Redaksi detak-unsyiah.com menerima sumbangan tulisan dari mahasiswa atau kalangan umum. Setiap tulisan dapat dikirim ke email [email protected] dengan disertai identitas penulis. Terima Kasih
Evaluasi Triwulan (ETW) Pemerintahan Mahasiswa (PEMA), mengundang kritikan banyak pihak. Evaluasi penggunaan anggaran PEMA ini, dinilai masih banyak yang bermasalah. Parahnya, PEMA terkesan lepas tangan atas laporan yang mereka buat sendiri.
Salah satu kritikan itu datang dari Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan (BEM FKH), Ari Ramadhan Siregar. Kepada DETaK, Minggu, dua pekan lalu, Ari Ramadhan mengatakan, PEMA terlalu boros dalam penggunaan anggaran. Apalagi, jumlah dana yang dikeluarkan PEMA dalam beberapa kegiatannya kebanyakan tidak rasional.
Pernyataan BEM FKH itu bukan tanpa alasan, sebab dalam ETW PEMA memang banyak ditemui beberapa kejanggalan. Sejumlah anggaran yang tertera pada ETW tersebut dinilai tak wajar. Misalnya, untuk kegiatan aksi, Pemerintahan Mahasiswa menghabisakan dana satu hingga dua juta rupiah. Untuk aksi itu, PEMA menyewa sound system dan supir dengan dana Rp. 1 juta. Padahal PEMA memiliki sound system sendiri. Tentu saja, hal ini menjadi tidak wajar bila PEMA masih mengeluarkan dana untuk menyewa sound system.
Untuk dana kegiatan aksi ini, Mujiburrahman, Presiden Mahasiswa Unsyiah menilainya wajar bila dalam setiap aksi PEMA menganggarkan dana sebesar itu. Alasannya, karena PEMA memang memiliki anggaran yang cukup, maka adalah wajar bila dana tersebut digunakan dalam jumlah tertentu, asalkan penggunaannya sesuai.
Anggapan ini tentu ditolak beberapa ketua BEM Unyiah. Sebagaimana yang dikatakan Ketua BEM FKIP, Safruddin. Menurutnya, bukankah dana-dana itu bisa digunakan untuk kegiatan lain yang lebih bermanfaat dari pada digunakan untuk kegiatan demo yang belum tentu membawa dampak yang signifikan.
Penggunaan anggaran, tentu haruslah pada efektifitas kegiatan. Jikapun dana berlimpah bukan berarti menggunakan dana sepenuhnya. Apalagi, dalam Agama Islam, sikap hemat dan bermanfaat sangat dianjurkan. Dan Rasulullah, dalam beberapa Hadistnya, telah menjelaskan bagaimana Rasulullah membeci sikap sifat boros dan berlebih-lebihan.
Parahnya, dalam aksi demo itu, PEMA bahkan mengeluarkan dana yang sama besar saat melakukan aksi demo bersama lembaga eksternal kampus. Contohnya kerjasama PEMA bersama Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) saat melakukan aksi mendukung disahkannnya Qanun Jinayat. Dana yang dikeluarkan PEMA sangatlah besar yaitu Rp. 1.050.000. “Seyogianya, bila PEMA telah melakukan kerja sama dengan pihak luar, PEMA dapat lebih efisien mengeluarkan dana,” ujar Safaruddin.
Permasalahan lainnya pada ETW tersebut adalah, pengeluaran biaya untuk pemasangan internet sebesar Rp. 1,5 juta. Masalahnya, Mujiburrahman mengakui sendiri bahwa tidak ada pemasangan internet di PEMA. Tentu hal ini menjadi pertanyaan besar. Jika pernyataan Mujib tersebut benar, lalu untuk apa dana 1,5 juta itu.
Selain itu, yang menarik untuk disoroti dalam ETW ini adalah ketika Departemen Kewanitaan (Depwan), mengadakan kegiatan kanvas ramadhan tahun 2009. Pada kegiatan itu Kesekretariatan Pemerintah (Kespem) juga memberikan bantuan dana sebesar Rp. 123.000 untuk kelancaran acara tersebut. Masalahnya, dalam ETW ini Depwan tidak mencantumkan dana tersebut sebagai uang pemasukkan.
Uniknya, ternyata PEMA juga mencantumkan anggaran untuk pembayaran listrik. walau nominal dana yang dikeluarkan sangat kecil, namun, bukankah masalah biaya listrik telah menjadi tanggungan pihak rektorat.
Terhadap kritikan tersebut, Mujiburrahman membantah dengan berbagai alasan. Malah Mujib mencoba mengalihkan isu, mengapa DETaK hanya menanyai laporan keuangan PEMA, bukannya keuangan lembaga-lembaga lainnya di Unsyiah.
Secara halus DETaK menjawab, bahwasanya DETaK tetap melakukan hal yang sama terhadap lembaga-lembaga kampus lainnya jika diketahui ada kejanggalan dalam penggunaan dana. Namun, pilihan pertama kepada PEMA, hal ini tidak lain karena PEMA merupakan induk lembaga di Unsyiah. Apalagi, PEMA dalam kepemimpinan Mujib sudah mengatakan, bahwa PEMA akan transparan dan terbuka.
Nah, jika PEMA sendiri mencoba menyembunyikan dan menutup laporan pengeluaran dana (melalui kegiatan program), bagaimana mungkin PEMA saat ini sudah bersih dan transparan. Bahkan, Mujib sendiri mencoba mengalihkan isu ini kepada lembaga lainnya. “Lalu kemana tansparansi yang PEMA usung selama ini,” Tanya Safaruddin, bingung. ****
DETaK | Ibnu Syahri Ramadhan
Redaksi detak-unsyiah.com menerima sumbangan tulisan dari mahasiswa atau kalangan umum. Setiap tulisan dapat dikirim ke email [email protected] dengan disertai identitas penulis. Terima Kasih
ETW PEMA Berselemak Masalah
Evaluasi Triwulan (ETW) Pemerintahan Mahasiswa (PEMA), mengundang kritikan banyak pihak. Evaluasi penggunaan anggaran PEMA ini, dinilai masih banyak yang bermasalah. Parahnya, PEMA terkesan lepas tangan atas laporan yang mereka buat sendiri.
Salah satu kritikan itu datang dari Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan (BEM FKH), Ari Ramadhan Siregar. Kepada DETaK, Minggu, dua pekan lalu, Ari Ramadhan mengatakan, PEMA terlalu boros dalam penggunaan anggaran. Apalagi, jumlah dana yang dikeluarkan PEMA dalam beberapa kegiatannya kebanyakan tidak rasional.
Pernyataan BEM FKH itu bukan tanpa alasan, sebab dalam ETW PEMA memang banyak ditemui beberapa kejanggalan. Sejumlah anggaran yang tertera pada ETW tersebut dinilai tak wajar. Misalnya, untuk kegiatan aksi, Pemerintahan Mahasiswa menghabisakan dana satu hingga dua juta rupiah. Untuk aksi itu, PEMA menyewa sound system dan supir dengan dana Rp. 1 juta. Padahal PEMA memiliki sound system sendiri. Tentu saja, hal ini menjadi tidak wajar bila PEMA masih mengeluarkan dana untuk menyewa sound system.
Untuk dana kegiatan aksi ini, Mujiburrahman, Presiden Mahasiswa Unsyiah menilainya wajar bila dalam setiap aksi PEMA menganggarkan dana sebesar itu. Alasannya, karena PEMA memang memiliki anggaran yang cukup, maka adalah wajar bila dana tersebut digunakan dalam jumlah tertentu, asalkan penggunaannya sesuai.
Anggapan ini tentu ditolak beberapa ketua BEM Unyiah. Sebagaimana yang dikatakan Ketua BEM FKIP, Safruddin. Menurutnya, bukankah dana-dana itu bisa digunakan untuk kegiatan lain yang lebih bermanfaat dari pada digunakan untuk kegiatan demo yang belum tentu membawa dampak yang signifikan.
Penggunaan anggaran, tentu haruslah pada efektifitas kegiatan. Jikapun dana berlimpah bukan berarti menggunakan dana sepenuhnya. Apalagi, dalam Agama Islam, sikap hemat dan bermanfaat sangat dianjurkan. Dan Rasulullah, dalam beberapa Hadistnya, telah menjelaskan bagaimana Rasulullah membeci sikap sifat boros dan berlebih-lebihan.
Parahnya, dalam aksi demo itu, PEMA bahkan mengeluarkan dana yang sama besar saat melakukan aksi demo bersama lembaga eksternal kampus. Contohnya kerjasama PEMA bersama Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) saat melakukan aksi mendukung disahkannnya Qanun Jinayat. Dana yang dikeluarkan PEMA sangatlah besar yaitu Rp. 1.050.000. “Seyogianya, bila PEMA telah melakukan kerja sama dengan pihak luar, PEMA dapat lebih efisien mengeluarkan dana,” ujar Safaruddin.
Permasalahan lainnya pada ETW tersebut adalah, pengeluaran biaya untuk pemasangan internet sebesar Rp. 1,5 juta. Masalahnya, Mujiburrahman mengakui sendiri bahwa tidak ada pemasangan internet di PEMA. Tentu hal ini menjadi pertanyaan besar. Jika pernyataan Mujib tersebut benar, lalu untuk apa dana 1,5 juta itu.
Selain itu, yang menarik untuk disoroti dalam ETW ini adalah ketika Departemen Kewanitaan (Depwan), mengadakan kegiatan kanvas ramadhan tahun 2009. Pada kegiatan itu Kesekretariatan Pemerintah (Kespem) juga memberikan bantuan dana sebesar Rp. 123.000 untuk kelancaran acara tersebut. Masalahnya, dalam ETW ini Depwan tidak mencantumkan dana tersebut sebagai uang pemasukkan.
Uniknya, ternyata PEMA juga mencantumkan anggaran untuk pembayaran listrik. walau nominal dana yang dikeluarkan sangat kecil, namun, bukankah masalah biaya listrik telah menjadi tanggungan pihak rektorat.
Terhadap kritikan tersebut, Mujiburrahman membantah dengan berbagai alasan. Malah Mujib mencoba mengalihkan isu, mengapa DETaK hanya menanyai laporan keuangan PEMA, bukannya keuangan lembaga-lembaga lainnya di Unsyiah.
Secara halus DETaK menjawab, bahwasanya DETaK tetap melakukan hal yang sama terhadap lembaga-lembaga kampus lainnya jika diketahui ada kejanggalan dalam penggunaan dana. Namun, pilihan pertama kepada PEMA, hal ini tidak lain karena PEMA merupakan induk lembaga di Unsyiah. Apalagi, PEMA dalam kepemimpinan Mujib sudah mengatakan, bahwa PEMA akan transparan dan terbuka.
Nah, jika PEMA sendiri mencoba menyembunyikan dan menutup laporan pengeluaran dana (melalui kegiatan program), bagaimana mungkin PEMA saat ini sudah bersih dan transparan. Bahkan, Mujib sendiri mencoba mengalihkan isu ini kepada lembaga lainnya. “Lalu kemana tansparansi yang PEMA usung selama ini,” Tanya Safaruddin, bingung. ****
DETaK | Ibnu Syahri Ramadhan
Related posts
» Aktivasi KTM, Mahasiswa Setor 100 Ribu
» BNI jadwalkan pembagian KTM 2013
» Gandeng University of Vienna, Unsyiah Adakan Seminar Internasional
» Pelantikan Himmat FKIP Unsyiah Periode 2014/2015
» Mendikbud Lantik Rektor Unsyiah Periode 2014-2018
» Kemensos BEM Adakan Aksi Peduli Lingkungan