Beranda Headline Hentikan Bantuan Buat Rohingya, Mampukah Kita?

Hentikan Bantuan Buat Rohingya, Mampukah Kita?

BERBAGI
Sumber: Google

Opini | DETaK

Oleh Mhd. Saifullah

Sumber: Google
Sumber: Google

Masyarakat Aceh kini sedang diatas angin, bereuforia sambil membusungkan dada dengan rasa bangga. Karena bisa membantu saudara sesama muslim yang sedang berduka dan mengungsi dari negara asal yang memburunya. Sungguh ini menjadikan seluruh dunia memasang mata dan fokus tertuju akan kebaikan yang telah dibuat oleh Aceh. Hingga para elit-elit negara yang berada di Pulau Jawa mengatakan Aceh menjadi juara untuk saat ini. Dan kaum awam dari tanah rencong sendiri dengan lantang mengatakan kepada dunia bahwa hanya Aceh yang peduli terhadap Rohingya.

Iklan Souvenir DETaK

Bagaikan pahlawan super hero yang sering kita tonton pada siaran televisi. Dengan gagah berani Aceh menyelamatkan beratus-ratus orang yang terombang-ambing tanpa memiliki makanan dan penuh akan berbagai macam penyakit bagaikan bom waktu yang kapan saja bisa meledak. Dan Aceh memandangnya itu sebuah kewajiban yang harus dibantu untuk saudara seiman yang sedang berduka. Pukulan telak dihantamkan Aceh kewajah Indonesia, dan beberapa negara Asia Tenggara lainnya serta membuat mereka harus tertunduk malu dihadapan mata dunia karena sempat menolak para manusia perahu.

Dalam suasana euforia yang sedang melompat-lompat bagaikan letupan minyak terkena air ini membuat masyarakat Aceh bersemangat untuk membantu dan menghibahkan sedikit hartanya kepada para pengungsi. Berbagai nama lembaga mulai dari A sampai dengan Z dengan berbagai warna bendera seperti pelangi terlihat menghiasi hampir setiap sudut kota bahkan lorong-lorong rumah. Berbagai simpati terpaparkan malang-melintang dan melintas di sosial media bagaikan iklan. Memang sangat luar biasa semangat membantu yang dimiliki oleh rakyat Aceh, layaknya seperti berkorban untuk mempertahankan pada awal kemerdekaan bangsa Indonesia.

Bantuan mengalir begitu kencang bagaikan air yang mengisi sebuah wadah saat dibukanya keran dan dengan cepat bantuan tersalurkan ke titik-titik pengungsian. Namun siapa sangka bila dibalik bantuan tersebut ada terselip sebuah kepentingan yang tidak tampak oleh mata. Seperti kata pepatah zaman mengatakan, ”sambil menyelam minum air” dan “ sekali mendayuh, dua tiga pulau terlampaui”. Berbagai macam jenis bantuan dengan berbagai logo pabrik lembaga yang membantu menghiasi sesuai dengan kepentingan masing-masing dan itu sudah pasti terjadi.

Banjirnya bantuan dengan semangat dan ikhlas yang telah dikumpulkan oleh masyarakat Aceh seakan telah menjamin kehidupan para pengungsi Rohingya yang akan menetap di Aceh. Namun yakinlah yang ada malahan membuat para pengungsi menjadi manja dan malas untuk bekerja karena sudah ketergantungan terhadap bantuan yang disalurkan. Euforia dan keikhlasan dari kita juga akan menyusut dan bantuan yang ada akan habis hanya dalam tempo yang singkat. Dan ini akan menjadi tanda tanya, bagaimana dengan nasib para pengungsi nanti dikemudian hari?

Ada sebuah kisah pada masa Rasulullah SAW, di mana beliau membantu seorang laki-laki peminta sedekah di Madinah pada masa awal Hijrah Rasul. Saat pertama peminta tersebut menjumpai Rasul, beliau memberikan sedekah berupa makanan untuknya. Pada pertemuan kedua, beliau memberikan uang beberapa dirham. Namun pada pertemuan ketiga, beliau tidak memberikan apa-apa, melainkan beliau mengambil kampak dan menberikannya kepada peminta sedekah tersebut. Apa yang diberikan beliau membuat si peminta kaget dan bertanya,”Untuk apa kampak ini tuan? Aku meminta makanan atau uang sebagai sedekah”. Rasulpun menjawab,”Kampak itu digunakan untuk membelah pohon, kayu, dan pekerjaan lainnya, sehingga pekerjaan tersebut bisa menghasilkan nafkah bagimu dan keluargamu. Sungguh indah cara yang dipergunakan oleh Rasulullah SAW, dalam membantu orang yang tidak mampu dan tidak memiliki pekerjaan.

Sifat yang dicontohkan Rasulullah SAW, sungguh sangat bisa menjadi acuan dan dipakai oleh Zaini dan Muzakir selaku gubernur dan wakil gubernur Aceh saat ini. Agar untuk mengurangi ketergantungan para pengungsi Rohingya terhadap bantuan. Sebab memang tidak mungkin kita bisa membantu terus menerus bila masyarakat kita juga masih kekurangan dan ini akan menjadi kecemburuan sosial nantinya.

Aceh memiliki lautan yang luas sepanjang daerahnya, hutan juga bisa dikatakan lumayan, dan tanahnya juga subur. Alangkah baiknya para pengungsi diberikan pekerjaan sebagai nelayan ataupun petani. Jangan bantu mereka dengan mendirikan banguan, namun ajaklah mereka bekerja untuk mendirikan rumah sendiri. Biarkan mereka berbaur dengan masyarakat Aceh agar mereka bisa saling mengenal dengan masyarakat lainnya. Dari pada mereka harus ditempatkan disebuah pulau lalu untuk kehidupan awal mereka pemerintah harus memfasilitasi. Inilah nantinya yang akan menjadikan kecemburuan, kesenjangan dan kurangnya interaksi antara masyarakat Aceh asli dengan pengungsi Rohingya (bagaikan bawang merah dan bawang putih).

Dan untuk semua lembaga yang membantu, sungguh saya salut dengan perjuangan kawan-kawan semua. Mereka bukan hanya membutuhkan bantuan berupa sembako, baju dan kebutuhan harian lainnya, cobalah kita melihat wajah polos mereka yang penuh dengan tekanan. Mereka juga membutuhkan hiburan, dan penyemangat yang bisa membuat mereka bangkit dari trauma yang mereka rasakan selama di negara asalnya yang penuh tekanan. Cobalah kawan-kawan mengajak untuk berzikir, bersyair dengan nama-nama Allah, dan kegiatan lain yang bisa membuat seorang anak tersenyum kembali dari wajahnya yang imut, dan senyuman dari orang tua yang manis.

Islam itu indah, Islam mengajarkan untuk kita saling membantu, saling mendukung, untuk bersatu dalam perbedaan tanpa harus membeda-bedakan, karena perbedaan itu adalah rahmat dari Allah. Anggap yang mereka rasakan adalah yang kita rasakan sehingga kita tetap saling menghargai di antaranya. Karena Rohingya adalah kita.[]

Penulis adalah Mhd. Saifullah, mahasiswa Program Studi Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pedidikan Unsyiah.

Editor: Riska Iwantoni