Ricky Syahrani | DETaK
Judul buku : 5 Cm
Penulis : Donny Dhirgantoro
Penerbit : PT Grasindo
Cetakan : Ke-23
Tebal buku : 381 halaman
Kekuatan mimpi dan keyakinan, itulah yang dilakukan para sahabat ini. Persahabatan yang dapat mengalahkan segalanya. Jangankan lautan yang dalam, gunung yang tinggi berlapis tujuh sekalipun akan dilewati, bila itu bersama sahabat-sahabat tercinta dan terhebat. Persahabatan itu yang dilakukan lima anak muda yang kocak, pantang menyerah, dan mempunyai mimpi yang membara.
Mereka adalah Arial, Riani, Zafran, Ian, dan Genta, lima sahabat yang mempunyai kepribadian yang berbeda dan unik itu mengaku diri mereka sebagai manusia-manusia agak pintar dan sedikit tolol juga sangat sok tahu. Cerita berawal dari sebuah tongkrongan lima anak manusia tersebut, yang suka nangkring, ketawa-ketawa, dan sebagainya, mulai dari hal yang tidak penting dibahas hingga hal yang serius.
Mereka selalu bersama, kemana-mana selalu bersama. Persahabatan yang kental itu telah memberi tarikan tersendiri untuk selalu ingin bertemu satu sama lain. Sampai suatu hari, mereka merasa bosan dengan yang mereka lakukan itu-itu saja, hingga muncul inisiatif baru dari salah satu mereka untuk tidak bertemu selama tiga bulan dan kembali bertemu di hari yang telah ditentukan. Dalam waktu selama itu, segala aktifitas pribadi yang sempat terhenti mereka kejar degan sungguh. Tiba hari penentuan bertemu, melepas kerinduan satu sama lain. Satu di antara mereka jauh-jauh hari telah mempunyai rencana saat pertemuan setelah berpisah selama tiga bulan itu untuk menaiki gunung Mahemeru. Dalam perjalanan menuju gunung tersebutlah segala kenagan baru bermunculan.
Keindahan alam, perasaan, katakutan, dan hal yang paling mendebarkan di saat-saat menuju puncak. Tujuan mereka hanya satu, yaitu untuk menaikan bendera merah putih di hari itu, tanggal 17 Agustus, hari kemerdekaan Republik Indonesia.
Buku ini patut dibaca, karena meyimpan pesan moral tentang perjuangan, mimpi, perasaan, persahabatan, kesabaran, dan lain-lain. Buku ini mengandung unsur nasionalisme yang tinggi. Namun sedikit kekurangan dari buku ini, yaitu dari segi dialog para tokoh-tokohnya yang memakai bahasa gaul atau bahasa anak muda zaman sekarang, dimana hal tersebut dapat membuat pembaca merasa capat bosan. Sebab buku ini dikategorikan buku sastra, namun bahasanya kurang sastra dan banyak juga memakai bahasa internasional (inggris), yang itu hanya bisa dipahami oleh kalayak tertentu.
Jika dibaca oleh komunitas yang biasa, maka akan terasa baginya buku ini tidak bagus. Dan, alangkah baiknya bila bahasa dialognya sesederhana mungkin, yang bisa dipahami oleh berbagai jenis kalangan masyarakat.[]