Artikel | DETaK
Oleh Maulydia Safira
Seorang apoteker juga memiliki sumpah layaknya seorang dokter. Sebelum menyerahkan obat, apoteker wajib untuk mengucapkan sumpah bahwa obat yang telah dibuat sudah di proses berdasarkan formula standar atau resep dan tidak ada kecurangan.
Secara garis besar, obat terbagi menjadi dua jenis, yaitu obat herbal dan obat kimia sintetis. Kedua jenis obat ini tentunya memiliki susunan senyawa yang berbeda, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Walaupun herbal berasal dari alam, obat tersebut juga memiliki susunan senyawa kimia layaknya obat kimia sintetis.
Jika dilihat dari tingkatan konsumen dalam pemilihan obat, obat kimia sintetis adalah pilihan yang paling tinggi untuk saat ini. Hal tersebut terjadi di karenakan obat kimia sintetis memiliki kemampuan lebih cepat dalam merespon tubuh dibandingkan dengan obat herbal.
Memang, untuk saat ini obat kimia sintetis lebih laku di pasaran. Namun, akan lebih baik lagi jika konsumen dapat mengetahui senyawa apa yang ada di dalam obat tersebut. Jika ada orang yang berpendapat bahwa mengkonsumsi obat yang rutin khususnya untuk orang yang menderita suatu penyakit, maka ia akan mencapai pada titik dimana ia akan menjadi lebih baik, itu tidak sepenuhnya benar. Mengapa? perlu di ketahui bahwa tidak semua obat akan merespon tubuh dengan baik. Ada sebagian obat yang awalnya dapat memberikan perubahan yang lebih baik, namun tanpa disadari ada organ lain di dalam tubuh yang akan mengalami resiko lebih besar jika obat tersebut dikonsumsi secara terus menerus, apa lagi dengan dosis yang cukup tinggi.
Disinilah peranan apoteker untuk membantu mengkaji ulang serta dapat memproduksi obat apa sajakah yang layak di konsumsi untuk seseorang yang menderita suatu penyakit. Peranan apoteker tidak hanya bergelut dalam meracik obat-obatan hingga melupakan kaidah awal apakah obat tersebut dapat merespon tubuh seseorang dengan baik atau tidak. Dalam memenuhi standarisasi yang diinginkan, tidak hanya satu dua orang farmasis yang dibutuhkan untuk melakukan pergerakan ke arah yang lebih baik, tetapi dibutuhkan banyak orang untuk dapat mengulurkan tangannya dalam mewujudkan ini semua.
Oleh karena itu, secara garis besar fokus pekerjaan farmasi terbagi menjadi dua yaitu farmasi klinik dalam usaha kefarmasian kepada pasien dan farmasi industri yang bergerak dalam usaha riset serta produksi obat-obatan dengan kualitas yang tinggi. Di tambah lagi akhir-akhir ini juga telah ada tuntutan untuk menjamin kualitas dengan berkembangnya obat-obatan herbal yang memerlukan kajian yang berbeda dari obat-obatan sintetis.
Di Indonesia masyarakat umum mengenal apoteker sebagai tenaga kerja kedua setelah dokter. Ini terbukti dengan aggapan masyarakat bahwa pekerjaan seorang apoteker adalah sebagai penerjemah resep obat yang berasal dari dokter serta sebagai penjaga apotek.
Pandangan seperti ini secara tidak langsung akan menjatuhkan peran farmasi dalam membantu memproduksi obat yang memiliki kualitas tinggi. Tidak hanya obat yang menjadi fokus dalam dunia farmasi, tetapi makanan, minuman, dan kosmetik juga menjadi acuan dalam dunia farmasi. Namun, dalam sebagian besar pertimbangan dan pemilihan sebagai pengatur regulasi bukanlah orang farmasi.
Sehingga dimasa yang akan datang, dengan dilahirkannya para farmasis yang memiliki keahlian atau skill di bidang tertentu, maka farmasi akan menjadi regulasi dalam pengaturan dari segala aspek yang berhubungan dengan kesehatan.
Pelayanan kefarmasian saat ini sudah semakin berkembang. Berbagai tuntutan yang ada di masyarakat menjadi tantangan untuk pengembangan dalam dunia kefarmasian, seperti Pharmaceutical care yaitu obat sampai ke tangan pasien dalam keadaan baik, efektif, dan aman disertai dengan informasi yang jelas sehingga penggunaannya tepat dan mencapai kesembuhan. Tuntutan farmasi untuk dapat berperan dalam perkembangan industri farmasi yaitu perkembangan Drug delivery system, pengembangan cara produksi dan metode kontrol kualitas.
Dalam peluang bekerja, lulusan farmasi tidak hanya menjadi apoteker di apotek ataupun di rumah sakit sebagai tenaga kesehatan, tetapi juga bisa bekerja di industri farmasi, analisis di BPOM atau bisa juga menjadi wirausahawan. Banyak peluang yang bisa dilakukan sebagai wirausahawan dibidang farmasi yaitu bisnis obat di apotek, bisnis ekstrak/simplisia tanaman obat, bisnis pembuatan produk obat bahan alami, dan yang lainnya. Sehingga jaminan pekerjaan bagi para farmasis lebih terbuka luas dan juga kualitas dalam memproduksi obat-obatan akan semakin meningkat. Untuk itu, semangatlah bagi para farmasis muda yang akan mewujudkan mimpi sebagai seorang apoteker yang berinteligensi tinggi, yang dapat memberikan manfaat kepada masyarakat khususnya Indonesia.[]
Penulis adalah Maulydia Safira, Mahasiswi FMIPA Prodi Farmasi, angkatan 2015.
Editor: Raudhatul Fitri
Walaupun demikian, perkembangan pelayanan farmasi klinik tidaklah sama di semua negara Eropa. Inggris merupakan negara di Eropa yang paling lama menerapkan farmasi klinik. Sebagian besar penelitian tentang peran penting farmasi klinik dalam pelayanan kesehatan sebagian besar diperoleh dari pengalaman di Amerika dan Inggris.