Museum Aceh
Museum Negeri Banda Aceh, merupakan salah satu tempat rekreasi bagi masyarakat. Baik dari kalangan umum, mahasiswa, pelajar hingga murid Sekolah dasar (SD). Selain dari Banda Aceh, pengunjung juga datang dari berbagai daerah di Provinsi Aceh, khususnya pada hari libur sekolah.
Hal inilah yang sempat DETaK lihat saat berkunjung ke Museum tersebut, remaja berpakaian putih abu-abu terlihat asik mengamati berbagai benda sejarah yang terpajang di museum. Sesekali mereka bertanya kepada pengawas museum tentang benda-benda yang terpajang. “Kebetulan kami sedang mendapat tugas dari sekolah. Selain untuk belajar, ternyata Museum bisa menjadi tempat rekreasi yang bermanfaat,” ujar Husna, salah seorang pelajar SMU kepada DETaK, 27 Januari 2010.
Namun, jumlah pengunjung ini, umumnya hanya ramai pada masa liburan saja. Bila pada hari-hari biasa, pengunjung sangat sedikit.
Menurut Ketua Seksi Koleksi Museum Negeri Aceh, Edeh Warningsih, pengunjung yang datang bukan hanya dari kalangan anak-anak sekolah saja, juga ada dari kalangan mahasiswa maupun masyrakat biasa, yang masih peduli dan ingin tahu dengan benda-benda yang di tinggalkan oleh pahlawan kita dulu.
Namun, sebut Edeh Warningsih, pengunjung yang datang lebih banyak pada musim liburan sekolah saja atau pengunjung musiman. Sedangkan anak-anak sekolah memang lebih sering datang. Karena itu, pihaknya membuka waktu kunjung museum dari hari Selasa sampai Minggu.
Menariknya, ternyata pengunjung museum Aceh ini bukan hanya dari Aceh, bahkan pengunjung Museum yang menyimpan berbagai benda purbakala Aceh ini didatangi parawisatawan dari luar negeri, seperti Belanda, misalnya.
“Beberapa saat lalu, banyak pengunjung dari luar negeri yang kemari. Mereka adalah anak-cucu dari petinggi Belanda yang pernah membangun museum ini,” ungkap Edeh Warningsih.
Museum Aceh sendirimemiliki dua buah bangunan yang terpisah. Yaitu, satu gedung yang memamerkan benda-benda bersejarah atau sering disebut Gedung Pameran Tetap, sedangkan gedung satunya lagi adalah Rumoh Aceh.
Untuk Gedung Pameran tetap, terdiri dari empat lantai. Disinilah benda-benda sejarah Aceh, mulai dari masa prasejarah hingga masa perjuangan melawan penjajah, dipamerkan. Mulai dari benda sejarah yang kecil maupun benda sejarah yang besar, seperti foto-foto atau lukisan, batu nisan, mata uang, peralatan berburu, senjata, pelaminan, pakaian adat dan lain sebagainya.
Dari segi koleksi benda-benda tersebut juga masih terjaga. “Jumlah koleksi yang masih ada di meseum ini mencapai 5.964 koleksi,” ungkap Edeh Warningsih.
Selain itu, benda sejarah yang terdapat di mesum ini pun sering di dipinjamkan untuk dipamerkan. Sebagaimana pameran benda-benda kuno pada acara Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) lalu. Bahkan, sesekali dipinjamkan ke Luar Negeri. “Barang-barang yang telah dipinjam atau dipakai untuk event-event sepeti PKA itu, kami mengadakan pengawasan yang ketat sampai barang tersebut dikembalikan,” kata Yudi Andika, selaku bendahara museum.
Upaya ini, sebut Andika, dilakukan untuk menhindari kehilangan dan kerusakan barang-barang yang telah dipinjamkan. “ Jika ada barang-barang yang telah dipinjamkan itu hilang akan kami buat Berita Acara, harus ada konfirmasi dan asuransi. Namu Alhamdulillah, hingga saat ini belum ada yang hilang.
Selain itu, untuk menjaga benda-benda tersebut, manajemen museum juga melakukan pembersihan benda-benda di museum. Biasanya, pembersihan dilakukan pada hari Senin, dimana pada hari tersebut para pengunjung dilarang untuk berkunjung.
Sayangnya, sebagaimana informasi yang DETaK peroleh, masih banyak benda sejarah Aceh yang belum bisa dikumpulkan di museum ini. Banyak benda sejarah Aceh yang berada ditangan masyarakat berpindah kepada kolektor benda sejarah karena sejumlah uang. Bahkan, tidak sedikit benda sejarah Aceh yang berada diluar negeri. ***
Short URL: https://detak-unsyiah.com/?p=36