Siaran Pers | DETaK
Kedatangan peserta Program Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM3T) di Lembata mendapat sambutan hangat masyarakat settling. Di pelabuhan Lewoleba, pejabat daerah telah menunggu antusias calon guru asal Aceh ini turun dari kapal Bukit Siguntang yang membawa mereka dari daratan Kupang. Minggu, (14/10/2012).
Rombongan disambut hangat dengan kalungan kain khas dari kepala diknas Lembata. Kapolres dan jajarannya juga dengan sigap membantu mengangkut barang bawaan. Beberapa pihak kepolisian siap mengantarkan mereka ke kantor diknas. Di sana sudah menunggu para orang tua asuh yang akan menampung mereka.
“Setelah ada sedikit upacara, kami disuguhi makan malam. Ada nasi dan lauk pauknya. Yang mengasyikkan adalah pilihan makan bose, makanan khas masyarakat Lembata, berupa bubur jagung dan kacang-kacangan. Makanan ini boleh dimakan dengan lauk ikan dan sayu layaknya makan nasi biasa,” ujar Wildan
Penyerahan sebanyak 74 peserta SM3T asal Aceh kepada Pemda Kabupaten Lembata dilakukan pukul 9.00 WITA, bertempat di Aula Utama Kantor Bupati Lembata. Penyerahan dilakukan oleh ketua rombongan dan diterima langsung oleh Bupati Lembata, yang diwakili oleh Sekretaris Daerah.
Acara turut dihadiri oleh Ketua Pengadilan Negeri Lembata, Kapolres, Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, n Olahraga (Drs . Alexander Tupen Making), beberapa Pimpinan SKPD, tokoh masyarakat n tokoh adat, Kepala UPTD Diknas, Kepala Sekolah n Pengawas satuan pendidikan, orang tua asuh, dan peserta SM3T.
Jumlah peserta asal Aceh utk Kab. Lembata 74 orang (36 laki-laki dan 38 perempuan). Mereka berasal dari 12 program studi, yaitu BI 4, EN 20, Geo 2, Mat 7, Bio 5, Fis 5, Kim 8, Eko 5, Sej 1, Penjaskes 9, PGSD 3, Dan PPKN 5.
Pada kesempatan itu ketua rombongan menyampaikan harapan agar pemda Lembada bersedia menerima kehadiran duta-duta Aceh disertai dengan bimbingan, perlindungan, dan tidak membiarkan mereka nikah di Lembata selama 2 tahun ke depan.
Khusus kepada peserta SM3T diharapkan agar mereka pandai-pandai mbawa diri di tewngah-tengah masyarakat yang multi budaya dan agama. Ungkapan “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung” patut menjadi perhatian mereka. Peserta semestinya menyelami kearifan lokal, kekhasan adat dan budaya setempat, dan tetap memperlihatkan jati diri sebagai orang Aceh yang agamis.