Opini | DETaK
Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan saat semua warga pemerintahan memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga pemerintahan berpartisipasi baik secara langsung maupun secara perwakilan dalam perumusan, pengembangan serta penetapan kebijakan. Namun, sebagaimana yang kita ketahui, mencari nilai demokrasi di dalam kampus sekarang ini terasa sangat mustahil dan hampir tidak pernah menerapkan kebebasan demokrasi terutama di Universitas Syiah Kuala (USK).
Jika kita berkaca dari sejarah pergerakan mahasiswa, sangat besar tanggung jawab yang telah diemban para pejuang pergerakan kampus dalam menegakkan demokrasi dahulu, namun demokrasi seakan menjadi tidak berharga dikarenakan pihak-pihak tertentu yang mengincar kekuasaan. Banyak nya koalisi-koalisi yang terbentuk dengan berbagai strateginya berusaha untuk tidak sportif dan tidak melibatkan seluruh kalangan mahasiswa dan pada akhirnya, banyak terjadi kerugian di kalangan mahasiswa USK.
IKLAN
loading...
|
Tahun 2021, sama halnya dengan tahun-tahun sebelumnya, banyak kecacatan-kecacatan yang terjadi dalam pelaksanaan PEMIRA USK, tidak ada transparansi antar penguasa organisasi mahasiswa di tingkat Universitas, bahkan begitu banyak isu yang berhembus terkait kejanggalan-kejanggalan pemilihan raya, namun penguasa memilih diam dan enggan memberi klarifikasi dan berusaha menutup segala celah informasi kepada para mahasiswa yang berusaha memperjuangkan keadilan di kampus USK.
Komisi Pemilihan Raya (KPR) sudah jauh-jauh hari diumumkan kelulusan namun hari demi hari tidak didapatkan informasi pelantikan KPR oleh Pansus yang dibentuk dalam sidang umum MPM Universitas Syiah Kuala. Sangat wajar jika mahasiswa merasa dikhianati, merasa tidak bisa percaya dengan perwakilan mahasiswa jika transparansi mengenai sistem seleksi dan tahapan KPR saja tidak diinfokan kabar kelanjutannya.
Melihat dan mempertimbangkan hal diatas, sudah selayaknya jika demokrasi di USK tergolong bobrok. Bahkan, perihal rekom-rekom fakultas sama sekali tidak memenuhi sistem demokrasi, justru hal tersebut hanya memperlambat proses seleksi. Padahal jika kita berkaca kembali dengan universitas-universitas di luar Aceh seperti UGM yang mampu menegakkan sistem demokrasi yang benar-benar tegak sehingga hal tersebut memberi efek yang tegas agar permasalahan tidak muncul. Coba berkaca dengan universitas luar, bisa jadi dengan cara sistem demokrasi kita seperti ini yang bobrok membuat kita kurang maju atau tidak kreatif karena kondisi yang serba online pada saat ini.
Harapannya semoga demokrasi di Universitas Syiah Kuala mampu berdiri tegak sebagaimana mestinya jangan sampai ada kepentingan-kepentingan pribadi yang membuat mahasiswa terhambat dalam mencalonkan diri sebagai ketua BEM atau mudah menang suatu kelompok.
Penulis adalah Essy Gusning Ranty, mahasiswa Fakultas Keperawatan, Universitas Syiah Kuala (USK) angkatan 2019.
Editor: Della Novia Sandra