Narkoba di Kampus, Tanggung Jawab Siapa?
Terkuaknya sejumlah kasus narkotika dan obat-obatan terlarang (Narkoba) di Aceh, kini mulai menyeret kaum terpelajar. Tidak terkecuali mahasiswa. Benarkah ini gambaran kurangnya kesadaran mahasiswa sebagai kaum terpelajar, atau, karena minimnya sosialisasi?
Dunia pendidikan di Aceh kembali tercoreng. Setelah kasus pelanggaran Syariat Islam (Baca DETaK Edisi 27 Tahun 2009), maraknya peredaran narkoba kini sudah mulai menggerogoti dunia kampus. Bukan hanya mahasiswa sebagai pemakai, perdagangan tersembunyi juga mulai mudah ditemukan di kampus.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Badan Narkotika Provinsi (BNP) Aceh bekerja sama dengan Ar-Rijal Institute tahun 2008 di 17 kabupaten, jumlah pemakai narkoba dari kalangan mahasiswa dan siswa mencapai 31 kasus yang berhasil di ungkap.
Angka tersebut untuk tahun 2008 dari 17 kabupaten di Aceh. Untuk tahun 2009, angka tersebut bisa jadi lebih tinggi lagi. Karena, mudahnya mendapatkan barang haram itu dan besarnya peluang untuk menikmati secara bebas, bisa jadi ada gunung es yang lebih besar tetang mahasiswa yang terlibat narkoba.
Pendapat itu dibenarkan Nurdin (samaran, red). Mahasiswa fakultas Tehnik ini menceritakan. Data BNP Aceh itu terlalu kecil bila dibandingkan dengan kondisi real di lapangan. “Sangat banyak pengguna Narkoba dari kalangan mahasiswa, jadi tak mungkin hanya sebatas itu. Saya berani menyebut angka 30 persen mahasiswa sudah pernah mencoba narkoba,” kata Nurdin, mahasiswa pemakai narkoba aktif.
Sebagai tambahan, kasus penggunaan dan peredaran narkotika dan obat-obat terlarang (narkoba) di Aceh meningkat tajam selama enam bulan terakhir ini. Dibandingkan semester pertama tahun lalu, kasus narkoba tahun ini naik sekitar 28 persen. Kepala Direktorat Narkoba Polda Aceh Komisaris Besar Polisi Ali Jauhari mengatakan, dalam enam bulan ini, polisi berhasil menyita tiga ton ganja dan 1,6 kilogram sabu-sabu, serta menangkap 128 tersangka. Ini merupakan hasil operasi selama satu semester di tahun 2009, angkanya naik jika dibandingkan tahun 2008 lalu,” kata Ali usai pemusnahan 300 ribu batang ganja di Desa Cot Ara, Samahani, Kecamatan Kuta Malaka, Aceh Besar. (Aceh Kita.com, Rabu 24 Juni 2009).
Selain itu, kejahatan narkoba di Aceh sepanjang tahun ini hingga Juni 2009 tergolong sangat besar. Buktinya, rentang satu semester tersebut, jajaran Polda Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) berhasil mengungkap 147 kasus narkoba dengan 369 tersangka. Secara rinci, Farid menjelaskan, pada Januari 2009 terungkap 65 kasus narkoba dengan 88 tersangka, Fabruari 48 kasus dengan 59 tersangka, Maret 73 kasus dengan 94 tersangka, April 37 kasus (39 tersangka), Mei 47 kasus (60 tersangka) serta Juni 24 kasus dengan 29 tersangka (Harian Analisa 2009)
Kondisi miris ini tentu menjadi tanda tanya. Besarnya harapan terhadap mahasiswa sebagai agent of change dan control social, ternyata tidak berjalan sesuai harapan. Terkuaknya sejumlah kasus narkotika dikalangan mahasiswa, membuktikan kaum muda merupakan target yang paling rawan terjebak dalam lingkaran Narkoba.
Badan Narkotika Nasional (BNN) memperkirakan tidak kurang dari 1, 1 juta pelajar dan mahasiswa di tanah air telah terlibat dalam penyalahgunaan narkoba, sehingga diperlukan kampanye aktif dan terus-menerus untuk mengurangi tingkat pemakaian zat adiktif tersebut.
Pihak Badan Narkotika Provinsi (BNP) Aceh mengaku, pihaknya selama ini sudah melaksanakan berbagai sosialisasi secara langsung kepada seluruh lapisan masyarakat. Baik sekolah-sekolah, pemuda desa, serta seminar untuk mahasiswa. Bentuk sosialisasi itu, selain seminar, juga melalui pelatihan khusus. “Follow up hasil pelatihan yang telah dibuat untuk mahasiswa adalah membentuk kader-kader penyuluh yang bertugas sebagai agen yang mengampanyekan anti Narkoba,” ujar Tachya Hidayat, Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Aceh.
Menanggapi masalah ini, Kepala Biro Kemahasiswaan Unsyiah, Nasir Ibrahim mengatakan, selama ini pihaknya tidak terlalu mengetahui adanya mahasiswa yang memakai narkoba di kampus. “Kemungkinan narkoba masuk kampus ada, tetapi pihak rektorat belum pernah sekalipun melakukan inspeksi. Karena, selama ini pihaknya belum pernah menerima laporan,” kata Nasir Ibrahim.
Namun begitu, sebut Nasir Ibrahim, pihaknya sudah pernah memberikan sosialisasi tentang bahaya narkoba kepada mahasiswa. Bahkan, setiap ada kesempatan rektorat selalu mengingatkan mahasiswa untuk menjauhi narkoba. “Namun begitu, kami hanya sebatas mengingatkan saja, kami lebih banyak melakukan pedekatan persuasif. Jika di belakang kami ada yang memakai narkoba di kampus, tentu kami tidak dapat mengawasi mahasiswa setiap waktu,” tambah Nasir.
Saat ditanyakan apakah pihak rektorat hanya bekerja jika ada yang melapor, Nasir Ibrahim membantah. Ia menjelaskan, tidak benar jika rektorat tidak peduli akan peredaran narkoba di kalangan mahasiswa. Namun pihaknya mengakui kerja mereka belum maksimal.
“Untuk itu, Unsyiah melalui Biro Kemahasiswaan, akan membentuk badan khusus yang akan konsen terhadap upaya penaggulangan pemakaian narkoba di kampus. Kami sudah merencanakan untuk membuat badan yang menangani pengawasan narkoba di Unsyiah, dan nantinya, badan ini akan bekerja untuk menelurkan konsep-konsep agar mahasiwa tidak memakai narkoba,” jelas Nasir, saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu Pekan lalu.
Menanggapi masalah ini, Nursan Junita, Psikolog dari Yayasan Psikodista Banda Aceh angkat bicara. Menurutnya, pihak rektorat boleh saja berdalih bahwa mereka telah menjalankan kerja dengan baik, namun fakta di lapangan berbicara lain. Dalam kaca matanya, pihak rektorat belum menjalin komunikasi yang baik dengan mahasiswa, artinya wadah mahasiswa untuk menyalurkan aktivitasnya tidak dikontrol dengan baik.
”Seharusnya pihak rektorat lebih sering mengontrol dan menjalin komunikasi yang baik dengan mahasiswa, bila perlu pihak rektorat harus memberi satu reward/hadiah bagi mahasiswa yang melihat temannya sedang memakai narkoba dan melaporkannya ke pihak kampus ataupun rektorat. Selain itu, rektorat dapat membuat suatu kurikulum baru tentang narkoba dan dijadikan sebagai mata kuliah wajib bagi mahasiswa semester satu karena biasanya mereka masih dalam usaha mencari jati diri,” jelas Nursan memberikan jalan keluar.
Nursan juga mengingatkan kepada mahasiswa yang sudah paham akan bahaya narkoba, jangan pernah sekali-kali mencoba narkoba dan melaporkan kepada pihak yang bertanggung jawab, jika ada salah satu temannya yang mengkonsumsi narkoba.
“Kalau memang kita sudah mengetahui ada teman yang mengonsumsi narkoba, kita harus bertanggung jawab. Artinya kita harus peduli dengan keadaannya, jangan bersikap cuek. Jika kita tak peduli, hal tersebut akan menjadi virus bagi yang lain,” tegas Nursan.
Namun yang pasti, Nurdin dan beberapa mahasiswa pemakai narkoba di kampus mengaku, mereka tidak pernah mendengar dan melihat adanya sosialisasi narkoba di kampus. “Tiga tahun saya kuliah disini, tapi saya belum pernah mendengar Unsyiah mengadakan sosialisasi bahaya narkoba bagi mahasiswa, apa lagi yang namanya inspeksi mendadak atau razia,” kata Nurdin, mempertanyakan kebijakan rektorat terhadap kejahatan narkoba di kampus. Siapakah yang harus disalahkan, Entahlah!!! ****
DETak | Arief Maulana
Short URL: https://detak-unsyiah.com/?p=99