Opini | DETaK
Isu makar yang saat ini sedang hangat diperbincangkan, menjadi polemik di beberapa kalangan. Sangkaan makar aparat penegak hukum yang dialamatkan kepada Hermawan Susanto (HS) dinilai memiliki kemungkinan kesalahan pemahaman mengenai hakikat delik makar dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Penulis kali ini mencoba menguraikan sedikit opini penulis tentang apa arti delik makar dan kaitannya dengan kasus ini.
Makar berasal dari kata Aanslag yang secara harfiah berarti penyerangan. Dalam kasus ini, HS terbukti mengancam akan memenggal kepala Jokowi. Kemudian, HS dijerat Pasal 104 KUHP, yang isinya sebagai berikut:
“Makar yang dilakukan dengan niat hendak membunuh Presiden atau wakil Presiden atau dengan maksud hendak merampas kemerdekaannya atau hendak menjadikan mereka itu tiada cakap memerintah, dihukum mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara paling lama 20 puluh tahun.”
Makar merupakan kejahatan formil, yang tidak mensyaratkan timbulnya akibat sebagai syarat selesainya kejahatan. Untuk selesainya kejahatan secara sempurna tidak diperlukan akibat meninggalnya, kehilangan kemerdekaannya maupun sudah benar-benar presiden atau wakilnya tidak mampu lagi menjalankan pemerintahan. Dengan dianggapnya makar sebagai delik formil, maka polisi berani beralibi HS melakukan makar.
Lalu timbul pertanyaan, apakah mengancam memenggal Presiden dapat dipidana makar? Kapan seseorang dapat dikatakan melakukan makar? Menurut penulis, tergantung dari niat pengancam tersebut. Perlu diketahui bahwa bentuk perbuatan tersebut tidak dapat serta-merta langsung dikatakan telah melakukan makar, perlu pembuktian pemenuhan unsur-unsur pidananya.
Dalam hal ini, seseorang dapat dikatakan makar apabila adanya perbuatan-perbuatan pelaksanaan. Hal tersebut dapat dilihat di Pasal 87 KUHP, yang pada intinya dikatakan ada makar apabila niat untuk itu telah nyata dari adanya permulaan pelaksanaan.
Lebih lanjut R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan bahwa perbuatan-perbuatan persiapan tidak masuk dalam pengertian makar. Yang masuk dalam pengertian aanslag hanyalah perbuatan-perbuatan pelaksanaan. Jadi apabila seseorang baru melakukan perbuatan persiapan saja, ia belum dapat dihukum dengan delik ini. Supaya dapat dihukum, ia harus sudah memulai melakukan perbuatan pelaksanaan.
Kemudian, kita dapat bertanya apakah ancaman HS merupakan perbuatan nyata? Secara sekilas, kita hanya melihat HS melakukan itu di sela-sela aksi unjuk rasa di depan Gedung Bawaslu, yang mana aksi tersebut bukan untuk tujuan menyerang presiden. Setelah pengancaman tersebut, ia kembali ke rumahnya melakukan aktivitas biasa sehari-hari, tidak ada tindak lanjut dari perbuatannya mengancam presiden tersebut. []
Penulis: Herry A.