Maisyarah Rita | DETaK
Aceh Besar – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) 2018 mengadakan kegiatan pembukaan Upgrading Pengurus BEM Unsyiah 2018 di gedung aula Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Sibreh, Aceh Besar pada Jumat, 2 Maret 2018.
Kegiatan yang mengusung tema “Revitalisasi Pergerakan Mahasiswa untuk Unsyiah Bermartabat” tersebut bertujuan untuk mempererat sekaligus temu ramah pengurus BEM 2018. Acara pembukaan juga turut dihadiri oleh Bupati Aceh Besar, Majelis Permusyawaratan Ulama Gampong suka Makmur, serta 200 mahasiswa yang terhimpun dari berbagai kementrian BEM Unsyiah 2018.
Hal senada turut disampaikan oleh Ketua BEM Unsyiah 2018, Muhammad Yasir menyampaikan bahwa selain sebagai ajang silaturrahmi, acara tersebut merupakan wahana kegiatan belajar memataskan diri guna kontribusi yang nyata untuk Unsyiah.
Menurut Yasir, mahasiswa merupakan agent of change, Ia dan kabinet BEM Unsyiah 2018 ditunjuk sebagai koordinator lingkungan oleh persatuan BEM seluruh Indonesia untuk mengawal isu-isu lingkungan melalui kegiatan Musyawarah Nasional BEM SI XI yang dihadirinya pada minggu lalu di Palembang.
“Untuk mengawal isu ini memerlukan kontribusi dari mahasiswa dalam mewujudkan bakti kinerja kita untuk Unsyiah dan juga Aceh tentunya,” ungkap Yasir bersemangat.
Yasir menambahkan, selain isu lingkungan, isu mengenai syariat Islam tidak kalah penting untuk terus diperhatikan.
“Selain isu lingkungan, isu syariat islam ini yang harus kita tegaskan,” tutup Yasir dilanjutkan dengan gema semangat mahasiswa yang diteriakkan oleh Yasir dari atas panggung.
Pemusatan isu terkait lingkungan dan syariat Islam turut dipertegas oleh Bupati Aceh Besar, Mawardi Ali yang berkesempatan membuka kegiatan tersebut secara resmi. Dalam sambutannya, Mawardi menyampaikan bahwa saat ini terdapat tiga isu besar yang harus kita perhatikan yaitu isu lingkungan, isu korupsi, dan yang terpenting adalah isu syariat Islam.
Berdasarkan penuturan Mawardi, di usia belia kepemimpinan Mawardi di Aceh Besar, ia begitu menjadi kontroversial karena kebijakan penerapan syariat Islam di bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) Aceh.
“Tidak ada satu bandarapun di dunia yang mewajibkan pramugari memakai hijab meski di jedah sekalipun,” cerita Mawardi yang disambut tepuk tangan riuh oleh peserta kegiatan.
Mawardi berharap agar syariat Islam benar-benar dijaga, sebab ia merasa khawatir bila jati diri terkait isu tersebut hilang dari masyarakat Aceh.
“Mahasiswa harus mampu menjadi pelopor, dan dapat menjadi agent of change sejati,” tutur Mawardi.
Kemudian mengenai tema upgrading, Mawardi menitipkan pesan khusus agar mahasiswa bukan hanya mampu meningkatkan tapi juga memperbaharui.
“Harapan saya mahasiswa bukan saja upgrading tapi update, supaya kita seperti android yang terus diperbaharui, biar kinerjanya ngga lelet,” imbuhnya.
Mawardi menilai bahwa proses berorganisasi sangat penting untuk melatih diri kita ketika kita hendak bergerak menjadi figur-figur publik yang tampil di depan, memecahkan berbagai persoalan, untuk merubah diri.
“Dari terbiasa berorganisasi, kita dapat mengenal karakter, pengalaman sangat penting, ketika kita mendapat amanah yang lebih besar. Bekerja dan memahami,” tutup Mawardi.
Setelah kegiatan pembukaan, kegiatan dilanjutkan dengan penjelasan Standar Operasional Prosedur (SOP) selama kegiatan yang akan dilangsungkan selama 3 hari tersebut, terhitung sejak 2-4 Maret 2018, dan games yang dimainkan semarak di kegiatan lanjutan malam.[]
Editor: Dhenok Megawulandari