Oleh Raudhatul Fitri
ketika garudaku menghempaskan sayapnya
ia terbang tinggi meninggalkan tanah ibu pertiwi
bersisalah jejak-jejaknya yang mulai berdusta
menghalangi tegaknya kibaran sang saka
negeriku indah, negeri tapioka
negeriku tanah pijakan orang kaya
yang malang hanya melata, dan ditindas semakin tak berdaya
melawan dengan air mata, tanpa senjata, dan dijadikan tersangka
mereka wajah-wajah tak berdosa, hilang ditelan sejarah negara.
kemudian garudaku kembali terbang ke sudut yang berbeda
menyaksikan si tua bangka mengais sisa-sisa
anak-anak negeriku busung lapar, anak negeriku gelandangan, anak negeriku preman pasar,
anak negeriku menangis dalam gendongan, kedinginan di tengah malam.
negeriku negri tapioka, yang kaya kian kaya bebas berpijak bahkan menginjak benderaku tercinta.
haruskahku alpa pada kenyataan yang ada, dimana wanita terlantar tanpa suami, dimana janda-janda tua meniup bara tungku api
haruskah pemuda-pemudaku menjadi gila karena tak dapat kerja.
haruskan gadis-gadis desa menjadi PSK di kota-kota, menjadi wajah-wajah hina dimata mereka orang kaya.
padahal uang mereka juga mengalir ke sana. oh,..
nageriku negri tapioka, sepertinya darah pejuangku mulai dihina
diabaikan di negara juangnya
garudaku kembalilah terbang, saksikanlah di sana!
si gendut berdasi berfoya-foya, bercinta dengan wanita-wanita muda.
oh,… disana istri-istri mereka belanja, dengan uang negara. sedangkan di sudut sana si tua bangka pergi menghadap tuhan yang maha esa, menghembuskan nafas terakhirnya dalam kesedihan yang nyata.
inilah anehnya negri tapioka
hanya untuk mereka yang kaya raya, dengan uang rakyat
dusta! negeri tapioka!
Penulis bernama lengkap Raudhatul Fitri, sekarang menempuh pendidikan di FKIP Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Syiah Kuala.
Editor: M Fajarli Iqbal