Oleh: Mhd. Saifullah
Saya begitu heran melihat apa yang terjadi saat ini pada kampus yang notabennya berjulukan kampus Jantong Hatee Rakyat Aceh atau kampus kesayangan rakyat Aceh. Kampus yang dulu menjadi kebanggaan rakyat Aceh semakin lama semakin menjadi penyiksa tersendiri bagi jantung dan hatinya rakyat Aceh. Untuk masuk dan keluar dengan title sarjana saja putra putri Aceh harus mengelus dada serta benar-benar bersabar. Bahkan dari beberapa kasus yang ada, mahasiswa sampai menjadi gila dan malah ada yang memilih untuk mengakhiri hidupnya karena tugas skripsi.
Masuk Susah Keluar Susah
Bisa kuliah di Universitas Syiah Kuala merupakan sebuah impian dan kebanggaan bagi sebagian masyarakat Aceh. Tetapi untuk bisa masuk ke kampus ini, kita harus berusaha dengan mengikuti tes SNMPTN, SMBPTN, dan UMB hanya untuk mendapatkan satu kursi bersaing dengan beribu orang agar bisa belajar di kampus kesayangan ini. Setelah lewat, mereka harus membayar uang pendaftaran ulang dengan biaya yang tidak cukup murah terutama yang lewat jalur UMB (Ujian Masuk Bersama) minimal harus membayar tiga juta, sungguh sangat jauh berbeda bila kita melihat pendapatan ekonomi orang tua mahasiswa yang masih di bawah rata-rata dan mengingat pekerjaannya dominan seorang petani.
Saat kalender tanggal masa kuliah sudah dimulai, masih banyak dosen yang belum memulai perkuliahan bahkan setelah beberapa bulan berjalan kuliah. Ketidakhadiran dosen mengajar perkuliahan tanpa informasi dan kejelasan yang pasti. Sehingga banyak mahasiswa yang mengeluh karena seharus rugi waktu, mereka juga rugi biaya untuk transportasi dari tempat kost ke kampus, mengingat tidak semua mahasiswa tinggal di sekitaran daerah Darussalam. Ini sungguh merugikan para orang tua yang telah membayar biaya SPP yang sangat mahal serta anaknya tidak mendapatkan ilmu sepenuh dan semestinya sesuai yang diharapkan.
Menjelang akhir masa kuliah, mahasiswa juga dibebankan dengan yang namanya skripsi. Selain harus bertarung melawan beratnya membuat tugas skripsi, mereka juga harus bersabar menghadapi dosen yang selalu mengulur-ngulur waktu untuk konsul. Bilapun bisa bertemu dosen yang bersangkutan, kebanyakan dari mereka harus merasakan kekecewa karena akan banyak coretan pada skripsi yang telah mereka buat, syukur-syukur diberikan arahan tentang skripsi yang salah oleh dosen yang bersangkutan. Karena penguluran waktu untuk konsul, mahasiswa harus membayar SPP penuh hanya untuk konsul dan memperbaiki skripsi.
Kasus Almarhum Fadliansyah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala bulan Agustus 2014 lalu, yang meninggal gantung diri karena tidak tahan terhadap tekanan keluarga dan tugas skripsinya yang tidak kunjung usai. Ini adalah gambaran nyata yang terjadi di kampus yang katanya Jantong Hatee Rakyat Aceh.
Pengelolaan UKTB, SPP, dan Beasiswa
Setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 55 Tahun 2013 mengenai Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT), melalui surat edaran dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Dikti) nomor 272/E1.1/KU/2013 mengenai ketetapan pembayaran dibagi atas 5 golongan sesuai dengan pekerjaan orang tua mahasiswa. Dalam penggolongan tersebut, golongan pertama atau tidak mampu berkisar Rp.0-Rp.500.000., golongan kedua Rp.500.000-Rp.1.000.000., golongan ketiga Rp.1.000.000-Rp.2.000.000., golongan keempat Rp.2.000.000-Rp.3.000.000., dan golongan kelima Rp.3.000.000-Rp.4.000.000., dan diikuti seterusnya berdasarkan pendapatan orang tua mahasiswa.
Di Unsyiah sendiri, sistem Uang Kuliah Tunggal Berkeadilan (UKTB) mulai diterapkan pada awal tahun kuliah 2013. Sistem yang digunakan adalah subsidi silang, di mana yang kaya menutupi yang kurang mampu dan sistem ini memiliki tujuan yang sangat bagus. Tetapi sayangnya UKTB yang diterapkan di Unsyiah masih banyak mengalami kesalahan, terutama saat verifikasi data. Semua tidak sesuai yang terjadi di lapangan. Kurangnya tim survey untuk memantau langsung menjadi faktor utama karena masih banyak mahasiswa yang tidak mengisi data pendapatan orang tua sesuai dengan aslinya.
Bila berbicara tentang UKTB, lalu apa dampaknya bagi SPP mahasiswa lama? Sejak diterapkan UKTB di Unsyiah, biaya SPP semester pendek yang sebelumnya Rp.75 ribu per sks, kini naik menjadi 100 ribu persks. Kenaikan ini awalnya tidak ada kejelasan yang pasti dari pihak rektorat. Tetapi setelah dilakukan demo oleh beberapa mahasiswa, keesokan harinya pihak rektorat baru memberikan kejelasan dengan alasan untuk membayar dosen yang mau bekerja di saat libur. Padahal seperti kita ketahui selama dua tahun biaya SPP semester pendek tidak pernah naik. Selain itu, biaya SPP semester juga mengalami kenaikan sebesar Rp.80 ribu, tanpa penjelasan yang pasti sampai sekarang untuk apa dan kemana alokasi uang tersebut.
Mengenai tentang dana beasiswa, kebanyakan dari mahasiswa yang menerima beasiswa tersebut semua bisa dikatakan setingkat mampu. Menurut pantauan saya, hampir seluruhnya memiliki sepeda motor, hp canggih, bahkan ada juga yang memiliki mobil. Lagi-lagi tim survey dan verifikasi mengalami kebocoran dalam menangani hal ini. Selain itu, mengenai penerimaan beasiswa PPA dan BBM banyak terjadi nepotisme dalam penyeleksian sehingga penerima hanya orang tertentu saja yang mendapatkannya. Ini sungguh disayangkan bila beasiswa tersebut tidak tepat sasaran baik itu penerima beasiswa Bidik Misi, PPA (Peningkatan Prestasi Akademik), BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa), dan beasiswa lainnya.
Untuk beasiswa Bidik Misi, berdasarkan info dari teman yang berasal dari universitas lain dan berdasarkan media yang saya baca, dana per semester yang diterima mencapai Rp.6 Juta. Besarnya dana itu sungguh sangat menggiurkan. Tetapi sayangnya, dilapangan yang terjadi mengapa di Unsyiah hanya mendapatkan Rp.3,9 juta? Yah, mungkin sudah dipotong dana kantong sana-sini. Selain itu, sekarang mahasiswa penerima beasiswa bidik misi harus dibebankan membuat sebuah proposal kreativitas agar dana bidik misi bisa keluar.
Renovasi di Atas Penderitaan Mahasiswa
Bila kita berjalan di Kopelma terutama jalan protokolan kampus Unsyiah, mata kita akan dimanjakan dengan pembongkaran trotoar, pengerjaan penggalian kabel PT. Anggara Tri Multi, dan pelebaran jalan. Jalan serta trotoar dan lintasan lari di lapangan taman Unsyiah yang masih layak dan bagus malah dibongkar. Secara tidak langsung pengerjaan itu sudah menggangu kenyamanan dalam menggunakan fasilitas kampus.
Melihat renovasi yang dilakukan oleh pihak rektorat hanya untuk mempercantik wajah Unsyiah dari luar, sungguh menimbulkan pertannyaan dalam hati saya. Buat apa mempercantik luar bila di dalam masih banyak yang perlu diperbaiki? Tidak tahu apa kegunaannya, atau ingin menghamburkan anggaran diakhir tahun? Kenapa saya katakan demikian? karena pengerjaan itu dilaksanakan di saat mahasiswa sedang mengalami kesulitan akan keuangan untuk membayar SPP, terutama bagi mahasiswa angkatan 2013 dan 2014, yang dibebankan dengan pembayaran UKTB dengan biaya selangit.
Selain itu, padahal masih banyak mahasiswa-mahasiswa Unsyiah yang bekerja disela-sela waktu kosong kuliah, berdagang, bahkan ada yang mengamen diluar sana hanya untuk menutupi biaya kuliah. Mereka ada yang tidak terjamah dengan yang namanya beasiswa. Dan masih banyak kampus-kampus dari Fakultas yang ada di Unsyiah yang seharusnya mendapatkan perhatian serius, seperti Fakultas Kelautan dan Perikanan yang masih menggunakan tempat belajar di puskesmas lama, Kampus FKIP Penjaskesrek, dan Kampus FKIP PGSD yang berada di Lampeuneurut.
Saran saya sebagai mahasiswa Unsyiah, saya sangat berharap bila para dosen agar sangat memikirkan kewajiban dari hak yang telah diterima. Karena tidak semua orang tua mahasiswa mudah mendapatkan uang untuk membiayai kuliah anaknya. Dan mengenai skripsi, harap saya dosen sedikit berbaik hati dalam menguji mahasiswa tingkat akhir, janganlah terlalu dibebankan dan buatlah semampu mahasiswa. Berilah solusi dalam setiap permasalahan yang dihadapi dan jangan memberikan api yang bisa menyiksa diri. Kejadian Almarhum Fadliansyah merupakan pukulan dan menjadi intropeksi tersendiri bagi dosen yang ada di Unsyiah dan berbenah dari kasus yang terjadi pada almarhum.
Buat tim verivikasi UKTB dan beasiswa, alangkah baiknya mengajak kerjasama pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan tempat tinggal mahasiswa, seperti Pak Geucik dan kepala lorong agar lebih mudah menyesuaikan data yang ada. Untuk pihak rektorat apabila ada kebijakan mengenai kenaikan SPP, berilah audiensi dan laporan yang pasti kemana uang itu dipergunakan. Sebab sebagai mahasiswa, kami yang memiliki kewajiban membayar SPP juga harus tahu kemana dan untuk apa uang itu.
Mengenai perenovasian mohon pihak rektorat memikirkannya kembali ditahun yang akan datang. Alangkah baiknya apabila anggaran yang lebih setiap tahun tersebut dipergunakan untuk membeli kelengkapan fasilitas yang diperlukan oleh setiap fakultas agar mahasiswa bisa lebih giat dan semangat dalam belajar dan mengembangkan ilmu yang telah mereka dapatkan.
Kampus yang dibangun oleh darah, keringat dan kerjasama orang Aceh kini lebih menjadi air mata bagi putra-putri Aceh sendiri. Dengarlah wahai pihak rektorat, jangan biarkan air mata itu mengalir, sebab air mata akan mengeluarkan darah dan darah itu sangat berarti. Hapuskan air mata kami sebagai mahasiswa Unsyiah yang selalu menangis melihat kejadian ini. Karena sesuai dengan UUD 1945 Pasal 31 ayat 1, ”setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan”. Jadikanlah kampus Unsyiah ini menjadi lumbung yang menghasilkan para intelektual muda yang berguna untuk Aceh karena kampus ini didirikan dengan penuh perjuangan dan memiliki arti besar dalam sejarah Aceh.
Penulis adalah Mhd. Saifullah, warga Himpunan Mahasiswa Sejarah FKIP Unsyiah dan Anggota Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat FKIP
Editor: Hilda Rahmazani