Tim Riset & Data | DETaK
Darussalam- Isu pemerataan pendidikan kerap menjadi momok bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Pemerintah berupaya melalui berbagai kebijakannya untuk memberikan kesempatan belajar yang sama ke seluruh penjuru negeri. Salah satunya adalah dengan pemberian beasiswa Bidikmisi bagi siswa-siswa kurang mampu secara ekonomi untuk melanjutkan studinya ke Perguruan Tinggi, sehingga hal tersebut diharapkan dapat memutus mata rantai kemiskinan.
Kebijakan ini tentu memiliki hal positif, tetapi ada saja oknum yang tak bertanggung jawab memanfaatkan momentum ini untuk memperkaya diri sendiri. Berdasarkan artikel yang dikeluarkan detak-unsyiah.com yang berjudul “Penerima Bidikmisi Tak Pantas, Apa yang Salah?”, sejumlah mahasiswa mengaku mendapati penerima Bidikmisi yang tak layak. Untuk itu, Tim Riset dan Data DETaK Unsyiah mencoba mengulik penyebab peluang tersebut muncul.
Mari dimulai dengan menyoroti jumlah penerimaan mahasiswa Bidikmisi Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) pada tahun 2019. Berdasarkan rilis Kompas mengenai “10 PTN Terbanyak Penerima Siswa Bidikmisi SNMPTN 2019”, Unsyiah menempati peringkat ketiga dengan menerima 1.063 siswa di bawah Universitas Negeri Padang dan Universitas Halu Oleo Kendari. Sedangkan jumlah siswa yang lulus dalam Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2019 di Unsyiah tercatat sebanyak 2.039 siswa.
Dari fakta tersebut, dapat diambil kesimpulan sebanyak 52,13% siswa yang lulus SNMPTN merupakan siswa yang memperoleh kesempatan Bidikmisi. Hal ini membuktikan bahwa peluang untuk menerima beasiswa tersebut cukup besar untuk siswa-siswa yang tentunya lulus di Unsyiah melalui jalur undangan yang diselenggarakan tahunan itu. Jumlah itu baru dihitung untuk jalur SNMPTN, bagaimana dengan jumlah seluruh mahasiswa Bidikmisi angkatan 2019?
Tercatat 5.990 mahasiswa aktif angkatan 2019 di Unsyiah, dan dari jumlah tersebut terdapat 1.720 mahasiswa Bidikmisi. Jika dikalkulasi, maka mahasiswa Bidikmisi sebanyak 28,71% dari keseluruhan mahasiswa angkatan 2019. Begitulah perhitungan berdasarkan informasi yang dihimpun dari portal data Unsyiah.
Dengan jumlah sebanyak itu, maka kemampuan untuk mengecek kebenaran data calon penerima Bidikmisi sukar dilaksanakan. Terbukti dengan pernyataan dalam artikel “Penerima Bidikmisi Tak Pantas, Apa yang Salah?”, bahwa petugas hanya memeriksa terhadap calon penerima yang dinilai mencurigakan. Lalu, pertanyaan muncul bahwa apakah hal tersebut patut dilumrahkan?
KIP Kuliah Gantikan Bidikmisi
Melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 10 Tahun 2020 mengenai Program Indonesia Pintar (PIP), pemerintah mengeluarkan program pengganti untuk beasiswa Bidikmisi yaitu Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP Kuliah). Program baru dari pemerintah ini merupakan suatu bentuk penyempurnaan dari program Bidikmisi sebelumnya, dengan menargetkan 400.000 penerima baru di awal kemunculannya.
Mekanisme Pendaftaran KIP-Kuliah
Untuk pendaftaran KIP Kuliah siswa dapat langsung melakukan pendaftaran secara mandiri di sistem daring KIP Kuliah melalui laman kip-kuliah.kemdikbud.go.id atau melalui aplikasi seluler (mobile app) KIP Kuliah yang dapat diunduh di Play Store.
Pada saat pendaftaran, siswa memasukkan NIK, NISN, NPSN dan alamat email yang aktif, Sistem KIP Kuliah selanjutnya akan melakukan validasi NIK, NISN dan NPSN serta kelayakan mendapatkan KIP Kuliah. Jika proses validasi berhasil, sistem KIP Kuliah selanjutnya akan mengirimkan Nomor Pendaftaran dan Kode Akses ke alamat email yang didaftarkan, lalu siswa menyelesaikan proses pendaftaran KIP Kuliah dan memilih proses seleksi yang akan diikuti (SNMPTN/SBMPTN/SMPN/Mandiri). Selanjutnya siswa menyelesaikan proses pendaftaran di portal atau sistem informasi seleksi nasional masuk perguruan tinggi sesuai jalur yang dipilih, bagi calon penerima KIP Kuliah yang telah dinyatakan diterima di Perguruan Tinggi, dapat dilakukan verifikasi lebih lanjut oleh Perguruan Tinggi sebelum diusulkan sebagai calon mahasiswa penerima KIP Kuliah.
Perbedaan KIP-Kuliah dan Beasiswa Bidikmisi
Tidak jauh berbeda dari Bidikmisi, KIP Kuliah memiliki persyaratan yang harus dipenuhi yaitu siswa-siswi SMA sederajat yang lulus pada tahun berjalan atau yang telah lulus dua tahun sebelumnya, memiliki potensi akademik yang baik namun keterbatasan terhadap ekonomi yang didukung oleh dokumen yang sah. Dengan kata lain, prioritas penerima KIP-K bagi calon mahasiswa di Perguruan Tinggi adalah mereka yang sudah memiliki KIP-K di jenjang pendidikan sebelumnya. Bukti tersebut akan terlihat dari data SNMPTN dan SBMPTN yang dikirimkan. Sedangkan Bidikmisi diperoleh setelah peserta lulus seleksi ujian masuk perguruan tinggi baik melalui SNMPTN ataupun SBMPTN.
Tidak ada perbedaan yang mencolok dari KIP Kuliah dan Bidikmisi karena pada dasarnya KIP Kuliah diterapkan untuk menyempurnakan kembali program terdahulu (Bidikmisi) agar sasaran penerima bantuan dari pemerintah ini lebih luas dan lebih pasti lagi.
Namun, seperti penuturan Fachruddin di detak-unsyiah.com, Kepala Bagian Pelayanan Kesejahteraan Mahasiswa dan Alumni Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), tidak adanya jaminan pasti program ini akan mengurangi kecurangan calon penerima bantuan.
“Karena tidak adanya verifikasi lapangan yang dilakukan oleh pihak universitas. Jika ada yang penerima KIP-K orang kaya, itu bukan urusan kami, itu urusan yang keluarkan KIP-K. Kami tidak ada tanggung jawab. Namun kita berdoa saja mudah-mudahan calon penerima benar-benar orang miskin dan orang yang berprestasi,” tutur Fachruddin dalam artikel yang dimuat di portal detak-unsyiah.com Maret lalu. []
Editor: Missanur Refasesa