Beranda Headline Bireuen, Pusat Garam Terbesar di Aceh

Bireuen, Pusat Garam Terbesar di Aceh

BERBAGI
suasana diskusi roadshow film dokumenter Eagle Award 2013 di Auditorium FKIP Unsyiah (foto : Al-Mukarramah/DETaK)
suasana diskusi roadshow film dokumenter Eagle Award 2013 di Auditorium FKIP Unsyiah (foto : Al-Mukarramah/DETaK)

Anggita Rezki Amelia | DETaK

Darussalam- “Bireuen pusat garam terbesar di Aceh,” kata Azhari, sineas muda asal Aceh, yang sukses menggarap film dokumenter “Garamku Tidak Asin Lagi”.  Dalam acara roadshow Eagle Award Documentary Competition (EADC) 2013, Azhari menjelaskan tentang bagaimana cikal bakal ia dan Jamaluddin Phonnna dalam memilih Bireuen sebagai lokasi pengambilan gambar film dokumenter tersebut..

Pada kegiatan yang berlangsung di Auditoruim Gedung FKIP Unsyiah, Rabu (1/5/2013), Azhari mengaku bahwa dalam membuat film dokumenter tidak ada unsur rekayasa. “Tidak ada rekayasa, bahkan kami melakukan pendekatan selama dua hingga tiga bulan,” kenangnya.

Iklan Souvenir DETaK

Tak hanya membahas film dokumenter karya Azhari dan Jamaluddin Phonna (Garamku Tak Asin Lagi), namun roadshow tersebut juga membedah film dokumenter karya Ronny Chandra yang berjudul “Sejarah Negeri yang Karam”. Film tersebut bercerita tentang situasi 11 bulan pasca tsunami Aceh. Dalam film dokumenter itu, Ronny mengambil angle desa Ulee Lheue yang saat itu belum tersentuh rumah bantuan dari pemerintah.

Endah WS, manager EADC 2013 mengatakan, film dokumenter ialah hal yang diangkat dai kehidupan biasa, “Semuanya diangkat dari latar belakang keadaan yang ada di Indonesia,” katanya dalam sesi tanya jawab roadshow EADC 2013.

Film Garamku Tidak Asin Lagi merupakan karya dokumenter, yang menjadi favorit juri pada ajang Eagle Award Metro TV 2011 silam. Film tersebut berkisah tentang para petani garam di Bireun yang kondisi kehidupan mereka memprihatinkan. Azhari dan Jamaluddin Phonna mengangkat sisi kehidupan petani garam di Bireuen yang garamnya tidak laku lagi dipasaran, akibat pasokan garam impor dari luar.[]