PEMA dan Lembaga Eksternal Kampus
Gerakan mahasiswa mempunyai peran yang sangat signifikan terhadap perubahan bangsa ini. Gerakan mahasiswa merupakan gerakan yang bersifat independen, tidak terintefensi oleh unsur politik praktis
Selama ini mahasiswa telah sedikit pudar dengan nilai independensial, sebagaimana yang telah dipraktekkan oleh Pemerintah Mahasiswa Universitas Syiah Kuala dalam melakukan aksi (demontrasi). PEMA lebih memilih untuk bergabung dengan lembaga-lembaga luar, seperti KAMMI, misalnya.
Bahkan, PEMA tidak merasa malu untuk mengeluarkan dana yang besar untuk melakukan aksi bersama lembaga ekternal tersebut. Sebagaimana yang tertera dalam ETW, untuk kerjasama dengan KAMMI dalam aksi Qanun Jinayat, PEMA mengeluarkan dana sebesar Rp 1,050.000 juta.
Mengapa hal ini bisa terjadi. Berbagai Padahal yang menjadi prioritas kebersamaan dalam pergerakan adalah dengan merangkul semua BEM yang ada di Unsyiah, akan tetapi, yang terjadi selama ini, PEMA tidak pernah berkoordinasai dengan BEM-BEM dalam melakukan berbagai aksi, kalau pun ada itu satu hari sebelum aksi “Kami tidak pernah diajak,” ungkap Safruddin, ketua BEM FKIP.
Sementara itu, menurut Muzammi HS, ketua BEM Fakutas Ekonomi (FE), PEMA yang harusnya lebih melihat atau mengurus dengan urusan internal kampus tetapi mereka lebih asyik dengan aksi-aksi bersama lembaga eksternal. Padahal di internal saja sangat banyak persoalan yang harus diperbaiki “Jangan sibuk dengan isu luar, jika di internal sendiri masih banyak persoalan,” ungkapnya.
Beberapa BEM sangat menyayangkan sikap yang dilakukan oleh PEMA belakangan ini yang dinilai PEMA lebih memilih lembaga luar dalam melakukan aksi ketimbang dengan para lembaga-lembaga yang ada di internal kampus, padahal yang diutamakan adalah terciptaanya kesepahaman dengan internal dulu yang kemudian baru diperkuat oleh lembaga eksternal.
Sememtara itu, Mujibburahman, Presiden Mahaisiwa, tidak menerima tudingan tersebut. Menurutnya, selama ini mereka juga sudah berusaha untuk mengajak BEM dalam melakukan aksi, Namun mereka tidak bisa bergabung karena tidak ada kesamaan isu yang diangkat. “Ketika kami mengajak, ternyata tidak ada kesaamaan isu antara kami dan mereka,” imbuh mahasiswa Fakultas Ekonomi itu.
Lanjut Mujib, mengenai aksi gabungan PEMA dengan lembaga gerakan eksternal kampus, menurutnya itu hal yang wajar. Contohnya PEMA bergabung dengan KAMMI. Hal ini dikarenakan saat PEMA akan melakukan aksi adanya kesamaan sudut pandang dengan dengan KAMMI. Oleh karena itu PEMA sering melakukan aksi dengan KAMMI.
Namun pendapat Mujib tersebut sedikit berbeda dengan apa yang dikatakan Ketua umum KAMMI, Muaz Munawar. Menurut Muaz, selain masalah isu, PEMA merupakan kader KAMMI sehingga pihak PEMA harus ikut. “Karena itulah, setiap aksi yang KAMMI lakukan tetap bekerjasama dengan PEMA,” ungkap Muaz.
Ia melanjutkan, kesamaan isu bukanlah hal utama untuk keikutsertaan PEMA bersama KAMMI, akan tetapi mereka mempunyai hubungan emosional dengan KAMMI. Karena, kebanyakan pengurus di PEMA merupakan pengurus atau kader dari KAMMI.
Pendapat Muaz ini tentu sangat menarik. Benarkah, keterikatan kader antara pengurus PEMA dan KAMMI telah merubah independensi PEMA, sampai-sampai, PEMA mengeluarkan dana untuk kegiatan aksi bersama KAMMI yang notabene bukan lembaga kampus. “Seharusnya PEMA bisa membedakan mana lembaga internal kampus dan lembaga eksternal kampus. Sehingga PEMA tidak sembarangan mengeluarkan dana untuk kegiatan aksi,” ujar Khairuddin, Ketua BEM Pertanian.
Apa yang dilontarkan Khairuddin dibenarkan beberapa ketua BEM dan pengurus lembaga kampus lainnya. PEMA tidak profesional dan selalu dibawah bayang-bayang lembaga eksternal yang merupakan induk semang PEMA, yaitu KAMMI. Ketidak profesinalisme PEMA ini, dapat dilihat dari anggaran yang dikeluarkan PEMA.
Mendapat tudingan seperti ini, Mujiburrahman membalas dengan hal yang sama. “Mereka menuduh kami bekerjasama dengan lembaga eksternal. Padahal mereka sendiri juga bekerjasama dengan lembaga luar seperti SMUR. Seharusnya mereka juga berkaca pada diri mereka sendiri,” ujar Mujib kesal.
Pendapat berbeda disampaikan Heri Muliadi, Ketua Umum Solidaritas Mahasiswa Untuk Rakyat (SMUR). Heri membenarkan adanya keikutsertaan BEM-BEM Fakultas yang ada di Unsyiah dengan lembaga luar kampus seperti SMUR. Akan tetapi, sebut Heri, SMUR tidak hanya bergabung dengan BEM-BEM Unsyiah, namun dengan semua pergerakan mahasiswa. “Kami akan mengajak mahasiswa apabila ada isu yang ingin dicari titik temunya, baik isu lokal maupun nasional. Kami selalu mengajak semua gerakan mahasiswa dan masyarakat,” ungkapnya.
Selain itu, sambung Heri, aksi bersama lembaga eksternal kampus sebenarnya boleh-boleh saja, asalkan bukan dengan lembaga yang sudah mengarah ke politik. Karena, jika gerakan mahasiswa sudah diinterfensi oleh lembaga politik maka image mahasiswa yang selama ini gemilang akan kandas seketika “Bergabung dengan lembaga luar boleh saja, asal tidak ada kepentingan politik,” jelasnya.***
DETaK | Wirduna
Short URL: https://detak-unsyiah.com/?p=330