Anggita Rezki Amelia | DETaK
Darussalam – “Wanita-wanita di zaman kolonial dulu sangat terkekang kebebasannya, karena itu Kartini hadir sebagai sosok wanita yang memperjuangkan hak-hak perempuan. Jadi, Kartini lah pelopor emansipasi wanita Indonesia yang peduli terhadap perempuan terlepas dia anak bangsawan” tutur Cut Sri Rahmayani, Mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsyiah kepada DETaK Sabtu, (21/4/2012).
Berbagai tanggapan disampaikan oleh mahasiswa Unsyiah mengenai perayaan Hari Kartini. Raden Adjeng Kartini lahir di Jepara, 21 April 1879 lalu dan merupakan pelopor kebangkitan perempuan pribumi. Hari Kartini sendiri diperingati setelah keluaranya Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964 dan menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
Maka tak hanya Rahmayani, Yaum Aamruna mahasiswa letting 2010 yang saat ini tengah menggeluti Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran, punya pemikiran tersendiri menanggapi hari lahir Kartini. “Hari kartini adalah hari dimana dimulainya semua hak wanita itu sama dengan laki-laki. Tapi, tidak semua hak wanita itu sama dengan laki-laki karena wanita mempunyai kodratnya sendiri” terangnya. Bagi Yaum, Kartini lah sang pelopor wanita yang memperjuangkan hak wanita Indonesia yang mana di era Kolonial Belanda, wanita dilarang menuntut ilmu,terlebih lagi yang bukan berasal dari keluarga bangsawan.
Berbeda dengan Yaum, Pratiwi Pangestu merasa mahasiswa khususnya Unsyiah masih kurang mengapresiasikan hari Kartini. “Bahkan tingkat di kelas saya saja, tidak banyak yang mengucapkan selamat hari Kartini” sebutnya. Pratiwi merupakan mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah jurusan Bahasa Inggris.[]