Nisa Mardhatillah | DETaK
Banda Aceh- “Persoalannya jika media tidak beradaptasi dengan digital maka dia harus memilih bertahan atau mati,” ujar Hotli Simanjuntak dalam materi pelatihan jurnalisme investigasi di aula Marwa Hotel Mekkah pada Kamis, 6 Februari 2020.
Pada pelatihan jurnalisme investigasi yang diselenggarakan oleh Komunitas Muda Aceh Melek Media (KOMEMA) tersebut, Hotli menyampaikan bahwa sangat sulit menghindar dari kecepatan teknologi, dan mengharuskan media beradaptasi di era masa kini karena masyarakat cenderung mengkonsumsi data atau informasi melalui media digital. Tercatat ada sebanyak 149 juta pengguna aktif internet di Indonesia, yang memungkinkan hoax sangat mudah menyebar melalui internet.
Cara masyarakat dalam mengkonsumsi berita pun ikut berubah. Jika di masa lalu masyarakat mengetahui berita melalui koran, sekarang masyarakat bisa mengakses berita melalui televisi, radio dan internet. Dengan adanya internet masyarakat lebih memilih media online untuk mencari berita yang mereka butuhkan, karena cenderung lebih cepat dan praktis daripada harus melalui koran. Dampaknya adalah banyak informasi di internet yang tidak valid.
“Teknologi digital mampu mengubah atau menyajikan informasi dalam berbagai macam bentuk, yang menjadi persoalannya adalah apapun isi yang ditampilkan dengan mudahnya dapat dieksplorasi sekaligus dimanipulasi, beda dengan jaman dulu,” papar Hotli lagi.
Jurnalis The Jakarta Post ini juga mengatakan bahwa jika media tidak beradaptasi dengan arus perkembangan digital, maka media tersebut akan mati. Jurnalisme media daring juga dituntut untuk serba cepat dalam mempublikasikan berita, namun kecepatan terkadang akan mengorbankan akurasi dan mengaburkan fakta sebuah berita. Hal tersebut menjadi tantangan sendiri bagi jurnalis di era digital.
“Selain melawan arus hoax yang menyebar di antara citizen jurnalism, para wartawan juga harus mengubah pola pikirnya untuk tidak lambat dalam mencari informasi berita yang sifatnya online,” pungkasnya.
Editor: Dhea Ameliana A.