Banda Aceh, 31 Juli 2010. Team DETaK UKM Pers Unsyiah berkunjung ke Benteng Indra Patra yang terletak didaerah ujong bate, Aceh Besar. Benteng Indra Patra merupakan Sebuah bangunan tua peninggalan sejarah, yang telah terabaikan dan tak ada perawatan sama sekali. Bangunan tua ini telah berdiri sejak beberapa abad silam, yang digunankan sebagai tempat pertahanan dan tempat beribadatan kaum Hindu.
Bangunan bersejarah ini terdiri dari 4 buah benteng, dan kini hanya tinggal 2 benteng yang tersisa, yaitu benteng utama dan benteng pertahanan. Dua diantaranya telah musnah, oleh karna tidak adanya perawatan dan bangunannya yang sudah cukup tua hingga menjadi roboh tak bersisa. Bangunan tua ini dibangun dari campuran batu kapur dengan telur. Meski dibangun dari bahan-bahan yang sangat sederhana, namun benteng-benteng ini dapat bertahan hingga bertahun-tahun lamanya.
Dalam benteng utama terdapat 2 stupa (sumur) untuk bersuci dan juga tempat ibadah untuk kaum Hindu pada zaman dahulu. Dan didalam benteng pertahanan ada dua bunker untuk meriam ukuran besar dan juga menjadi tempat penyimpanan meriam. Sedangkan untuk penyimpanan peluru dan senjata hanya ada 1 bunker. Dan selebihnya juga terdapat 11 lubang kecil didalam benteng pertahanan untuk meriam ukuran kecil. Namun pada benteng utama lubang-lubang kecil ini telah ditutup dengan semen saat dilakukan pemukaran. Hal ini patut disesalkan karna telah menghilangkan bentuk asli dari benteng ini, selain itu untuk kelestarian dari benteng-benteng Indra patra ini juga sama sekali tidak ada perawatan khusus.
Di benteng utama hanya terlihat bekas yang dulunya menjadi tempat peribadatan bagi kaum hindu yang kini telah rusak total dan ada 2 stupa yang di dalamnya terdapat sumur, awalnya di benteng ini terdapat 4 stupa.
Di benteng pertahanan terdapat tiga buah tempat berbentuk seperti terowongan yang di sebut dengan bunker, satu bunker di pakai untuk menyimpan senjata dan peluru, dua lagi di pakai untuk menyimpan meriam besar yang mana di dalam 2 bunker tersebut terdapat semacam bolongan berbentuk frame untuk dapat melihat ke arah laut.
Dahulu pembuatan benteng ini dengan menggunakan batu kapur dan telur, namun setelah pembugaran, unsur dari bahan tersebut sudah tidak terlalu tampak.
Tempat ini merupakan salah satu tempat bersejarah yang ada di Nanggroe Aceh Darussalam, namun karena perawatannya yang bisa di katakan kurang maximal atau mungkin tidak ada, dan telah kehilangan keindahannya, tempat ini menjadi tempat bersejarah yang terlupakan. Namun, tempat ini juga masih sering di gunakan sebagai tempat pembelajaran, khususnya bagi mahasiswa yang bergelut di bidang ilmu sejarah.
“Kami sudah pernah kesini dengan teman-teman dan dosen untuk mempelajari tentang sejarah benteng peninggalan ini,” ungkap salah seorang mahasiswa Unsyiah saat dimintai pendapatnya.
Mitos Angka Ganjil
Sejarah tentang masuknya Hindu ke Aceh sangat minim, satu-satunya bangunan yang masih ada juga kurang diperhatikan oleh pemerintah daerah. Begitu halnya dengan benteng Indrapatra yang hanya menyisakan dua benteng, padahal ada empat benteng disana, namun dua sisanya hampir rata dengan tanah.
Ada yang menarik, disalah satu benteng yang menghadap laut internasional terdapat 11 lubang disetiap sisi temboknya. Begitupun dengan jumlah bangunan kecil yang berjumlah ganjil, yaitu tiga.
Dalam mitos kehidupan bangsa-bangsa dahulu, dimana pun angka ganjil lebih banyak bermakna di banding angka genap. Angka ganjil dipercaya membawa keberuntungan dan sekali lagi ini dapat dibuktikan dari sekian banyak kepercayaan baik itu yang beragama Islam, Kristen, Hindu, Budha atau Khong chu dan hampir semua agama memiliki hitungan favorit, yaitu angka ganjil. Angka ganjil dianggap sebagai angka keberuntungan.
DETaK : Reza Hidayat, Lisma Linda, Raubati, Rahmayani, Nurul Hidayati
Comments
comments