Tajul Ula | DETaK
Banda Aceh – Pejabat Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi (PPID) harus dimiliki setiap instansi setelah pemberlakuan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) No. 14 Tahun 2008 paling lambat setahun setelah kebijakan tersebut diberlakukan pada tahun 2010 silam.
Namun sampai saat ini, Unsyiah belum memiliki PPID sehingga untuk mendapatkan informasi yang semestinya dapat diketahui publik sangatlah sulit.
Safrizal Rantona yang mengsengketakan Unsyiah perihal keterbukaan informasi publik, mendorong rektorat untuk terbuka terhadap dokumen anggaran. Ia juga mengharapkan Unsyiah membentuk PPID guna mengontrol pengelolaan informasi.
“Sebagai Universitas terbesar di Aceh seharusnya Unsyiah sudah memiliki PPID dan menjadi contoh bagi institusi pendidikan lain agar transparan terhadap pengelolaan anggaran,” ujar Ranto, yang juga merupakan alumni Universitas Syiah Kuala ini.
Perwakilan Unsyiah Tak Paham Masalah
M. Daud Yusuf, selaku yang diberi kuasa oleh Rektor Unsyiah, Samsul Rizal sama sekali tidak begitu tahu mengapa pihak Unsyiah tidak mengabulkan permohonan Rantona mengenai masalah keterbukaan informasi publik tersebut.
“Yang mengurusi masalah keuangan adalah Pembantu Rektor (PR) II, namun akhir-akhir ini PR II disibukkan oleh agenda ke Jakarta, serta musibah yang menimpa keluarganya,” ucap Daud, yang juga merupakan Dosen Fakultas Hukum ini.
Menurut Daud, mungkin saja alasan tersebut yang membuat pihak rektorat tidak memenuhi permintaan dari Rantona saat sidang Komisi Informasi Aceh, yang pertama digelar pada tanggal 12 Maret 2015 lalu.[]
Editor: M Fajarli Iqbal
Baca juga: Sengketa Informasi Unsyiah Berlanjut ke Tahap Mediasi | SAKA Sayangkan Unsyiah Enggan Hadiri Sidang KIP | 10 Data Unsyiah yang Disengketakan SAKA