Siaran Pers | DETaK
Darussalam- Setelah wacana pergantian nama Unsyiah (Universitas Syiah Kuala) merebak di berbagai media massa, hari ini, Rabu, 2 Juli 2014, Universitas Syiah Kuala mengadakan diskusi publik yang secara khusus membahas tentang nama Universitas Syiah Kuala.
Diskusi yang berlangsung di Gedung AAC Dayan Dawood ini dihadiri oleh berbagai tokoh dari Muspida Provinsi Aceh, Majelis Adat Aceh, Majelis Pendidikan Aceh, para alumni, pemangku kepentingan, serta civitas akademika Unsyiah.
Rektor Unsyiah, Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng mengatakan bahwa diskusi ini diadakan untuk meluruskan sejarah serta asal muasal nama Universitas Syiah Kuala. Karena dari berbagai laporan yang diterimanya, tercetus bahwa kata Syi’ah yang ada dalam nama Universitas Syiah Kuala sering dipelesetkan dengan aliran Syi’ah, yaitu salah satu aliran yang dianggap sesat dalam agama Islam. Informasi itu bahkan beredar tidak hanya di Indonesia, tapi juga di luar negeri.
Diskusi ini dimulai dengan pemaparan tentang sejarah Unsyiah oleh Dr. Nazamuddin SE, MA., Pembantu Rektor IV Unsyiah. Nazamuddin juga memaparkan kemungkinan interpretasi SK Presiden RI No. 161 Tahun 1962 tentang pengesahan pendirian Universitas Syiah Kuala di Kutaraja. Dalam SK tersebut tertulis “Universitas Syah Kuala”. Namun, menurut Nazam, pembacaan dalam SK tersebut tetap “Syiah Kuala” mengingat sistem ejaan yang berlaku saat itu.
Dalam diskusi ini semua pihak yang hadir dapat berbicara dan memberikan argumen serta masukannya terkait pergantian nama Unsyiah. Para hadirin sangat antusias dalam menyampaikan pendapatnya soal itu.
Teuku Abdullah Sulaiman atau yang akrab disapa T.A Sakti, seorang ahli sejarah Unsyiah berpendapat, kosa kata Syiah sudah sering dipakai pada masa kerajaan. Sayangnya, kata-kata tersebut tak populer di zaman moderen ini. Kata Syiah bukan berarti Syi’ah. Syiah bukanlah nama sebuah aliran sesat. Syiah disadur dari bahasa Arab yaitu Syeikh. Jadi, tugas seluruh keluarga besar Unsyiah untuk mempopulerkan istilah itu.
Ketua Majelis Pendidikan Aceh, Warul Walidin berpendapat bahwa nama Unsyiah tidak perlu dirubah karena nama tersebut memiliki background historis yang sangat kental. Selain itu, menurutnya, kata Syiah dalam nama Syiah Kuala tidak ada konotasi sama sekali dengan kata Syi’ah.
Selain itu, Ilhamullah, salah satu peserta lainnya juga menyampaikan, setelah 52 tahun Unsyiah berdiri, kasus keterkaitan antara Unsyiah dengan aliran Syi’ah baru mencuat sekarang karena Syi’ah merupakan sesuatu yang tengah diributkan saat ini. Hal ini bisa semakin berbahaya jika pimpinan Universitas tidak mengambil keputusan dengan tegas. Untuk itu, tambahnya, harus ada fatwa yang tegas dari pimpinan universitas bahwa Unsyiah bukanlah kampus yang beraliran Syi’ah.
Dari puluhan peserta diskusi yang memberikan pendapatnya, kesemuanya tidak memyetujui nama Unsyiah diganti. Nama yang sudah melekat di benak rakyat Aceh ini sulit untuk ditukar dengan nama lain. Sebagian besar mereka juga berpendapat bahwa Unsyiah hanya perlu melakukan sosialisasi lebih intensif ke pihak luar untuk memberi pemahaman bahwa nama tersebut tidak terhubung dengan aliran Syi’ah.
Di akhir diskusi, Rektor mengutarakan bahwa tidak ada satupun pemimpin di Unsyiah yang ingin mengubah nama Unsyiah. “Diskusi ini kita adakan hanya untuk meluruskan sejarah serta mendengar pendapat berbagai pihak tentang nama dari universitas jantong hate rakyat Aceh ini”.
Selanjutnya, tambah Samsul, hasil diskusi hari ini akan menjadi pedoman bagi semua untuk membuat keputusan, tentang perlu tidaknya Unsyiah melakukan penggantian nama. (un)
Editor: Hilda Rahmazani