Sulistiono | DETaK
Banda Aceh – Sikap Rektor Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Darni M. Daud yang mendaftarkan diri dalam bursa pencalonan Gubernur Aceh dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Aceh mendatang menimbulkan pro-kontra tersendiri dalam lingkungan civitas akademika Unsyiah. Hal tersebut terkait dengan status Pegawai Negeri Sipil (PNS)-nya sebagai Rektor aktif saat ini di Unsyiah. Polemik soal status PNS Darni sebagai Rektor itu marak dibicarakan antar-sesama dosen Unsyiah, baik di kantin-kantin fakultas maupun milis di internet.
Menanggapi hal tersebut, Guru Besar Fakultas Hukum (FH) Unsyiah yang juga anggota senat Unsyiah, Prof. DR. Husni Djalil, SH, M.Hum, mengatakan kalau merunut pada Undang-Undang (UU) sudah jelas bahwa Darni harus mengundurkan diri dari jabatan PNS. Misalnya UU. No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 24 tahun 2010 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor/Ketua/Direktur pada Perguruan Tinggi (PT) yang Diselenggarakan oleh Pemerintah dan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negera (PKBKN) No. 10 tahun 2005 tentang PNS yang Menjadi Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.
Tapi, walaupun Darni sudah mendaftarkan diri sebagai bakal calon (balon) Gubernur, untuk sementara ia masih bisa menjabat sebagai Rektor selama belum ditetapkan secara resmi oleh Komite Independen Pemilihan (KIP) sebagai Calon Gubernur (Cagub) dan juga menunggu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tanggal 18 November mendatang tentang tahapan Pilkada Aceh. “Jika nantinya Darni memang sudah resmi menjadi cagub, yang jelas rapat senat pasti ada.Walaupun tidak membicarakan hal ini secara khusus, tapi akan diselipkan dalam pokok bahasan,” kata Husni, Rabu (16/11/2011). Namun, lanjut Husni Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) yang berwenang harus mengawasi dan menindak setiap pelanggaran.
Darni yang juga Ketua Senat Unsyiah belum pernah membicarakan soal pencalonannya secara resmi melalui rapat senat. Darni pernah mengatakan akan membuat rapat senat ketika dia sudah positif dicalonkan oleh Partai Politik (Parpol) pada saat masih berlangsung tahapan pendaftaran putaran pertama dan sampai saat ini belum ada rapat senat universitas. “Secara etika, seharusnya Darni menjelaskan kepada senat tentang pencalonannya sebagai Gubernur, apakah forum senat menyetujuinya atau tidak,” sambung Husni lagi. Mengenai masalah Darni maju sebagai Cagub, Husni berpendapat bahwa hal tersebut merupakan hak pribadi Darni, sepanjang sesuai dengan aturan main dan tidak mengganggu jalannya proses kelembagaan, dalam hal ini Unsyiah.
Sementara itu, Presiden Mahasiswa (Presma) Unsyiah, Furqan Ishak Aksa berharap setelah Darni resmi ditetapkan menjadi Cagub Aceh dan sudah memasuki masa kampanye, Darni harus segera menyerahkan BL 7 (Plat mobil dinasnya di Unsyiah, -red)-nya dan tidak menggunakan aset-aset yang ada di Unsyiah untuk keperluan kampanye. “Apabila setelah ditetapkan sebagai kandidat (Cagub) Darni belum menyerahkan jabatannya, maka Pema (Pemerintahan Mahasiswa, -red) Unsyiah akan memimpin di barisan depan untuk menuntut beliau,” katanya, Rabu (16/11/2011). Dia pun tidak mempersoalkan Darni mencalonkan diri sebagai salah satu kandidat Cagub karena itu hak pribadinya sebagai warga negara dan dalam hal ini Furqan lebih bersikap netral. []