Siaran Pers | DETaK
Banda Aceh – Sidang Pleno pembentukan struktur Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) yang berlangsung pada 30 April 2017 di gedung Multiple Purpose Room (MPR) Fakultas Pertanian (FP) Unsyiah dinilai berlangsung anarkis dan cacat hukum.
Disebutkan bahwa sidang yang berlangsung selama lima jam tersebut cacat hukum karena telah melanggar konstitusi mahasiswa Unsyiah. Salah satu bentuk pelanggaran yang dilakukan adalah adanya penyusup dan suara siluman dalam agenda sidang. Dimana dalam konstitusi disebutkan bahwa anggota MPM Unsyiah adalah semua anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa Unsyiah (DPMU) ditambah dengan setiap ketua dan sekretaris DPM Fakultas yang ada di Unsyiah.
Menurut salah seorang narasumber yang tidak ingin disebutkan namanya, pada saat rapat berlangsung, ada peserta yang tidak menjabat sebagai sekretaris DPMF, tetapi berhadir di dalam persidangan. Selain itu, adanya 2 orang anggota DPMU yang tidak berhadir, tetapi suaranya diwakili oleh anggota MPM yang lain, dengan kata lain satu orang anggota MPM dapat memiliki 2 suara. Menurutnya, hal ini jelas mencederai kehidupan demokrasi, dimana seharusnya demokrasi menjunjung tinggi hak demokrasi setiap orang.
“Bagaimana mungkin satu orang anggota MPM memiliki 2 suara dalam pemilihan mewakili anggota yang tidak hadir,” protesnya.
Setelah lima jam berlangsungnya sidang, terjadi kericuhan antar sesama peserta sidang. Hal ini dipicu oleh salah satu peserta sidang yang mendokumentasikan persidangan yang belangsung. Padahal, hal ini tidak melanggar konstitusi mahasiswa Unsyiah. Hingga menjelang sore terjadi premanisme dan pengeroyokan terhadap anggota DPMU asal Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) hingga dilarikan ke klinik, juga terjadi pendorongan dan pengecaman anggota DPMU perempuan asal FH hingga terjatuh.
Lebih ihwal diceritakan oleh sumber bersangkutan, terjadi pula pelanggaran terhadap kesepakatan Wakil Rektor (WR) III Unsyiah yang membatasi sidang tidak pada malam hari dengan pengawalan anggota Resimen Mahasiswa (Menwa) yang hadir. Sehingga palu sidang diamankan oleh salah seorang pewakilan anggota Menwa atas intruksi WR III melalui telepon. Pimpinan sidang sementara mengetuk palu bahwa sidang diskorsing.
Keputusan ini membuat para peserta sidang membubarkan diri. Meski disebutan diskorsing dalam waktu yang tidak ditentukan, ternyata sidang dilanjutkan dengan quorum (jumlah minimal anggota yang harus hadir dalam suatu rapat agar setiap keputusan yang diambil bisa diakui sah) tidak mencukupi, dan akhirnya dengan waktu 30 menit telah menghasilkan dokumen Tata Tertib (Tartib) dan terbentuklah struktur MPM Unsyiah yang baru. Menurutnya, hal ini jelas menciderai hukum pemilihan pimpinan sidang dan pimpinan MPM Unsyiah 2017. [*]
Editor: Maisyarah Rita