Opini | DETaK
Oleh : Rudy Bastian
*Pengusutan harus transparan, lakukan otopsi jika diperlukan
LBH Anak Aceh mengapresiasi kinerja aparat kepolisian Polsek Seulimum guna bertindak cepat dalam mengusut adanya dugaan penganiayaan yang menyebabkan Nurul Fatimah, Siswi MIN Keunaloe meninggal dunia. Kami berharap proses hukum pengusutan kasus tersebut dilakukan dengan transparan dan objektif.
Memang besar terindikasi Nurul Fatimah sebelum meninggal dunia mengalami penganiayaan dari kawan-kawannya. Akan tetapi mengenai petunjuk tersebut perlu kajian dan identifikasi lebih lanjut. Hal ini guna menjamin keobjektifan penanganan perkara sehingga penegakan hukum bisa ditegakkan.
Terlebih para pelaku yang diduga menganiaya Nurul Fatimah adalah juga masih berusia anak-anak. Sehingga bukan hanya Nurul sebagai korban wajib mendapat keadilan akan tetapi para pelaku yang juga masih tergolong anak-anak ini juga wajib dilindungi. Karena dalam Undang-undang Perlindungan Anak UU No. 23 Tahun 2002 Jo UU No. 35 Tahun 2014, mengamanahkan bahwa yang wajib dilindungi terhadap anak terdiri dari 3 golongan : yakni anak sebagai pelaku, anak sebagai korban dan anak sebagai saksi. Sehingga dugaan yang mengarah pada keempat pelaku anak ini wajib ditindak secara adil dan tanpa melupakan prinsip-prinsip dasar perlindungan terhadap anak.
Tentu jikapun terbukti keempat pelaku anak ini terlibat, tetap wajib mengedepankan bahwa anak-anak pelaku ini sebenarnya adalah korban akibat pengontrolan dan pembinaan orangtua dan masyarakat yang tidak peka terhadap perilaku anak.
Tindakan penganiayaan yang dilakukan hingga menyebabkan Nurul meninggal dunia tentu bukanlah hal yang lazim dilakukan anak-anak. Penganiayaan ini tentu didapat anak-anak tersebut dari tontonan dan games yang menjamur luas dikalangan masyarakat. Games dan tayangan kekerasan memacu anak untuk belajar dan mempraktekkan dalam kehidupan masyarakat dan kawan-kawan sebaya merupakan sasaran empuk untuk mereka praktekkan.
Ini adalah akibat kontrol orangtua dan lingkungan pendidikan yang abai dengan tontonan anak tersebut. Keempat anak tadi wajib mendapat pembinaan dan rehabilitasi mental/sikap agar mereka pulih dari segala macam pengaruh efek media tersebut.
Kami medorong agar penyelidikan yang dilakukan oleh pihak Polsek Seulimum ini dilakukan secara terbuka dan transparan agar pengusutannya benar-benar tuntas. Ini selain menjadi ranah penegakan hukum juga bisa menjadi tolok ukur penanganan keempat anak yang diduga pelaku ini dapat diperlakukan secara adil. Keempat pelaku yang diduga ini juga berhak mendapat kepastian hukum dan perlakuan layak sebagaimana jaminan dalam perlindungan anak.
Jangan sampai kita mengorbankan keempat anak yang diduga ini nantinya menjadi makin hancur dalam segi mental akibat stereotip masyarakat yang menglebelkan mereka dengan sebutan “pembunuh”. Ini akan menyebabkan efek mental jangka panjang bagi keempat anak ini nantinya. Keempat anak ini tentu berhak dibina guna merubah perilakunya.
Kami mendorong jika bukti visum et repertum tehadap penyebab kematian bagi Nurul terungkap jelas. Pihak Polsek Seulimum bisa saja melakukan otopsi terhadap Nurul agar data yang didapat lebih objektif dan jelas. Otopsi tentu menjadi salah satu sarana guna memastikan benar tidaknya dugaan penganiayaan yang dituduhkan kepada keempat siswa tadi.
Kami LBH Anak Aceh tidak sependapat dengan Pihak Kakankemenag Aceh Besar yang mengupayakan upaya perdamaian. Pihak Kakankemenag Aceh Besar tentunya tidak bisa menutup diri bahwa ini bisa diselesaikan dengan cara adat istiadat. Ini merupakan perkara serius dan wajib diungkap secara tranparan guna menjadi bahan perbaikan penanganan anak kedepan agar kejadian serupa tidak terulang dikemudian hari. Juga tidak tertutup kemungkinan adanya kelalaian dari para pendidik di sekolah MIN Keunaloe tersebut yang menyebabkan terjadinya pemukulan sebagaimana dugaan yang sudah merebak.
*Penulis merupakan Manager Program di Lembaga Bantuan Hukum Anak (LBH) Aceh.
Editor: Riyanti Herlita