“Jangan Jago Diluar, Tapi Rusak yang di Dalam”
Pemerintahan Mahasiswa Universitas Syiah Kuala atau yang sering disingkat PEMA Unsyiah merupakan lembaga eksekutif mahasiswa tingkatan Universitas.
Pengurusnya diisi oleh mahasiswa-mahasiswi terbaik universitas dalam menjalankan berbagai aktivitas keorganisasian.
Mungkin PEMA dikepengurusan tahun ini sedikit istimewa. Kenapa? Karena ada momentum besar yang dihadapi. Pesta demokrasi besar di tahun 2012, yaitu Pemilukada. Baik pemilihan gubernur, pemilihan bupati, maupun pemilihan walikota yang kebanyakan dilaksanakan serempak di awal April tahun ini.
PEMA menjadi sibuk untuk mengurusi kegiatan ini, disertai bumbu-bumbu tak sedap menjelang pemilu dan juga molornya pemilu serta juga isu-isu boleh tidaknya calon independen maju menjadi calon kepala daerah yang membuat pekerjaan PEMA menjadi super sibuk mengurusi hal-hal tersebut.
Presma bolak-balik keluar kandang, seakan menjadi kebiasaan masuk koran dan televisi baik lokal maupun nasional. Tidak salah memang, ini sebuah pencitraan bagus bagi organisasi mahasiswa Unsyiah. Namun ada hal yang sebenarnya kalau bisa dikatakan terlupakan oleh kita semua. Pencitraan keluar itu kenyataannya tak sebanding dengan pekerjaan-pekerjaan yang di dalam universitas. Mungkin saya bisa bertanya, kira-kira hampir setahun kurang beberapa bulan lagi kepengurusan PEMA 2011/2012, apa yang sudah diberikan PEMA kepada mahasiswa Unsyiah? parkiran gratis? Pembagian almamter yang sangat molor dari jadwal? FGD dan diskusi absurd yang tidak kongkrit implementasinya? Bisakah teman-teman menjelaskan kepada saya?
Seorang senior saya pernah berkarta, “jangan jago diluar, tapi rusak yang di dalam”. Kata-kata ini sungguh membekas dan selalu terngiang kepada saya. Ini merujuk karena saya terlalu aktif mengurusi kegiatan-kegiatan di luar oraganisasi saya dan saya sempat melupakan internal organisasi saya yang sebenarnya sedikit carut marut.
Nah kalau bisa saya menilai PEMA hari ini mungkin kasusnya sama seperti saya. Pencitraan di luar sudah sangat bagus, saking bagusnya bolak balik foto-foto petinggi-petinggi kita (mahasiswa) terpampang dan terlihat di koran-koran maupun televisi lokal dan nasional. Apalagi yang kurang coba dengan citra PEMA Unsyiah di luar? Sudah sangat-sangat bagus, 10 jempol saya berikan. Namun, dalam hidup perlu keseimbangan, perlu yin dan yang. Seimbang antara yang dalam dan juga yang luar.
Dalam beberapa kali diskusi dengan orang-orang mantan petinggi kampus hal ini selalu hangat kami bicarakan. Seakan terlalu sibuk dengan urusan eksternal nya sampai-sampai urusan internal seakan terabaikan. Seperti yang saya jabarkan diatas apa yang sudah dibuat kalian pengurus PEMA tahun ini kepada kami rakyat mahasiswa Unsyiah???
Dalam beberapa waktu ini saya intens mengamati gerakan mahasiswa UI. Patutnya kita mencontoh gerakan-gerakan yang mereka buat. Banyak hal yang bisa mereka advokasi, soal transparansi keuangan UI, gerakan sepeda kuning, baliho di UI, itu adalah sebahagian isu yang mereka tangani, dampaknya jelas untuk mahasiswa dan kegiatan kemahasiswaan di UI. Dan saya lihat mereka kuat di tataran universitas maupun fakultas, dan saya rasa BEM UI sangat cerdas merangkul BEM-BEM fakultas se UI untuk gerakan-gerakan mereka.
Gerakan yang sangat elit yang belum pernah saya jumpai di kampus tercinta ini dalam waktu kurun 3 tahun lebih sedikit saya berkuliah di kampus “jantong hatee rakyat aceh” ini. Di dalam sudah bagus coba lihat gerakan mereka untuk eksternal nya. Dimulai dari isu nasional seperti BBM. Teman-teman pasti ingat bahwa hanya perwakilan dari UI lah yang secara kasat mata kita lihat bisa memasuki ruang sidang paripurna. Meraka kuningkan ruang sidang,fraksi balkon yang akhirnya diusir secara paksa oleh pamdal DPR.
Gerakan mereka cerdas, tidak mau bergerak turun sebelum ada kajian yang matang. Saya dengar untuk mengkaji isu BBM itu mereka sampai 3 harian begadang, kita??? Belum cukup itu, ada isu yang substansial lagi bagi dunia pendidikan yang siap mereka kawal, ya isu RUU PT yang mungkin kita rakyat Unsyiah baru saja tau apa itu RUU PT.
Selain itu mereka juga punya momentum pilgub DKI Jakarta. Malahan baru-baru ini mereka sosialisasi tentang pemilukada langsung turun ke masyarakat. Menyambangi masyarakat dan mencerdaskan, sebuah langkah yang kongkrit bukan? Dibandingkan dengan sosialisasi di kampus dan yang dicerdaskan hanya sebahagian mahasiswa yang sebenarnya adalah kaum intelek yang notabene tak usah dicerdaskan lagi.
Seharusnya kita memang harus meniru apa yang baik dari orang lain, namun terkadang kita malu untuk mereformasi keadaan untuk menjadi lebih baik lagi. Ada banyak yang bisa kita ambil. Gerakan @BEMUI_change di UI sebagai center kritik saran dan uneg-uneg mahasiswa saya lihat begitu terlaksana dengan baik, kita sepertinya belum ada dan grup Pusat Informasi mahasiswa Unsyiah pun seakan menjadi ajang debat kusir yang bisa membuat gelak tawa pembaca dan pemerhati yang cerdas. Kita ketinggalan jauh dari orang lain dan kita belum bangun, disaat orang berlari kita baru mau bangun dari tidur kita.
Advokasi hal yang subsatansial dan terima kritikan
Mungkin PEMA kepengurusan tahun ini terlalu sibuk dengan urusan eksternal kampus seperti yang saya jelaskan diatas, selain itu terlalu banyak demo yang menurut saya sebenarnya belum terlalu penting. Lagi-lagi waham keartisan yang sepertinya muncul di kepngurusan PEMA tahun ini. Sedikit-sedikit demo setelah itu masuk media, ini berulang kali terjadi.
Sebenarnya ada 1 hal yang saya sayangkan terkait demo yang dilakukan oleh PEMA tahun ini, yaitu demo menolak kedatangan Anas Urbaningrum. Saya kira buang-buang energi karena mau di demo bagaimanapun Anas tetap hadir ke Aceh. Isu yang diangkat juga tidak substansial yaitu karena untuk menolak tersangka korupsi. Kenapa kita mesti sibuk menolak kedatangannya seharusnya kalau di fikir-fikir untuk koruptor lokal dalam hal ini provinsi Aceh apakah PEMA pernah mengangkat isu nya?
Daripada sibuk berdemo hal-hal yang kurang begitu kongkrit dan substansial seharusnya PEMA bisa mengurusi hal-hal internal kampus dan bisa mensejahterakan masyarakat mahasiswa kampus. Banyak hal yang sebenarnya bisa dilakukan PEMA daripada sibuk terus-terusan mencitrakan diri keluar kampus.
Transparansi keuangan mungkin bisa menjadi isu yang di kaji dan di advokasi oleh PEMA Unsyiah, kalau lah kita selami lebih dalam pasti banyak masalah dan kasus terkait transparansi dana di lingkungan kampus (daripada mendemo tersangka kasus korupsi di luar).
PEMA mungkin sudah membaca postingan penyelewengan dana oleh mantan rektor Darni. Kenapa PEMA diam saja, toh sebenarnya isu itu sudah mulai terangkat semenjak beliau (mantan rektor) mencalonkan diri menjadi Calon Gubernur beberapa waktu yang lalu. Bicara lagi soal keuangan, sentralisasi dana yang ada sekarang kalau di fikir-fikir tidak lah efektif. Kenapa? Dana menjadi susah keluar walaupun di tiap fakultas sudah ada plot dana nya masing-masing. Untuk mahasiswa, misalkan ingin mewakili almamater di kegiatan-kegiatan nasional baik mewakili prodi maupun fakultas begitu terasa sulit karena harus memakai dana pribadi terlebih dahulu dengan alasana dana semuanya ada di biro rektorat.
Padahal kalau dilihat kita pergi membawa nama almamater bukan pribadi dan setelah nya dana pribadi itu akan diganti, emang diganti tapi harus menunggu sekian bulan, bahkan saya pribadi pernah menunggu sampai 7 bulan untuk menunggu cairnya dana pengganti tersebut. Apakah efektif? Rawan penggelapan dan penipuan kan?
Selain itu isu-isu nasional yang berkembang pun seperti luput dari perhatian PEMA. Mulai dari isu BBM yang begitu membooming eh kita malah adem ayem. Isu RUU PT yang sekarang lagi berkembang dan dengar-dengar tanggal 13 Juli akan segera di sah kan, PEMA kemana? Harusnya PEMA coba mem blow up isu ini, buat pencerdasan ke mahasiswa. Gerakan ke fakultas-fakultas bukan malah adem ayem di sekertariat PEMA yang makin nyaman untuk di singgahi. Harusnya kalau mau pencitraan lebih bagus inilah momentumnya.
Yang saya kecewakan malah PEMA mengadvokasi masalah parkir yang sebenarnya belum terlalu penting. Buktinya banyak mahasiswa yang protes ketika larangan itu diberlakukan. Malah ini menjadi suatu perdebatan yang aneh. Di satu sisi kita merampas rejeki orang lain (bayangkan anda tukang parkirnya walaupun dadakan) dan si mahasiswa pun banyak yang tidak protes kan dengan adanya tukang parkir tersebut.
Selanjutnya jika bebas parkir itu diberlakukan (tukang parkir berhenti bekerja) kadang kemanan kendaraan mahasiswa siapa yang mau jamin? Dengan asumsi ketika seseorang yang kehilangan pekerjaan pasti ada niatan untuk berbuat kejahatan (asumsi pribadi). Kehilangan kendaraan atau bayar seribu rupiah ,anda pilih mana???.
Satu hal lagi seharusnya PEMA membuat simpul-simpul pergerakan dengan intens mengajak rapat BEM-BEM se universitas dan bertukar info apa yang terjadi di fakultas masing-masing sehingga apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan mahasiswa bisa terpenuhi. Dengan sharing tersebut juga PEMA bisa mengakomodir kepentingan-kepentingan mahasiswa sehingga mahasiswa merasa terlayani dengan baik karena pada hakikatnya jabatan yang di emban sekarang adalah untuk melayani masyarakat bukan untuk bahan gaya-gaya an saja.
Berkaitan kembali dengan kasus bebas parkir. Saya secara sekilas melihat bahwa jajaran petinggi PEMA yang mengurusi proses informasi dan grup informasi mahasiswa seakan anti kritik. Sampai terprovokasi dan mengeluarkan beberapa orang dari grup. Saya kira bukan langkah yang bijaksana melakukan hal yang seperti itu. Padahal kalau dilihat ketika banyak yang mengkritik kinerja PEMA maka itu menunjukkan kecintaan mereka kepada organisasi ini. Bentuk kepedulian dengan kritikan-kritikan sehingga harapannya organisasi ini bisa lebih maju dan lebih baik lagi ke depan nya. Walaupun kadang saya akui penyampaian kritik nya tidak lah santun namun saya yakin ada itikad baik di dalam nya.
Selanjutnya apakah kritikan-kritikan yang di lontarkan oleh pengkritik (jikalau itu baik dan bisa dilaksanakan) di realisasikan oleh PEMA? (silahkan PEMA jawab sendiri). Jika kritikan itu baik dan bisa meningkatkan kinerja apa salahnya segera dan dengan cepat di aplikasikan. Tapi saya kira paradigma mahasiswa kita masih belum terlalu maju, marah ketika di kritik, membalas kritikan dengan menyalahkan dan menanyakan apa yang sudah kalian perbuat (padahal PEMA belum tentu berbuat lebih) dsb yang intinya PEMA bisa terprovokasi dan cenderung menjadi lembaga anti kritik.
Kalau saya bilang PEMA itu ekslusif ada yang bantah? Saya kira kesannya memang seperti itu. Persepsi publik (mahasiswa) terlihat seperti itu. Seharusnya lembaga sebesar PEMA yang menaungi universitas harus lah inklusif, menerima semua dengan penerimaan yang sama. Orang kadang malas bertamu ke PEMA karena mendapat perlakuan yang tak serupa antara yang 1 dengan yang lainnya. Ibarat kata WS Rendra, anda berdiri di pihak yang mana? Berada di golongan yang mana? Itulah fakta nya terjadi sekarang, ke eksklusifan PEMA karena mementingkan 1 golongan, golongan yang mana hanya PEMA dan Allah yang tau. Rubah persepsi ini, semua mahasiswa harus diberlakukan sama, hancurkan tembok ekslusif itu dan berubah menjadi lembaga yang inklusif dan akomodir kepentingan semua golongan sehingga PEMA benar-benar menjadi lembaganya mahasiswa Unsyiah bukan lembaga satu golongan di Unsyiah.
Tulisan ini saya buat sebagai wujud kecintaan dan kepedulian saya terhadap sebuah lembaga yang bernama PEMA Unsyiah agar bisa berkembang dan bergerak sesuai dengan harapan banyak mahasiswa nya. Tanpa mengurangi kekaguman saya terhadap kinerja luar biasa pengurus tahun ini, namun lembaga yang sehat adalah lembaga yang selalu mengevaluasi kinerjanya, lembaga yang menerima kritikan dan lembaga yang mau bereformasi ke arah yang lebih baik.
Jaya PEMA ku, jaya PEMA Unsyiahku…
Wasalam, 10 Juli 2012
Arif Zailani Siregar/Mahasiswa Keperawatan Unsyiah
Short URL: https://detak-unsyiah.com/?p=5745
ah kalo menyinggung mengenai “PENCITRAAN” dengan memasang foto2 pengurus di spanduk/baliho/poster, menurut saya terlalu berlebihan malah terkesan norak..
kalo memang niatnya mau buat acara/program/kegitaan, ngapain coba dipasang besar2 tu wajah pengurusnya? nampak x mau pencitraannya…