Oleh Masridho Rambey
Pemilihan Umum pada 9 April 2014 mendatang, diwarnai oleh para Calon Legislatif (caleg) yang begitu banyaknya. Partai cenderung merekrut calegnya dengan cara instan tanpa melihat kamampuan serta integritas kader. Pengrekrekrutan para kader partai politik mayoritasnya hanya melihat popularitas yang di miliki calon kadernya, sehingga banyak kader politik yang tidak mengenal politik.
Pemilu 2014 akan menggunakan E-voting dengan harapan menerapkan sistem baru dalam pemilihan umum. Pemilu akan dilakukan 2 kali. Pemilihan pertama pada 9 April untuk memilih anggota dewan legislatif, dan pemilu kedua pada 9 juli untuk memilih presiden.
Ada 12 partai nasional, dan 3 partai lokal yang akan meramaikan pemilu. Diantaranya Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Hanura, Partai Bulan Bintang (PBB), dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Sedangkan partai local diisi oleh Partai Damai Aceh (PDA), Partai Nasioanal Aceh (PNA), dan Partai Aceh (PA).
Daftar Calon Tetap (DCT) DPR RI Pemilu 2014 berjumlah 6.608 orang yang akan memperebutkan 560 kursi DPR RI di 77 daerah pemilihan di seluruh Indonesia. Dari partai Nasdem berjumlah 559 orang. Kemudian Partai Kebangktian Bangsa, 558 orang. Partai Keadilan Sejahtera mengusungkan 492 nama. Sementara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan berjumlah 560 nama. Untuk Partai Golkar DCT berjumlah 560 caleg. Partai Gerindra DCT berjumlah 557 caleg. Untuk Partai Demokrat, DCT yang ditetapkan 560 nama. Sementara Partai Amanat Nasional, KPU menetapkan 560 nama yang masuk. Untuk Partai Persatuan Pembangunan, KPU menetapkan DCT DPR RI berjumlah 548 orang. Sementara Hanura berjumlah 558 nama caleg. Untuk Partai Bulan-Bintang jumlah DCT-nya 556 nama dan Persatuan Indonesia, KPU menetapkan 540 nama.
Di aceh sendiri, sebanyak 1.259 calon anggota legislatif (caleg) tingkat DPR Aceh dari 15 partai politik peserta Pemilu 2014 akan bersaing memperebutkan 81 kursi di 10 daerah pemilihan. Dan Sebanyak 454 calon anggota legislatif (caleg) dari 15 parpol peserta Pemilu 2014 akan bersaing memperebutkan 30 kursi DPRK Banda Aceh periode 2014-2019. Diantara sekian banyaknya caleg yang ikut dipilih, hadir juga beberapa mahasiswa.
Politisi muda dinilai mempunyai visi dan misi untuk melakukan perubahan terhadap birokrasi yang konvensional. Anak muda diharapkan bisa berprinsip untuk menawarkan masa depan yang lebih baik. Sebab, kemerdekaan dan pembangunan bangsa Indonesia dibangun oleh anak muda.
Salah satu peran mahasiswa adalah control social, yaitu mengendalikan pemerintahan serta menghubungkan masyarakat dengan pemeritah. Tugas ini dianggap serius oleh beberapa mahasiswa, bentuk keseriusannya diwujudkan dalam keikut-sertaan mereka berpartisapi dalam pemilihan 5 tahunan itu.
Ditengah kesibukannya menyusun tesis, Husaini Yusuf (30), merupakan salah satu mahasiswa yang ikut menjadi calon anggota legislatif pada tahun ini. Mahasiswa S-2, Fakultas Hukum Unsyiah, mengaku sudah terjun di dunia politik sejak 2 tahun lalu. “ Saya sudah menjadi ketua liga di partai pada 2012” tutur Husaini.
Alasan Husaini ingin menjadi caleg karena keinginannya untuk perubahan. Dia ingin anak muda berjaya. “Caleg bukan dunia orang tua”, pungkasnya. Hal ini dilakukannya untuk membenahi birokrasi yang sifatnya internal.
Dia merupakan caleg dari Partai Nasdem. “Pertama kali melihat NasDem di TV langsung tertarik untuk ikut kedalamnya, karena gagasannya tentang perubahan”, lirih pria yang berkulit coklat itu. “NasDem yang pertama, dan mungkin tidak akan berubah” lanjutnya.
Perjalanan Husaini untuk menjadi caleg NasDem bukan secara instan. Dia telah coba mendaftar di Derah Pemilihan Wilayah (DPW) Aceh dan juga daerah Aceh Besar, ternyata strukturnya sudah dipenuhi oleh orang lain. Lalu ada penawaran tentang dibentuknya liga mahasiswa tingkat Aceh. “Dengan senang hati saya terima”, kata Husaini. Liga yang diresmikan pada 3 Maret 2012 itu, diikuti oleh 8 komisariat Fakultas Unsyiah. “Jumlah yang ikut liga membengkak”, lanjut pria yang pernah kuliah di IAIN Ar-Raniry (UIN A-r-Raniry). Setelah menjadi ketua di liga tersebut, Husaini baru diusungkan untuk menjadi caleg di Partai yang diresmikan pada tanggal 26 Juli 2011 lalu.
Dunia perpolitikan Indonesia memang dipenuhi oleh kaum tua. Kaum tua dianggap mumpuni dalam pengalaman. Tapi hal ini tidak menjamin bisa mengayomi masyarakat. Kebanyakan mereka lulusan SMA. Bila mereka terpilih menjadi salah satu anggota legislatif, lulusan perguruan tinggi akan berada dibawah orang yang dianggap kurang secara akademik. “Bila kita dipimpin oleh orang yang lulusan SMA, bagaimana Negara ini bisa maju”, ucap Husaini.
Seakan tak mau mengalah, kaum muda mencoba memberikan hal yang sama untuk Indonesia. Husaini mencoba tidak apatis terhadap politik. “Jika kaum muda enggan terhadap politik, maka siapa yang akan memimpin Indonesia nanti” ujarnya.
Pemekaran Aceh besar merupakan misi utama yang akan dijalankannya jika terpilih nanti. “Aceh Besar tidak akan maju, jika tidak ada pemisahan”, ucap Husaini. Sekitar 80% anggaran APBN yang dikucurkan pemerintah pusat hanya cukup untuk gaji pegawai saja. Bila ada pemekaran wilayah menjadi daerah yang lebih kecil, angaran yang sama besar yang diberikan pemerintah tentu akan sangat mebantu pemerintah daerah untuk membangun daerahnya.
Pria bekerja sehari-hari sebagai dosen di UIN Ar-Raniry itu, berharap agar para mahasiswa mau melibatkan diri dalam perpolitikan. “Kita mahasiwa tidak hanya bisa memilih, tapi juga bisa dipilih”, celoteh Husaini. Untuk memperbaiki parlemen yang telah memiliki citra buruk di masyarakat karena banyak anggotanya terkenan kasus korupsi, haruslah dilakukan regenerasi.
Kaum muda ataupun pemuda dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia merupakan aset negara dan bangsa yang berperan penting dalam “menemukan politik” perjuangan kesejahteraan rakyat. Lahir dan berdirinya bangsa ini adalah peranan perjuangan kaum muda dan rakyat se-nusantara yang ingin melepaskan diri dari cengkeraman kolonialisme dan imperialisme. Oleh kaum muda kesadaran rakyat untuk merdeka diformulasikan dalam sebuah ide dan gagasan dalam berbagai bentuk perjuangan. Dengan hadirnya politisi dari kaum muda, diharapkan dapat mengembalikan marwah bangsa yang dulunya berjaya.
Dari pihak keluarga dan teman dekat Husaini, mendukung penuh atas apa yang dilakukannya. Karena dia akan mengeban amanah yang cukup besar. “Saya membutuhkan dukungan mereka untuk memimpin masyarakat, yang merupakan tanggung jawab besar” tuturnya.
Dalam hal finansial, partai NasDem sendiri tidak mengucurkan dana kepada Husaini. Sejauh ini Husaini menggunakan dana pribadinya, misalnya seperti pembuatan famplet. “Partai hanya memberikan sebatas atribut”, tutur pria lajang itu.
Sebagai aktivis kampus, pria bertempat tinggal di Tungkop, Banda Aceh itu, mengaku tidak suka mengumbar-umbar janji kepada masyarakat seperti yang dilakukan kebanyakan para caleg lain. “Kalau buat janji, kita bukan hanya terikat dengan masyarakat, tapi juga dengan Yang Maha Kuasa”, tegasnya.
Untuk pemimpin negara Indonesia kedepannya , Husaini berharap agar presiden Indonesia yang terpilih tidak ragu-ragu, cepat dan sigap dalam mengambil sebuah putusan. “Negara ini tidak boleh jalan ditempat, harus bergerak” harapnya.
Di Aceh sendiri, 3 partai lokal yang ikut meramaikan pemilu 2014, punya ruang tersendiri di hati rakyat Aceh. Ini juga membuktikan kalau Aceh bisa unjuk gigi dikancah perpolitikan. Dengan adanya parlok (partai lokal), masyarakat Aceh cenderung memilih partai internal. Tapi hal ini ini tidak membuat Husaini gamang, dia tetap berharap partainya bisa lebih dipercaya oleh rakyat Aceh.
Pembentukan partai politik lokal di Aceh telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20/2007 yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 16 Maret 2007, partai politik lokal dianggap lebih mampu untuk memperhatikan dan memperjuangkan kepentingan-kepentingan yang amat sempit tersebut. Ada argumen yang mengatakan bahwa partai politik lokal bisa untuk mendukung pelaksanaan otonomi khusus dan dengan demikian diharapkan separatisme akan berkurang.
*Penulis merupakan layouter DETaK Unsyiah periode 2014.