ia mendapatkan sebuah mantel mewah.
Setiap harinya, Diderot mengagumi mantel tersebut, seiring bertambahnya waktu ia mulai merasa mantel mewah tersebut tidak selaras dengan barang-barang yang ada dirumahnya.
Ia pun mulai mengganti kursi kulit jerami miliknya dengan sofa dibalut kulit Maroko, permadani tua dengan permadani dari Damaskus, menambahkan patung-patung sebagai dekorasi, dan membeli meja dapur baru.
Tanpa sadar, ternyata Diderot sudah menghabiskan banyak uangnya bahkan hingga berhutang dan kembali terjatuh miskin.
Cara mengatasi Diderot Effect
Pada dasarnya, ketika kita terkena Diderot Effect dan membeli sesuatu, bukan berarti barang yang dibeli bisa dengan mudah dianggap tidak dibutuhkan.
Akan tetapi, seringnya kita memang membeli barang yang tidak dibutuhkan dan kita tidak hidup hanya untuk menambah barang semata.
Menurut James Clear, kita harus paham bagaimana caranya untuk membersihkan, mengeliminasi, dan fokus terhadap hal-hal yang penting untuk menangani Diderot Effect ini.
Berikut ini beberapa cara yang dibagikan James Clear:
1. Mengurangi kontak
Kita bisa memutuskan kontak dari hal-hal yang dapat memancing pembelian. Hal ini bisa diwujudkan dengan memindahkan tempat nongki bersama sahabatmu dari mall ke taman, memutuskan notifikasi dari platform-platform berbelanja, atau bahkan kamu bisa mengunci aplikasi tersbut untuk sementara waktu.
2. Membeli barang yang cocok dengan apa yang sudah kamu miliki
Setiap kali membeli ingin membeli barang baru, kita dapat mengingat kira-kira mana benda yang cocok dengan semua barang lama kita. Hal ini akan menghindari pembelian barang lainnya setelah membeli barang baru.
3. Atur batasan diri
Rencanakan batasan pembelian barang setiap kali akan membeli sesuatu. Kamu juga bisa membuatdaftar berbelanja dalam satu minggu, bulan, atau tahun.
4. Beli satu, berikan satu
Jika ada dua barang sama yang kamu miliki, maka akan lebih baik untuk memberikan salah satunya kepada orang lain, daripada memindahkannya ke tempat lain. Hal ini akan membantu kita memastikan bahwa barang yang sudah kita miliki berfungsi secara optimal dan tidak ada yang sia-sia.
Nah, setelah mengetahui cara untuk berhadapan dengan Diderot Effect menurut James Clear, semoga kita bisa lebih berhemat dan memaksimalkan fungsi dari apapun yang sudah kita punya, ya! Kalau menurut teman-teman, bagaimana cara ampuh mengatasi Diderot Effect ini?.[]
Penulis adalah Neira Salsabila, Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, prodi Psikologi angkatan 2019. Ia juga merupakan angggota aktif UKM Pers DETak.
Editor: Teuku Muhammad Ridha