Indah Latifa | DETaK
Aceh Besar – Objek wisata itu tampak sepi saat kami memarkirkan kendaraan, tampaknya motor yang lebih ramai terparkir di tepi jalan itu pemiliknya lebih senang menghabiskan waktunya di warung kopi seberang. Perempuan berkerudung merah muda yang awalnya duduk di bilik tiket tlah lenyap dari tempat itu. Ternyata ia tengah berbincang dengan seorang wanita berpakaian serba hitam di dekat jalan masuk lokasi wisata. Sampai akhirnya perempuan serba hitam itu diperkenalkan kepada kami sebagai seorang yang akan memberi segenap informasi mengenai satwa yang ada di Taman Rusa itu.
Ialah Hamidah, Person in Charge (PIC) yang membantu mengelola Taman Rusa meski baru delapan bulan lamanya ia bekerja di sana. Ditemani dinginnya es teh, ia menceritakan banyak hal terkait hewan-hewan di tempat itu yang statusnya dilindungi. Namun akhirnya kami memilih untuk menyambangi kandang-kandang yang nyaris semuanya punya penghuni itu.
Satu per satu satwa yang ada dijelaskan secara singkat oleh Hamidah, mulai dari berbagai jenis ungas, landak, buaya, beruang madu, hingga kami tiba di salah satu kandang berisi makhluk berbulu hitam seukuran balita tengah duduk di ujung kandang berbatas kawat dengan rongga yang hanya bisa dimasuki jari telunjuk manusia itu.
“Inilah siamang,” kata Hamidah.
Siamang adalah salah satu satwa yang hidupnya terancam kepunahan. Banyaknya penangkapan hewan berbulu hitam ini membuat jumlahnya perlahan berkurang. Padahal, hewan ini statusnya dilindungi.
Marques namanya, adalah siamang jantan berusia satu tahun yang baru 2 bulan ada di Taman Rusa, tepatnya pada Agustus 2022 kera jenis owa itu dibawa masuk ke tempat ini. Berdasarkan pengakuan Hamidah, Marques merupakan hasil sitaan Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dari Bupati Aceh Jaya.
Marques, kata Hamidah, tak pernah mau dengan siapapun saat pertama kali dibawa ke lokasi Taman Rusa. Entah apa penyebab owa hitam itu berperilaku begitu, Hamidah tak memberi tahu.
“Pertama dia ke sini dia nggak mau sama orang , dia maunya cuma sama yang dari pihak BKSDA-nya,” ujar Hamidah. Siamang itu bangkit dari duduknya dan berpindah posisi paling dekat dengan Hamidah.
Disebut, Marques saat itu sangat kotor dan terawat, bahkan sampai tak mau dipegang siapapun dan tak mau mandi.
“Cuma pas diserahin di sini, dia nggak kek gini, nggak sebersih ini. Dia kotor, dia nggak suka mandi, kalau dulu bulunya pas pertama masuk di sini menggumpal-gumpal, bekas makanan, bau, dia takut air ngggak mau mandi,” ungkap Hamida sambil mengelus punggung Marques dari balik pagar kawat.
Namun Hamidah menyebutkan bahwa pihaknya tak tinggal diam dan menerima saja perilaku Marques. Mereka selalu melakukan pendekatan hingga akhirnya siamang itu mau mandi.
“Kita mandikan teratur, kita pake shampo khusus binatang, mandinya dia harus siang saat cuaca terik gitu. Mandinya bisa tiap hari, bisa dua hari sekali, tergantung dia maunya kapan, nggak bisa kita paksa nanti dia stress.”
Hamidah bercerita sambil terus mengelus kecil punggung Marques, setiap kali Hamidah bergeser, hewan itu bergeser ke arah Hamidah. “Dia suka dipegang punggungnya,” ujar Hamidah senyum.
“Tapi ini perubahan yang sangat signifikan, dia tubuhnya udah bersih , dia juga aktif nggak takut sama manusia lagi. sekarang dia udah termasuk sangat jinak, dia mau sama keeper-keeper yang di sini,” sambung Hamidah menjelaskan. Sementara hewan yang tinggal di sebelah kandang Marques terus menggumamkan kata “samlekom” tak henti-hentinya.
Mentari makin surut ke uzur, kami melanjutkan perjalan ke kandang lain. Kandang yang letaknya tak jauh dari kandang Marques, namun posisinya sendirian. Kandang Wilona, seekor lagi siamang betina yang lebih tua dari Marques.
Sepasang siamang itu hidup terpisah kandang, Marques sang jantan tinggal bersebelahan dengan seekor kakak tua putih, sementara Wilona, si betina, mendapat kandang sendiri yang letaknya agak jauh dari hewan-hewan lainnya. Hamidah bilang, Wilona punya trauma yang lama sekali sembuhnya.
“Karna dulu pernah dimainin sama orang sampe akhirnya dia trauma. Pas sampe ke sini itu mungkin ada sedikit problem ya, jadi dia stress, menghindari manusia.”
Siamang yang sudah dua tahun tinggal di Taman Rusa ini jika dilihat-lihat memang terlihat lebih murung jika dibandingkan dengan Marques. Begitu kami tiba, hewan itu langsung pindah duduk ke sudut kandang. Wilona ternyata juga merupakan hasil sitaan BKSDA, namun ia merupakan sitaan dari masyarakat yang memeliharanya yang tak tahu bahwa owa siamang merupakan hewan yang dilindungi..
Hamidah, sambil memandang Wilona sedih mengatakan hewan juga punya mental seperti halnya manusia. Sehingga perlu memperhatikan kesehatan mental satwa agar ia tak mengalami trauma mendalam yang membuatnya membenci manusia.
“Kalau misalnya kita ada mental health, mereka juga kayak gitu, mereka ada namanya kesehatan mental satwa. Kita harus memperhatikan kesejahteraan dan kesehatan mental satwa. Itu program dari lembaga konservasi,“ lanjut Hamidah menegaskan.
Berbagai upaya pendekatan dan penggayaan telah dilakukan, Wilona malang masih belum lepas dari traumanya. “Biasanya kalau kita datang ke sini dia langsung masuk ke tempat tidurnya,” ucap Hamidah memperhatikan gerak-gerik Wilona.
Namun diungkapkan bahwa Wilona sudah mulai sembuh, ia tak lagi terus-terus tidur di tempat tidurnya. Saat kami mendekat ke kandang, Wilona pada mulanya berpindah ke pojok kandang, namun lama-kelamaan ia mendaangi salah satu dari kami dan menempelkan wajahnya ke kandang kawatnya itu.
“Biasanya dia nggak mau sama manusia. Ini udah perkembangn yg sangat pesat, dia udah mulai sembuh,” kata Hamidah sedikit terkejut, Wilona sudah mulai membuka dirinya, ia menghampiri kami. Owa itu menempelkan sebelah kanan sisi wajahnya ke sisi kandang yang paling dekat dengan kami.
Hamidah, ia mengaku sangat menyayangi kedua siamang tersebut. Katanya, ia tak mau anak cucunya hanya mendengar kisah hewan-hewan yang saat ini sudah terancam punah telah lenyap. Namun, ia juga turut mengajak masyarakat ke Taman Rusa, karena selain untuk edukasi, uang hasil pembelian tiket itu juga akan dibelikan untuk pakan dan perawatan satwa-satwa yang terdapat di sana.
“Dengan Anda mengunjungui Taman Rusa, Anda sudah termasuk dalam melestarikan satwa. Karna kenapa, karna dari hasil tiket masuk yang kita dapat tu kita beli pakan untuk dia, kita rawat dia, kita lakukan pengecekan kesehatan kita juga mereproduksi lagi untuk anakan-anakannya,” pungkas Hamidah mengakhiri perjalanan kami karna ia harus melanjutkan pekerjaannya di kantor.[]
Editor: Sahida Purnama