Beranda Feature Menilik Kebudayaan Batak dari Museum TB Silalahi Balige

[DETouR] Menilik Kebudayaan Batak dari Museum TB Silalahi Balige

BERBAGI
Pintu masuk Museum TB Silalahi. (Dok. Pribadi)

Shahibah Alyani | DETaK

Hamoraon, hagabeon, hasangapon: Carilah rezeki dan keberuntungan, carilah kesempurnaan hidup, dan carilah kehormatan dan kemuliaan.”

Barusan adalah secarik kutipan yang dapat saya ingat ketika menginjakkan kaki di Museum TB Silalahi. Museum yang terletak di Ibu kota Kabupaten Toba Samosir, yaitu Kota Balige ini sudah ada sejak tahun 2006, menjadi museum kebanggaan warga Batak.

Iklan Souvenir DETaK

Letak persisnya ialah di Jl. Pagar Batu No. 88, Balige, Sumatera Utara. Jika berkendara dari Ibu kota Sumatera Utara, butuh waktu sekitar 5-6 jam. Melewati Parapat dan keindahan Danau Toba, kemudian memasuki Lumban Julu dengan Taman Eden dan air terjunnya, lalu Porsea dengan Pantai Pasir Putih Parparean, menjumpai Institut Teknologi Del, seterusnya Laguboti, tidak jauh lagi kita akan menemukan makam Sisingamangaraja XII, dan sampai di Museum TB Silalahi.

Dengan merogoh kocek sebesar 10 ribu rupiah, mari kita berkeliling mempelajari sejarah, budaya, dan adat dari suku mayoritas di Tanoh Batak ini.

Begitu masuk halaman depan, sudah ada patung TB Silalahi yang menyambut dengan pakaian perwiranya bersama dengan seekor harimau. Ada juga beberapa kendaraan seperti tank dan helikopter, kendaraan yang pernah dipakai oleh TB Silalahi.

Patung TB Silalahi dan seekor harimau.

Sebelumnya, TB Silalahi adalah seorang Letnan Jenderal TNI yang juga merupakan Ketua Dewan Pertimbangan Presiden RI ke-2 pada masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bernama lengkap Tiopan Bernhard Silalahi, riwayat hidupnya dijadikan sebagai motivasi untuk generasi muda dengan melihat perjuangannya dari kecil sebagai pengembala kerbau yang ditempa dengan berbagai tantangan dan kesulitan hingga menjadi seorang jenderal besar yang berjiwa tangguh, tidak mudah putus asa, dan kreatif dalam memecahkan masalah. Perjalanan hidupnya tersebut dapat kita lihat pada gedung utama dari museum.

Biografi TB Silalahi.

Setelah itu, ada koleksi barang-barang TB Silalahi yang digunakan selama mengabdi di militer dan menjabat menteri negara. Mulai dari seragam dan pakaian dinas, lencana pangkat dan tanda jasa, senjata, cenderamata dari kunjungan ke luar negeri, hingga kendaraan pribadi yang digunakannya selama bertugas. Kita juga menemukan kenangan masa kecil TB Silalahi. Akte kelahiran, ijazah, bangku yang digunakan saat duduk di Sekolah Rakyat dapat dijumpai di sini.

Mobil yang digunakan TB Silalahi selama menjalankan tugas.

Kita lanjut ke Huta Batak, bagian yang menyerupai pemukiman Batak dengan rumah adatnya yang bernama Ruma dan Sopo dibangun saling berhadapan. Pada salah satu rumahnya, terdapat patung sigale-gale yang dapat digerakkan dengan tali. Sedangkan bagian belakang kompleks ini, kita dapat menjumpai replika makam batu yang digunakan leluhur Batak masa dahulu. Juga ada sebuah pohon hariara berusia 100 tahun yang dikeramatkan oleh orang Batak zaman dulu karena ukurannya yang besar.

Pintu masuk bagian Huta Batak.

Kita kembali masuk ke dalam ruangan. Museum Batak menjadi titik utama pameran pada Museum TB Silalahi ini. Dari jendela bangunan, kita dapat melihat bentang alam Danau Toba. Terdapat sejarah meletusnya supervolcano yang sekarang membentuk Danau Toba. Serta kita akan mendapatkan penjelasan mengenai beberapa adat dan budaya Batak seperti tari tor-tor, sigale-gale, kain ulos, hingga aksara Batak, yang disertakan dengan gambarnya juga. Pada salah satu dinding, terdapat pohon silsilah marga Batak yang diawali dari Siraja Batak. Kemudian terdapat pula diorama dari Sisingamangaraja XII beserta kisah kepahlawanannya dengan pengikutnya yang berjuang melawan Belanda hingga akhirnya wafat di tangan pasukan Kapten Hans Christoffel.

Diorama Sisingamangaraja XII.

Jika Sobat DETaK berkunjung ke Sumatera Utara, jangan lupa untuk mendatangi museum ini. Selain koleksinya yang lengkap, bangunannya juga modern dan unik. Tidak perlu risau jika Sobat berpikir ‘jauh-jauh dari Medan ke Balige hanya untuk museum ini,’ karena seperti yang saya jelaskan tadi, di sekitaran Balige juga ada tempat wisata lainnya. Bukankah lebih baik kita sambil belajar sejarah? Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui, bukan?[]

Editor: Indah Latifa