Cut Lusi Chairun Nisak | DETaK
Darussalam – Dalam rangka memperingati dies natalies ke 51, Center for Peace and Conflict Resolution Studies Syiah Kuala University (CPCRS) dan Japan University Consortium for Peace and Human Security (JUC-PASHA) mengadakan simposium damai dan keamanan manusia di AAC Dayan Dawood, Banda Aceh. Sabtu (8/9/2012).
Acara ini diikuti oleh lebih dari 93 undangan yang berasal dari berbagai kalangan , antara lain puluhan mahasiswa/i Jepang yang berasal dari berbagai universitas di Jepang, seperti Osaka University, PAYAP University, Nagasaki University, Hirosima University, dan lain sebagainya.
Simposium yang dibuka oleh Pejabat Rektor Unsyiah, Samsul Rizal, ini diisi oleh pemateri yang berasal dari dalam dan luar negeri seperti Dr. Ichsan Malik dari Univertas Indonesia, Kamarullah Askandar dari Universiti Sains Malaysia, Dr. Saiful dari International Centre for Aceh and Indian Ocean Studies (ICAIOS) Banda Aceh, Dr. Christopher K.Lamont dari University of Groningen, Rizal G. Buendia, PhD dari De La Salle University, dan Dr. Antero Benedito da Silva dari Natinal University of Timor Lorosa’e.
Saifuddin Bantasyam, koordinator acara mengatakan, simposium ini merupakan salah satu program antara Unsyiah dan Universitas Jepang. “Programnya ada dalam bentuk pertukaran pelajar, jadi unsyiah mengirim beberapa mahasiswa ke beberapa universitas di Jepang dan Jepang juga mengirim beberapa mahasiswa Jepang, dalam bentuk program jangka pendek dan juga program satu semester. Untuk semester sekarang ini, fakultas hukum menerima satu mahasiswa,” ujarnya di sela-sela acara.
Acara simposium yang bertajuk International Symposium Strengthening Peace and Human Security Experience from the Field ini menurutnya memang berkaitan dengan perkembangan-perkembangan yang ada di Aceh dengan melihat pengalaman-pengalaman negara lain. “Khususnya dalam rangka menjaga perdamaian di Aceh, seperti dari Jepang, Timur Leste, Filipina, Malaysia, sehingga semua yang berhadir dapat saling berbagi,” jelasnya kembali.
Ia juga berharap forum-forum international seperti ini dapat sering-sering dilakukan, “sehingga tidak selalu kita diskusi di luar, jadi jika ada simposium berbahasa asing seperti ini kita diam,” tutupnya. []