Tim Riset dan Data | DETaK
Darussalam– Berdasarkan Surat Edaran Rektor No. B/1669/UN11/KP.11.00/2020 tentang Perpanjangan Masa Pencegahan Penyebaran COVID-19 di Lingkungan Universitas Syiah Kuala, hingga saat ini Universitas Syiah Kuala masih memberlakukan proses pembelajaran dalam jaringan (daring) sampai semester selanjutnya. Penetapan pembelajaran secara daring ini tentunya berdampak pada semua pihak terutama pada mahasiswa baru tahun 2020. Mahasiswa yang baru menjalani hari pertama kuliah sejak 14 September lalu dan masih sangat baru dengan suasana perkuliahan. Hal ini tentu tidak mudah untuk beradaptasi dengan hal baru terlebih lagi di masa pandemi yang segalanya serba online. Untuk itu, Tim Riset dan Data DETaK Unsyiah mencoba untuk menjajaki pendapat mahasiswa baru tahun 2020 tentang pembelajaran secara daring. Jajak pendapat ini dilakukan dengan menyebar kuisioner secara online sejak tanggal 03-07 Oktober 2020 dan terkhusus bagi mahasiswa baru tahun 2020.
Dari survei ini diketahui, dosen tidak hanya menggunakan aplikasi video conference selama masa pembelajaran daring tapi juga aplikasi e-learning Unsyiah dan group chat melalui media sosial. Memang dalam masa pandemi ini, tenaga pendidik diharuskan kreatif dalam menyampaikan materi dan membuat model-model pembelajaran yang baru dan cocok untuk dilaksanakan selama perkuliahan daring berlangsung. Namun, terdata sebanyak 25,07% dosen tidak membuat kelas/pertemuan daring.
“Di Unsyiah, banyak terkendala di e-learning kemarin itu pernah macet dan lain-lain. Tapi kan sudah diperbaiki walau belum maksimal. Pelatihan untuk dosen juga dilakukan, bagaiamana menggunakan berbagai media untuk pembelajaran daring dan membuat model-model pembelajaran yang dapat dilakukan untuk perkuliahan daring ini,” ujar Wakil Rektor I Universitas Syiah Kuala dalam wawancara bersama tim DETaK, Rabu 07 Oktober 2020.
Tercatat 367 responden yang berpartisipasi dalam survei ini. Dari angka tersebut, hanya 21,80% mahasiswa yang dapat memahami materi dengan baik selama perkuliahan berlangsung. Mahasiswa berpendapat bahwa perkuliahan tidak berjalan efektif karena beberapa faktor, seperti keterbatasan kuota dan jaringan koneksi internet, perbedaan dalam memahami materi dan terdapat 50,68% mahasiswa tidak memiliki fasilitas yang memadai untuk mengikuti perkuliahan daring.
Kebanyakan mahasiswa juga berpendapat bahwa mereka belum bisa terbiasa dengan cara pembelajaran daring, apalagi untuk mahasiswa yang tidak memiliki sarana/fasilitas yang memadai untuk melaksanakan perkuliahan daring. Beberapa berpendapat keterbatasan akses ini akan menghambat mereka dalam pemperoleh informasi dan mengganggu fokus serta konsentrasi saat proses belajar. Tentu hal ini menjadi ujian terberat dalam perjalanan pengalaman pertama mereka sebagai mahasiswa.
“Bagi saya selaku mahasiswa baru sangat sulit untuk melalui masa-masa kuliah ini. Bagaimana bisa seorang manusia yang baru saja menapakkan kaki ke jenjang baru juga harus melewatinya dengan cara yang baru pula. Mungkin bagi sebagian maba yang berkuliah dengan sarana yang memadai, mereka bisa melewatinya dengan mudah. Lantas bagaimana dengan teman teman kita yang tidak memiliki sarana yang cukup,” Tulis seorang mahasiswa pada laman survei evaluasi perkuliahan daring menurut mahasiswa baru tahun 2020.
Untungnya sebagian besar mahasiswa baru Unsyiah atau sekitar 68,66% sudah menerima bantuan kuota dari pemerintah. Hal ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan. Menurut 85,29% mahasiswa baru, perkuliahan secara tatap muka bisa saja dilakukan dikampus dengan menerapkan protokol kesehatan yang sudah dianjurkan. Hal ini didukung pernyataan WR I Universitas Syiah Kuala bahwasanya memang mahasiswa lebih puas jika dilakukan perkuliahan tatap muka.
“Memang sebagian besar mahasiswa mengatakan lebih enak kuliah tatap muka daripada dilakukan secara daring karena adanya interaksi antara mahasiswa dan dosen, juga kepada teman-temannya, sehingga kuliah tatap muka lebih disukai,” ujarnya saat diwawancarai.
Mahasiswa yang yakin bisa mengadakan perkuliahan tatap muka berpendapat bahwa penerapan protokol kesehatan dan melaksanakan kebiasaan baru memang sulit, namun mereka percaya dengan kesadaran dan keikutsertaan pihak Unsyiah, perkuliahan tatap muka bisa diwujudkan. Namun, sebagian kecil, sekitar 14,71% memilih untuk melaksanakan perkuliahan secara daring, dan menilai pemberlakuan ini sudah tepat.
“Menurut saya, kuliah daring sudah benar karena takut penyebaran COVID-19, kini mahasiswa harus mandiri belajar sendiri melalui banyak sumber untuk paham pelajarannya. Tapi banyak mahasiswa yang kesulitan untuk membeli buku karena kekurangan uang dan sebagainya. Manurut saya itulah yang paling menyusahkan saat kuliah daring ini,” Tulis salah satu mahasiswa yang tidak yakin untuk mengadakan kuliah tatap muka di masa pandemi ini.
Di masa pandemi, memang banyak kebiasaan baru yang harus diterapkan masyarakat kita dalam kehidupan sehari-hari. Dan memang dibutuhkan waktu untuk beradaptasi untuk terbiasa dengan hal-hal ini. Namun, kesulitan tersebut jangan sampai membuat kita menyerah. Jangan pula hal tersebut menurunkan kewaspadaan kita dalam menghadapi pandemi COVID-19 yang jumlah kasusnya semakin hari terus meningkat. Justru kita harus bersama-sama melawan dan menikmati hari yang normal kembali di kemudian hari.
“Jangan lupa pakai masker, jaga jarak dan selalu menjalankan protokol kesehatan dalam beraktifitas,” pesan WR I sebagai penutup.
Apa kata maba tentang kuliah daring?
Di laman survei yang kami sebar, mahasiswa menuliskan pendapatnya terhadap kuliah daring bagi mereka yang baru saja menjajaki dunia perkuliahan. Berikut beberapa pendapat yang telah kami himpun.
“Selama kuliah daring di masa pandemi banyak terkendala di jaringan, karena jarak rumah yang jauh menyebabkan terhambatnya proses belajar mengajar, dan tidak semua mahasiswa memiliki fasilitas yang memadai buat daring, saya berharap pandemi ini cepat berlalu dan bisa kuliah seperti layaknya seorang mahasiswi pada tahun tahun lalu. Aminn’.
“Menurut saya, kuliah daring sudah benar karena takut penyebaran COVID-19, kini mahasiswa harus mandiri belajar sendiri melalui banyak sumber untuk paham pelajarannya. Tapi banyak mahasiswa yang susah untuk membeli buku karena kekurangan uang dan sebagainya, menurut saya itulah yang paling menyusahkan saat kuliah daring ini’.
“Kuliah dimasa pandemi dinilai kurang efektif dikarenakan banyaknya mahasiswa yang tidak lancar dalam mengakses pembelajaran secara daring serta mengalami banyak kesulitan dalam perkenalan dunia perkuliahan yang sangat jauh beda dari masa sekolah sebelumnya, dan kesulitan dalam memahami materi pelajaran yang diajarkan secara daring”.
“Menurut saya bagus selama pandemi kita beraktivitas dari rumah saja, dan tidak memaksa kehendak dengan mengajukan aduan ingin kuliah offline karena alasan bosan dan ingin bertemu dengan teman baru. Banyak kekhawatiran jika kuliah offline sekarang, jika kita bukan bagian dari petugas kesehatan yg berada di garda terdepan setidaknya kita bisa membantu dengan tetap berada di rumah”.
“Sisi positif dan negatif dari suatu bencana pasti ada. Memang daring kurang efektif dalam masa perkuliahan, namun dengan daring kita jadi lebih mandiri, lebih mampu mengembangkan teknologi. Terlebih lagi kita akan tetap dipaksa untuk bisa teknologi, dan saya pikir, ini salah satu tahap awal bagi yang baru mulai, dan tahap yang lebih bagi yang sudah memulai”. “Pendapat saya mengenai perkuliahan selama pandemi adalah kuliah menjadi lebih menantang dari perkiraan, namun sistem perkuliahan sudah dibuat secara optimal hanya saja kurang puas dengan praktikum yang harus kami kerjakan sendiri secara mandiri. Selama jaringan tidak terganggu materi akan baik terserap, namun agak disayangkan tanya jawab tidak terlalu efisien”. []
Editor: Missanur Refasesa