Suara Mahasiswa | DETaK
Oleh Eka Risyah Fitri
Yth. Bapak. Dr. Ir. Alfiansyah Yulianur BC
Di Darussalam
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Bapak Wakil Rektor yang saya banggakan.
Sebelumnya saya mohon maaf yang sebesar-besarnya karena telah memberanikan diri menyurati bapak, disaat mungkin bapak disibukkan dengan mengurusi aktivitas bidang kemahasiswaan Universitas Syiah kuala yang sangat kompleks dan beragam, mengurusi puluhan ribu mahasiswa yang rambutnya sama hitam tetapi memiliki kelakukan dan kepribadian yang berbeda pula.
Bapak Wakil Rektor yang saya Cintai
Perkenalkan Saya, Eka Risyah Fitri, Anak bapak di Program Studi Ilmu Politik FISIP angkatan 2013 yang saat ini juga saya diamanahkan oleh rekan-rekan mahasiswa sebagai anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Unsyiah sekaligus anggota Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) Unsyiah. Surat ini saya buat khusus untuk Ayahanda tercinta saya di Unsyiah yang selalu mengayomi mahasiswa dan kerap sekali diundang untuk memberikan kata-kata sambutan dalam tiap event ataupun kegiatan organisasi mahasiswa.
Pertama, saya nyatakan bahwa surat ini bukanlah sebuah ego pribadi ataupun ambisi semata. Namun tujuan surat ini adalah untuk mengingatkan kita bersama, bahwa pentingya keadilan yang telah kita pelajari bersama di kampus kita, disamping objektifitas yang harus kita kedepankan didalam melaksanakan aktivitas kita setiap harinya.
Bapak wakil rektor yang saya banggakan.
Kami menilai bapak merupakan orang yang baik, namun akhir–akhir ini kami melihat bahwa apa yang biasa bapak lakukan telah bergeser dari keseharian yang Bapak lakukan, kami merindukan Bapak Wakil Rektor yang Objektif dalam mengambil kebijakan, mengedepankan keadilan dalam bertindak, dan tidak memihak dengan kepentingan manapun, karena kami ini juga anak-anak Bapak.
Bapak Wakil Rektor yang kami cintai
Kami hadir disini dengan tujuan utama menimba ilmu di kampus ini, tapi disamping itu kami ingin menjadi mahasiswa yang aktif dan kritis khususnya dalam berbagai organisasi di kampus unsyiah seperti yang bapak harapkan. Tapi kenyataannya bahwa siapa yang kuat dan memberikan tekanan yang besar itulah yang menguasai, walapun dengan cara yang tidak benar dan mendzalimi orang lain. Kami yakin bahwa bapak berdiri di kaki bapak sendiri dan objektif terhadap apa yang sepatutnya.
Bapak Wakil Rektor yang saya banggakan
Masih ingat di ingatan saya, peristiwa Pada tanggal 30 April 2017 silam pada saat Sidang Pleno Pembentukan Struktur Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) pertama kali digelar. Sayangnya, sidang tersebut berujung ricuh karena penuh dengan kekerasan dan penindasan terhadap sesama anggota lain, beberapa teman-teman mengunakan berbagai cara untuk memenangkan kepentingan pribadi, pimpinan sidang yang tidak objektif, tapi karena kami yakin bapak merupakan pribadi yang adil dan objektif sehingga sidang tidak dianggap terjadi, dan dilakukan pemilihan ulang. Tapi apakah bapak lupa bahwa seyogyanya premanisme kampus telah menunjukkan taringnya ketika itu, kami menilai bahwa teman yang melaporkan kasus ini kepada pihak yang berwajib, bahwa mereka butuh keadilan dan ingin membutikan bahwa apa yang sebenarnya terjadi dan sampai hari ini tidak dianulir oleh pihak yang bertanggung jawab di kampus. Penetapan tersangka sejauh ini justru mendapat pembelaan yang besar dari kampus untuk kemudian melupakan apa yang sebenarnya terjadi, hingga kasus ini sudah di P21 kan, justru pihak kampus tidak objektif dalam memandang kasus ini, kami tidak ingin bahwa premanisme fisik berkembang di kampus ini, apalagi premanisme kebijakan dalam pengambilan keputusan yang memihak dan tidak objektif, dan mendzalimi pihak yang lain.
Bapak Wakil Rektor yang saya banggakan
Sebuah kebangaan bagi kami karena bisa diperkenakan untuk mengadakan musyawarah kembali pada hari Sabtu, 16 September 2017 sidang MPM untuk kedua kalinya digelar. Saya merasa terhormat diizinkan menggunakan ruang rapat senat rektorat. Belum lagi difasilitasi dengan penjaga untuk mengantisipasi terjadinya kerusuhan yang berulang. Terima kasih pak.
Sidang pada hari itu kita harapkan berjalan damai, namun tetap profesional dan terhormat. Sidang dimulai tepat pukul 9 pagi. Namun sayangnya masih ada anggota majelis yang belum hadir pada saat itu. Dari 58 anggota, ada 51 anggota yang berhadir dan sidang dilanjutkan karena telah memenuhi quorum. Saya salut dan bangga pada Bapak karena mendukung ketertiban dan keprofesionalisme saat sidang berlangsung. Tepat pukul 10 pagi, dengan tegas bapak mengatakan “Dilarang masuk bagi yang terlambat!,”. Sebuah pernyataan yang kami semua rindukan agar terciptanya ketertiban dan menghormati teman-taman yang telah hadir tepat waktu. Dan ini pula yang sering bapak ucapakan ketika sering memberikan kata sambutan di berbagai kesempatan waktu.
Namun, kenyataan yang terjadi. Menjelang pukul 6 sore, sekitar 5 orang yang sebelumnya tidak berhadir malah seenaknya masuk. Tanpa meminta izin kepada presidium sidang ataupun panitia registrasi. Kami memanggil Bapak untuk menjadi penengah dan objektif dalam mengambil kebijakan. Apakah Bapak lupa dengan apa yang Bapak sampaikan sebelumnya, dan apakah kami harus mengkhianati hasil keputusan yang telah kami ambil bersama pada pukul 10 pagi, semua anggota sidang sepakat pada aturan bahwa peserta sidang yang terlambat dilarang masuk. Ini artinya, peserta yang terlambat tadi benar-benar tidak boleh mengikuti persidangan. Kami percaya sebenarnya ayahanda kami ini tidak akan pernah menjilat ludahnya sendiri seperti para politisi di luar sana, dimana kebijakan mengalahkan keobjektifan dalam mengambil keputusan karena ada kepentingan dan paksaan dari pihak lain, sehingga akan mendzalimi pihak lain pula.
Bapak Wakil Rektor yang kami cintai
Kami kecewa apa yang seharusnya terjadi tidak sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan, kebijakan yang diambil sarat akan kepentingan pihak tertentu, dengan menghalalkan berbagai cara. Apakah di kampus ini membenarkan bahwa surat keputusan dapat semaunya hadir, bahkan bisa melalui telepon. Dan dapat menyusul semaunya tetapi kebijakannya duluan diterapakan. Apakah PAW dari FKP dapat dilakukan hanya melalui telepon, tanpa surat keputusan, dan dilakukan sepihak tanpa adanya musyawarah dengan DPMU sendiri.
Kami tidak menginginkan bahwa kampus ini bagaikan negara mafia di cerita fiksi, yang kebijakan disesuaikan dengan kepentingan, yang akan berubah dalam sekejap mata sesuai kepentingan, dan tanpa ada kepastian hukum, karna semuanya bisa melalui telepon bagaikan makelar tanah. Tersangka dilindungi, korban ditindas. Semoga ini tidak terjadi pada kampus kita yang kita banggakan.
Semoga Bapak dapat bersikap objektif dan dilindungi oleh Allah SWT.
Salam Cinta kami,
Eka Risya Fitri
Penulis adalah Eka Risyah Fitri, mahasiswa Program Studi Ilmu Politik FISIP Unsyiah, angkatan 2013.