DETaK | Banda Aceh – Pada hari kedua workshop dan Focused Groups Discussion (FGD) yang diselenggarakan United Nations Development Programme (UNDP) di Hotel The Pade, Minggu (16/10/2011) diisi oleh pemateri sekaligus wartawan senior, yaitu Ahmad Arif dari Kompas dan Adi Warsidi dari Tempo. Keduanya membahas konsep-konsep advokasi yang dapat dilakukan media dan strategi serta program organisasi jurnalis dalam pengurangan resiko bencana.
Pada sesi materi pertama, Ahmad Arif memaparkan pengalamannya meliput bencana di Jepang dan berbagai kesiapan para jurnalis dalam melakukan peliputan di daerah bencana. Namun, lanjut Arif, pada kenyataannya jurnalis Indonesia sering mengabaikan konsep jurnalisme bencana, seperti pengetahuan informasi sebelum bencana, kesiapan menghadapi narasumber dan keselamatannya. “Seperti kematian seorang wartawan Vivanews pada saat melakukan peliputan di Merapi,” ujar Arif.
Zulkarnaini, perwakilan Bisnis Indonesia juga mengemukan materi-materi yang disampaikan Arif sangatlah penting untuk dipelajari, seperti mengetahui kesiapan sebelum liputan dan etika jurnalis di kawasan bencana. Pengetahuan itu harus dipahami jurnalis Indonesia. “Kita tidak hanya mengejar berita, tapi juga menjaga etika terhadap korban dan keselamatan diri kita,” ungkapnya.
Kondisi Aceh yang rawan bencana, seharusnya ada persiapan penanggulangan dan pengurangan resiko bencana, seperti bagaimana menulis untuk memberi pemahaman dan advokasi pada masyarakat. “Masyarakat pada umumnya mengandalkan media sebagai sumber informasi dalam pengurangan resiko bencana,” ungkap Adi Warsidi saat sesi materinya. [Ferdian A Majni]