Hiduplah seperti cahaya lilin, walaupun cahaya itu kecil tetapi masih bisa menerangi sekelilingnya. Sebelum cahaya itu padam, kita harus bisa menjadi penerang yang tangguh. Karena hidup itu dituntut untuk mencari bukan menanti.
Filosofi diatas benar-benar dihayati Dini Andika Aryus (21 Tahun). Sekecil apapun, kehidupan ini harus bermanfaat dan berguna bagi sekelilingnya. Sehingga tidak mengherankan bila sebagian besar waktunya dihabiskan untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat.
Dini, biasa ia disapa, adalah seorang gadis yang memiliki kesibukan yang luar biasa padat. Dalam sehari, Dini harus menemui berbagai karakter manusia, dari orang tua hingga anak-anak.
Selain mengikuti perkuliahan di jurusan Keperawatan di Departemen Kesehatan (Depkes) Banda Aceh, ia juga menjalani Praktek Klinik di Rumah Sakit Umum Zainal Abidin (RSUZA).
Setelah menyelesaikan dua aktifitas tersebut, Dini harus kembali bekutat dengan pekerjaan lainnya, yaitu sebagai sebagai penyiar radio disalah satu stasiun radio di Banda Aceh, sedang sore harinya, lagi-lagi Dini harus menjalani perannya sebagai seorang guru mengaji di salah satu TPA di tempatnya tinggal.
Untuk pekerjaan sebagai guru mengaji, Dini mengaku sudah lama dilakoninya. “Saya sudah menjadi guru mengaji sejak duduk di kelas tiga SMP. Menjadi guru mengaji memang cita-cita saya sejak kecil,” ujarnya.
Dulunya, sambung Dini, cita-citanya adalah menjadi guru fisika. Walaupun ternyata cita-cita itu tidak kesampaian, namun semuanya itu sudah tertutupi saat menjadi guru mengaji atau ustadzah.
Selain mengajar di TPA, Dini juga mengajar di balee (sebutan dayah dalam bahasa Aceh). Waktu yang dipilih Dini untuk mengajar di Balee adalah ba’da Maghrib hingga pukul 21.00 WIB, dan kebetulan, Balee tempatnya mengajar hanya berjarak 250 meter dari rumahnya.
“Berbeda dengan penyiar, sebagai seorang guru mengaji kita harus berinteraksi langsung dengan santri, membangun suasana yang akrab dan nyaman sangat diperlukan. Dan yang terpenting adalah, kita harus mengenal karakter para santri agar proses belajar dan mengajar bisa berjalan lancar,” jelas Dini Kepada DETaK.
Dini menjelaskan, menjadi seorang ustadzah atau guru mengaji berarti menjadi guru agama. Apapun yang dilakukan akan menjadi patokan perbuatan bagi santrinya. Jadi, kita tidak hanya memberi nasehat akan tetapi juga harus benar-benar mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Karena tugas kita tidak hanya mengajar namun juga mendidik.
Walau dipenuhi seabrek kegiatan, bukan berarti Dini tidak mampu berprestasi. Hal ini dibuktikannya saat mewakili FASI (Festival Anak Sholeh Indonesia) Aceh bersama anak didiknya ke Jakarta, pertengahan Agustus 2008 silam. Anak didik Dini mampu menjuarai lomba cerdas cermat pada ajang tersebut. Hal ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi Dini dan anak didiknya, karena mampu membawa nama harum Aceh di tingkat nasional. ”Saya berharap untuk kedepannya FASI dapat menjuarai lomba-lomba lainnya dan prestasi yang telah didapat bisa dipertahankan,” harap Dini, antusias.
Sudah seharusnya kita dapat berbangga hati melihat prestasi Dini bersama anak didiknya. Disaat anak-anak Aceh banyak menghabiskan waktu bermain game online di warung-warung internet, Dini mampu membawa secercah harapan bagi anak-anak Aceh lainnya untuk berprestasi melalui pengajian.
Dini benar-benar sosok pahlawan seperti Cut Nyak Dhien, kegigihan dan sikap pantang menyerah telah member inspirasi bagi gadis-gadis lainnya. Aktifitas yang padat dan melelahkan tidak membuat Dini surut untuk terus memberi yang terbaik bagi sekelilingnya. Begitupun hubungan kepada Sang Khalik, Dini sangat menjaganya.
Begitupun hubungan dengan orang tua, Dini merupakan sosok yang berbakti. Walaupun –terkadang– Ia sampai dirumah hingga larut malam karena mengajar, Dini tetap mmapu membagi waktunya untuk membantu meringankan pekerjaan dirumahnya. Mulai dari memasak hingga bersih-bersih rumahnya yang terletak di daerah Setui Banda Aceh.
Dan salah satu kebanggaan yang dapat dilihat dari Dini, tangannya juga mahir membuat penganan seperti kue tart dan penganan kering lainnya. Penganan buatan Dini tidak sembarangan, karena keistimewaan rasa yang mampu dihasilkan Dini, telah membuat sebagian ibu-ibu memesan kue buatan Dini untuk berbagai keperluan dan acara-acara tertentu. “Jika sempat bolehlah datang untuk mencicipi kue buatan saya,” ujar Dini sambil tersenyum, sedikit berpromosi.
Hiduplah seperti cahaya lilin, walaupun cahaya itu kecil tetapi masih bisa menerangi sekelilingnya. Sebelum cahaya itu padam, kita harus bisa menjadi penerang yang tangguh. Karena hidup itu dituntut untuk mencari bukan menanti.***
DETaK | Syalmailia