Sri Elmanita S. | DETaK
Sudah 58 tahun Univeritas Syiah Kuala (Unsyiah) didirikan. Lamanya waktu yang telah berjalan seakan digambarkan dengan keadaan taman di sudut kampus ini. Taman Unsyiah menjadi sebutan akrabnya. Taman dengan ukuran yang tidak terlalu besar ini bersebelahan dengan lapangan basket serta skatepark yang mulai tampak menua. Namun, terlihat asri saat memasukinya, dengan pepohonan yang kian meninggi dipadukan dedaunan yang hijau disertai pantulan sinar matahari seolah menyapa di pagi hari ini.
Sungguh hijau pemandangannya dengan tempat duduk yang tersebar di beberapa titik yang rindang membuat setiap orang betah berlama-lama berada di sini. Jalan-jalan setapak yang berada di sekitaran pohon di buat menuju suatu bundaran di tengah taman. Bundaran menjadi tempat terbaik untuk banyak orang berkumpul, apalagi dengan payung langit-langit dan dilindungi pepohonan yang kian meninggi.
Meski masih pukul 08.00 WIB, setiap sudut taman sudah ada yang menempati. Tak jarang hanya seseorang yang diam dan sibuk dengan dirinya sendiri atau kumpulan mahasiswa dengan macam-macam kegiatannya. Bukan hanya mahasiswa Unsyiah yang berkunjung. Mahasiswa UIN Ar-Raniry, STKIP PPG, Pelajar serta masyarakat turut berkunjung dan menikmati suasana di sini.
Fasilitas yang disediakan berupan ayunan, jungkat-jangkit dan lainnya membuat anak-anak juga menjadi bagian dari taman ini. Mereka terlihat begitu antusias bahkan ketika masih berjalan menuju taman. Anak-anak tersebut adalah siswa sekolah dasar dengan seragam olahraga. Sekolah mereka sangat dekat dengan taman ini. Lapangan basket di sebelah taman dijadikan sarana mereka untuk berolahraga. Taman menjadi jalan mereka menuju ke sana. Seolah menjadi penantian, saat melewati taman mereka saling berebutan bermain ayunan atau menaiki jungkat-jangkit. Terlihat sangat bahagia.
Menjadi tempat yang nyaman, Novi Indrianya sering berkunjung ke Taman Unsyiah. Sebelum pergi atau sesudah pulang dari kantor dirinya menyempatkan diri untuk ke taman ini.
“Taman ini menjadi tempat pelepas penat, untuk rileks,” ucap Novi sembari memandang ke langit.
“Sungguh Rindang,” tambahnya.
Taman ini menjadi tempatnya untuk menjauhkan diri dari kebisingan orang-orang disekitarnya. Dirinya duduk di salah satu kursi dengan desain yang terlihat tua, yaitu besi-besi bulat panjang disusun rapi dengan warna yang mulai memudar.
“Penambahan bunga-bunga serta rerumputan yang hijau akan jauh lebih baik. Jadinya seperti taman-taman yang ada di luar sana,” harapnya.
Dedaunan yang berguguran memang menutupi hijaunya rumput di taman ini. Bahkan dedaunan tersebut begitu berserakan di sepanjang jalan setapak taman.
Kurang terawat menjadi salah satu aspek yang menurunkan kualitas dari Taman Unsyiah. Tak heran fasilitas di sini mulai memudar dan bahkan ada yang berubah fungsi. Ayunan yang mulai berkarat dan rusak, dijadikan objek foto estetis khas anak muda. Tidak ada perawatan terhadap fasilitas tersebut. Fasilitas seakan dibiarkan merawat dirinya sendiri dengan keadaan yang terus berlalu.
“Taman ini semakin tidak terawat,” sesal Novi.
Terlihat serakan sampah-sampah kecil juga adanya tumpukan sampah di sudut taman yang sudah mulai membau. Dan ada beberapa karung yang berisi sampah daun-daun kering yang disandarkan di batang pohon. Alasan terbesar hal ini terjadi karena tidak adanya tong sampah yang diletakkan di tengah atau di sudut taman. Taman seakan membiarkan para pengunjung untuk meninggalkan sampah di mana saja. Dan taman dibiarkan mengurai sendiri sampah plastik, botol, sedotan, tusuk sate, dan sampah lainnya yang dibuang pengunjung.
Nasir dari Biro Kemahasiswaan menyatakan bahwasanya petugas kebersihan yang ditugaskan menjaga dan menangani kebersihan di taman sudah ada. Hanya saja sampah yang terus menerus ada menyebabkan kebersihan sedikit sulit ditangani. Kesadaran diri dari mahasiswa Unsyiah yang berkunjung ke taman dalam masalah sampah ini sangat ditekankan oleh Nasir. Diharapkan mahasiswa Unsyiah dapat menjadi contoh bagi setiap pengunjung lainnya. Mengenai permasalahan infrastruktur seperti pengadaan tempat sampah, perbaikan fasilitas yang berupa permainan dan lainnya, penanaman bunga serta pengecatan banyak hal seperti tempat duduk atau bundaran yang berada di tengah taman ini tidak ada dikomentari oleh Nasir. Dirinya seakan enggan membuka suara atas hal itu.
Di sisi lain dari masalah sampah yang terus menerus terjadi dan sulit ditangani. Mahasiswa atau masyarakat yang datang berduaan dengan yang bukan muhrim lalu duduk di sudut-sudut taman, menjadi masalah yang lebih serius lagi. Qanun yaitu peraturan daerah yang diberlakukan di Provinsi Aceh yang dikenal dengan Syariat Islamnya menjadi suatu acuan dalam setiap orang berperilaku. Masalah tersebut menjadi suatu hal yang diatur di dalam Qanun.
Dapat dilihat di sudut-sudut strategis taman ini menjadi tempat yang seakan suci. Ada tiang-tiang berwarna putih yang dipasangkan Qanun di atasnya. Yaitu Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat yang terbagi atas Khalwat yaitu berdua-duaan dengan bukan mahram di tempat tersembunyi, Ikhtilath yaitu perbuatan bermesraan yang bukan suami-istri di tempat tertutup atau terbuka, dan Zina yang diartikan sebagai persetubuhan antara laki-laki dengan perempuan tanpa ikatan nikah. Sudah jelas sekali isi Qanun, bahkan strategis tempatnya untuk dibaca bagi setiap orang yang datang ke taman. Bukan hanya berupa peraturannya, tapi juga hukuman yang dijatuhkan pada orang yang melakukannya juga dicantumkan di tiang itu. Mungkin dianggap tidak penting, hingga banyak yang tidak patuh dalam menanggapinya.
“Seharusnya ada yang memang ditugaskan untuk mengontrol hal tersebut,” ungkap Meutia Desi.
Dengan adanya seseorang yang ditugaskan dalam menangani pengawasan tentunya akan mengurangi hal itu terjadi, apalagi ini di lingkungan yang dipasang Qanun tersebut. Jika hanya sekadar Qanun yang dipasangkan tanpa adanya pihak yang turun langsung, tak akan ada yang terjalankan. Kecuali bagi orang-orang yang sadar.
Mahasiswa atau masyarakat yang bukan muhrim yang berduaan selalu menjadi sorotan jika berada di sekitar taman. Sebahagian besar dari mereka merasa tidak terganggu dengan tatapan itu. Padahal mereka telah melanggar peraturan yang berlaku.
“Kami merasa terganggu dengan kehadiran mereka,” jelas Cut Agustian sebagai salah satu yang merasa terganggu dengan adanya pasangan yang berduaan tersebut.
Merasa terganggu karena mereka telah melanggar aturan dan tidak sadar. Juga di sekitaran taman bukan hanya ada mahasiswa tapi juga ada siswa TK dan SD yang mereka juga bermain di taman ini. Jelas bahwa pengunjung takut hal ini berdampak negatif terhadap pemikiran anak-anak tersebut.
Waktu menjadi suatu hal yang begitu penting di dalam kehidupan ini bahkan diingatkan juga melalui Qanun yang dipasangkan. Merah tintanya yang menyatakan “Batas Waktu Berada di Sekitar Sini Jam 18.00 WIB” bertujuan untuk melindungi mahasiswa bersamaan dengan adat yang harus dipatuhi. Satu per satu orang meninggalkan taman ini, juga dengan meninggalkan sampah seolah menjadi hadiah bagi taman di sore hari. Senja bersama taman dihadiahkan sampah dari calon sarjana di masa depan nanti. []
Editor: Herry Anugerah