Beranda Buku Tak Layak Membenci Pembenci

Tak Layak Membenci Pembenci

BERBAGI

Judul Buku                    : Daun Yang jatuh Tak Pernah  Membenci Angin

Penulis                           : Tere-liye

Penerbit                         : PT Gramedia Pustaka Utama

Iklan Souvenir DETaK

Tahun Terbit                  : 2010

Cetakan                         : ke – 2

Tebal Buku                    : iv+256 halaman

 

img-20120910-wa0005
Sumber : http://pelangiituaku.files.wordpress.com/

“Dia bagai malaikat bagi keluarga kami. Merengkuh aku, adikku, dan ibu dari kehidupan jalanan yang miskin dan nestapa. Memberikan makan, tempat berteduh, sekolah, dan janji masa depan yang lebih baik.”

Itulah pargraf pertama yang kita temui sebelum memulai membaca cerita ini, sebelum bagian pertama cerita ini dimulai. Dan itu paragraf pertama dari sinopsi buku ini yang teletak di bagian belakang sampul buku. Dan, inilah kalimat yang begitu menyentuh yang terdapat dalam novel ini, “Biarlah aku luruh ke bumi seperti sehelai daun… daun yang tidak pernah membenci angin meski harus tereggutkan dari tangkai pohonnya.”

Cerita ini bermula dari sebuah toko buku berlantai dua, sang tokoh utama yaitu Tania, terpaku menatap indahnya masa lalu di lantai dua toko buku itu. Ia mulai mengingat saat-saat indahnya bermain di masa kecil bersama ‘dia’ (Danar) yang ia suka semenjak rambutnya masih dikepang dua. Selanjutnya buku tentang percintaan ini mengulas betapa kita tak patut membenci orang yang telah menyakiti kita, seperti halnya daun, daun yang jatuh tak pernah membenci angin.

Tania menyukai Danar yang jauh lebih tua dari dirinya, orang yang ia sebut dengan sebutan om. Selisih umur mereka berkisar belasan tahun malah. Perasaan kagum, terpesona, entah apalah namanya, datang dan telah menjadi satu perasaan yang sulit tuk dipungkiri.

Awal pertemuan Tania dan om Danar, adalah di sebuah mobil angkutan umum. Saat itu Tania dan Dede (adiknya) sedang mengamen mencari uang. Ketika mereka sedang mengamen, tiba-tiba Tania terpeleset dan jatuh membentur mobil itu, kakinya berdarah, dan saat itulah seorang malaikat (Danar) datang menolong Tania dan adiknya. Danar membersihkan darah yang mengalir dengan sapu tangannya.

Semenjak kejadian itu, mereka sering bertemu. Danar pun sering ke rumah Tania, sehingga ibu Tania mengenal baik Danar yang pada akhirnya menganggap Danar seperti anak sendiri. Namun, kebaikkan Danar, membuat suatu perasaan hadir di hati Tania, yang itu ia tak mengerti, hingga Tania dewasa dan menjadi anak yang membanggakan, perasaan itu masih membelenggu. Walau Danar, yang telah berubah panggilannya menjadi Kak, oleh tania semenjak ia sekolah di luar negri telah berumur tiga puluhan lebih dan memiliki pasangan hidup.

Kisah dalam buku ini menggunakan alur campur. Dari awal penceritaan sang penulis mengulang kembali kebelakang, namun di tengah cerita ia kembali mengulang lagi, dan di akhir cerita ia kembali lagi. Novel ini patut untuk di baca, sebab mempunyai sebuah pesan yang bermamfaat, yaitu, “daun yang jatuh tak pernah membenci angin, dengan artian walaupun kita telah  disakiti atau tersakiti oleh orang lain, maka tak sepatutnyalah kita harus membencinya, belajarlah seperti daun, meski ia luruh ke bumi tak terhiraukan, namun ia tak pernah benci pada angin yang membuatnya jatuh.”

Semoga, kita bisa memiliki sifat seperti sehelai daun, yang tak pernah benci kepada yang menyakitinya. Dan semoga juga, buku ini dapat bermamfaat bagi kita semua.[]

Ricky Syahrani adalah mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Bahasa Indonesia Unsyiah.