Aditya Fitrianto [AM]|DETaK
Darussalam – “Kata orang bijak, dalam sebuah grup, kalau kita enggak bertengkar itu berarti enggak sayang,” kata Rachmad salah seorang anggota Geumeutoe, ketika ditanyai detakusk.com perihal rahasia dibalik kesuksesan mereka dalam program Youth Competition for Disaster Education JENESYS 2.0, Sabtu (8/2/14).
Geumeutoe merupakan salah satu dari keenam tim lain yang akan berkunjung ke Jepang dan akan mempelajari pendidikan kebencanaan di sana, selama dua minggu. Tim yang merupakan kombinasi mahasiswa dari dua universitas, Unsyiah dan STIMIK U’budiyah, ini mengungkapkan bahwa komitmen dan solid adalah kunci kesuksesan tim mereka.
Aslan Saputra menambahkan “dalam tim ini, kami bukan termasuk kumpulan orang-orang luar biasa di luar sana, jadi kami bisa saling mengisi. Masing-masing memiliki kelebihan dan saling menutupi kekurangan yang lainnya, saling melengkapi,” ujar salah anggota Geumeutoe yang juga menyenangi desain grafis ini.
Mereka memaparkan bahwa nama Geumeutoe diambil dari bahasa Aceh yang berarti lebah.
“Lebah hewan yang baik, menghasilkan yang baik, makan yang baik, dan tidak merusak,” tambah Aslan. Tim yang terbentuk melalui proses yang panjang ini memiliki cita-cita mengubah Geumeutoe menjadi sebuah komunitas besar yang bergerak di bidang aksi kemanusian dan kebencanaan sepulang dari Jepang nanti.
Nurhasanah, anggota tim ini, yang juga akrab disapa Sanah mengatakan bahwa nantinya mereka akan mengajak siapa saja yang mau dan berkomitmen dalam aksi kemanusian dan peduli bencana untuk bergabung dalam Geumeutoe.
“Kita ingin anak-anak Aceh yang lainnya bisa seperti kita, jangan takut untuk mencoba. Anak-anak Aceh harus berani menantang diri sendiri dan lebih peka melihat apa yang terjadi disekitar. Jangan asik dengan dunia mereka sendiri,” harap Liza, leader Geumeutoe.[]