Redaksi detak-unsyiah.com menerima sumbangan tulisan dari mahasiswa atau kalangan umum. Setiap tulisan dapat dikirim ke email [email protected] dengan disertai identitas penulis. Terima Kasih
PEMA saat ini di bawah kepemimpinan saya, jadi jangan samakan dengan PEMA kepengurusan sebelum-sebelumnya. PEMA akan meminta pihak rektorat untuk transparan dalam hal pengelolaan dana kemahasiswaan Unsyiah”.
Kalimat itu keluar tegas dari bibir Mujiburrahman, Presiden Mahasiswa Unsyiah dalam pertemuan dengan para pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Unsyiah. Di di ruang seminar Gedung Gelanggang Mahaiswa, Selasa, 5 Januari 2010.
Sayangnya, keinginan Mujiburrahman mewujudkan kampus yang transparan ternyata bertolak belakang dengan apa yang dilakukannya. Mujib menginginkan transparansi namun, PEMA dibawah kepemimpinannya sendiri justru terkesan tidak transparan. Hal ini dapat dilihat bagaimana sikap Mujib terhadap laporan ETW PEMA. “Tidak ada kewajiban untuk PEMA mempublis laporan ETW kami,” tegas Mujib. (Baca: ETW PEMA, Bukan Untuk di Publish, Lalu!).
Pernyataan dan kondisi dilapangan yang terbalik 180 derajat ini tentu mendapat cibiran dari berbagai kalangan, khususnya dari para pengurus UKM di di lingkungan Unsyiah. Salah satunya adalah Ikliludin, dari UKM Pencinta Alam Leuser. Menurut Acong, panggilan akrab Ikliludin, sebelum menuntut rektorat untuk transparan, sebaiknya PEMA dulu yang harus transparan kepada mahasiswa, baik itu keuangan maupun program.
Pernyataan Acong begitu beralasan. Karena ia menilai, selain tidak trasnparan, selama ini PEMA terkesan ‘menyerobot’ kegiatan-kegiatan yang seharusnya dilaksanakan oleh UKM. Misalkan program Green Kampus. “Sebenarnya bagi kita tidak masalah mereka buat kegiatan seperti itu, akan tetapi apa salahnya jika mereka bekerjasama dengan UKM-UKM yang memiliki spesifikasi dalam sebuah kegiatan. Misalkan PEMA buat bakti sosial mengapa tidak kerjasama dengan UKM BSPD (Bakti Sosial Pembangunan Desa), donor darah ajak PMI,” jelas mahasiswa berambut gondrong itu.
Selain masalah kegiatan yang tumpang tindih, Acong juga masih belum mengetahui secara pasti hubungan antara UKM dengan PEMA. “Seandainya kita setara dengan PEMA karena sama-sama di SK-kan oleh Pembantu Rektor III, mengapa setiap kegiatan kita harus mengetahui PEMA, ini justru memunculkan birokrasi yang berbelit-belit”. Imbuhnya.
Pendapat yang sama dilontarkan Komandan PMI Unsyiah, Nazarullah. Seharusnya PEMA Unsyiah melakukan pendekatan dengan UKM-UKM yang ada. Selama ini PEMA terkesan bukan membawa nama Unsyiah, tetapi membawa nama pribadi PEMA. “Kalau memang atas nama mahasiswa Unsyiah kenapa tidak melibatkan semua elemen mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan,” ungkap Nazar.
Nazar menilai, kinerja PEMA saat ini tidak tersosialisasi dengan baik. Sehingga cenderung menutup diri dengan lembaga kreativitas mahasiswa seperti UKM-UKM. PEMA hanya disibukkan dengan kegiatan sendiri dengan orang-orang di dalam PEMA.
PEMA, sebut Nazar, sebagai lembaga eksekutif tertinggi mahasiswa di kampus ini seharusnya mampu mengakomodir aspirasi mahasiswa. Namun pada kenyataannya PEMA tidak pernah melakukannya.
Nazar mencontohkan. Pada tahun 2007 silam UKM PMI mengadakan hubungan kerja sama dengan PEMA dalam kegiatan donor darah. Namun, sekarang PMI tidak akan mengajukan kerja sama karena takut dimanfaatkan. “Toh tanpa kerjasama dengan PEMA kita juga bisa melaksanakan kegiatan. Jika ditawari mungkin kita mau, dengan catatan bentuk kerja samanya jelas serta demi kepentingan bersama,”. Jelas Nazar.
Hal serupa juga terlontar dari mulut ketua UKM Kempo Unsyiah, Muhammad Taufik. Ia mengakui selama ini PEMA sangat tertutup, baik menyangkut laporan keuangan maupun koordinasi antara lembaga. Taufik juga mempertanyakan juga keberadan Presma, apakah untuk mahasiswa atau hanya untuk golongan mahasiswa tertentu saja.
Taufik juga mengungkapkan kekecewaanya terhadap PEMA. Menurutnya, program kerja PEMA belum dirasakan oleh mahasiswa sepenuhnya, padahal PEMA memiliki anggaran yang cukup untuk menggelar kegiatan yang memiliki dampak besar bagi mahasiswa.
UKM sebagai lembaga kreativitas mahasiswa sebenarnya bukan tidak mampu melaksanakan program-program yang telah dirancang. Namun, dari pihak rektorat sendiri tidak sungguh-sungguh membantu kegiatan yang dilaksanakan oleh UKM.
Hal ini semakin diperparah dengan tindakan PEMA yang melakukan kegiatan yang sama dengan kegiatan UKM sehingga biro lebih membantu PEMA yang notabenenya sebagai lembaga besar. Sayangnya, PEMA pun tidak pernah mengajak UKM untuk kegiatannya. “Jika PEMA yang membuat kegiatan, biro mudah mengeluarkan uang. Nah… kalau UKM yang buat kegiatan, sudah uangnya sedikit prosesnya berbelit-belit lagi” ungkap Nazar saat ditemui dimarkas UKM PMI Unsyiah, Selasa, 2 Februari lalu.
Kami sebagai pengurus UKM, sebut Nazar, bukannya cemburu masalah dana. Akan tetapi, jika seperti ini caranya, lebih baik tutup saja seluruh UKM yang ada di Unsyiah. Biar PEMA yang bekerja sendiri. Sehingga, Universitas di seluruh Indonesia bisa tahu, bahwa Unsyiah tidak memiliki UKM.
Terkait kerjasama ini, Mujiburrahman angkat bicara. Menurutnya, PEMA pada prinsipnya sepakat terkait kerjasama dengan lembaga-lembaga mahasiswa lain. Bahkan Mujib mengakui selama ini pihaknya belum membangun komunikasi dengan UKM yang ada. Namun ke depan PEMA akan berupaya untuk melakukan kerjasama, contohnya dengan mengadakan pertemuan dengan UKM beberapa waktu lalu.
Mujib berharap UKM-UKM yang ada juga harus pro aktif menawarkan program ke PEMA. “Jangan berharap kami dari PEMA saja yang turun ke bawah, tetapi kawan-kawan bawah juga sampaikan ke kita, karena kita juga punya keterbatasan.
Pendapat Mujib tersebut dibantah keras Basyirun. Ketua Umum BSPD ini mengatakan bahwa, pendapat Mujib hanya omong kosong. Karena selama ini, program BSPD banyak diserobot oleh PEMA. Bahkan Basyirun pernah menyatakan hal tersebut kepada Pembantu Rektor III. Namun, ia kecewa dengan jawaban PR III yang menyatakan itu hal yang wajar-wajar saja dalam kegiatan kemahasiswaan.
Dalam menyusun program kerja, sebut Basyirun, PEMA harus memperhatikan lembaga di bawahnya yang memang punya keahlian disuatu bidang. “Kenapa PEMA tidak mengundang perwakilan dari UKM dalam raker, sehingga program kerja PEMA bisa disinergiskan dengan kegiatan UKM”. Ungkap Basyirun yang dihubungi DETaK via telepon.
Yang lebih menyedihkan tambah Basyirun, dirinya pernah diundang oleh Presiden Mahasiswa (Mujib, red) untuk sharing bagaimana menghadapi kendala dan permasalahan di lapangan saat mengadakan bakti sosial.
Meskipun pihak UKM BSPD telah menyinggung tentang kerjasama, sayangnya, Presma hanya menawarkanya menjadi relawan. “Saya sudah mencoba menyinggung ke arah kerjasama, namun hanya ditawari menjadi relawan. Hingga hari keberangkatan saya tidak pernah dihubungi lagi”, tutur Basyirun kesal.
Perihal tumpang tindih program ini, Mujib membantahnya. Menurutnya, PEMA juga berhak melaksanakan kegiatan, PEMA juga memiliki departemen yang membidangi masalah-masalah tersebut, misalnya bakti sosial, PEMA memiliki departemen sosial kemasyarakatan. “Kita sudah duluan ada dari BSPD, dan baksos telah kita laksanakan dari dulu, jadi nggak ada cerita jika PEMA menyerobot program BSPD”. Ungkap Mujib kepada DETaK beberapa waktu lalu.
Untuk baksos Mujib mengutarakan bahwa kegiatan tersebut telah menjadi kegiatan tahunan PEMA. “Jika UKM BSPD misalnya ingin mengadakan Baksos masih bisa dilaksanakan di daerah lain di Aceh yang masih membutuhkan bantuan dari mahasiswa,” jelasnya.
Jika melihat pendapat Mujib, tentu sangat disayangkan beberapa pengurus UKM. Apalagi, Mujib selalu berkata: “Jangan samakan PEMA yang dulu dengan PEMA sekarang. PEMA sekarang dibawah kepemimpinan Mujib dan tidak sama dengan PEMA yang dulu”. [*** ]
DETaK | Miswar
2010-05-12
memang ujar bang basyir itu benar dan saya bisa pastikan itu.