Beranda Film Berjuang di Ladang Ranjau

Berjuang di Ladang Ranjau

(Foto: Istimewa)

Anggita Rezki Amelia | DETaK

(Foto: Istimewa)

Jenis film         : Drama perang

Produser         : Babak Amini, Hamid Ghobadi, Hamid Ghavami, Bahman Ghobadi

Sutradara        : Bahman Ghobadi

Bahasa            : Kurdi

Tahun rilis       : 2004

Negara            : Irak

Masih ingatkah Anda dengan perang Irak? Ya, perang antara Irak dan Amerika Serikat pada tahun 2003 silam itu memang begitu memprihatinkan. Bahkan Presiden Irak saat itu, Saddam Husein dieksekusi mati oleh pihak sekutu. Tragisnya, perang tersebut menelan korban hingga 900 ribu jiwa penduduk Irak (sumber:wikipedia).

Walau telah berakhir pada 15 Desember 2011 lalu, perang Irak masih kontroversi hingga kini. Tak heran, perang Irak menginspirasi seorang sutradara asal Kurdi yang membuat film tentang dampak perang Irak saat itu. Dalam Film Turtle Can Fly,  Bahman Ghobadi sukses menyutradarai kisah yang menggugah jiwa pemirsanya itu. Film yang dirilis 2004 silma ini, mampu membuat penontonnya menangis, tertawa, bahkan terdiam lama. Bayangkan saja, pada permulaan cerita, penonton akan disuguhkan oleh adegan seorang gadis kecil yang melompat ke jurang yang curam. Walau terkesan sudah lama, film ini sangat cocok menjadi tontonan masyarakat yang ingin tahu dampak dari peperangan.

Satellite (Soran Ibrahim) merupakan anak lelaki usia 13 tahun yang hidup di kampung pengungsian bangsa Kurdi yang saat itu menjadi korban perang Irak dan Amerika. Karena usianya yang paling tua di antara anak-anak lainnya, ia menjadi pemimpin anak-anak di pengungsian yang penuh semangat. Aksinya yang lihai dalam memasang piring antenna di kampung pengungsian membuat warga sekitar memanggilnya dengan “Satellite”.

Suatu hari Satellite tak kuasa mengagumi kecantikan seorang gadis seusianya yang bernama Agrin (Avaz Latif). Agrin yang pendiam dan tertutup, setiap harinya kerap bepergian dengan kakaknya, Hengov (Hiresh Feysal Rahman), dan seorang balita berusia 1 tahun bernama Riga (Abdol Rahman Karim).  Ketiganya berasal dari Desa Halabcheh, desa yang diserang pasukan Irak. Ketertarikan Satellite pada Agrin membuatnya kerap mengikuti Agrin saat tengah mengambil air di sebuah sumur sekitar kampung pengungsian.

Lambat laun, Satellite tahu bahwa Hengov mampu membaca masa depan lewat firasatnya. Ia pun salut pada perjuangan hidup Hengov yang kehilangan kedua tangannya akibat terkena bom. Firasat Hengov ternyata benar, ia lalu memerintahkan anak-anak suku kurdi yang tengah menurunkan besi-besi bekas di atas truk untuk menjauh dari tempat tersebut. Satellite yang percaya akan firasat buruk Hengov, langsung memerintahkan anak-anak tersebuh untuk pindah. Tak lama, ramalan buruk Hengov terjadi, sebuah bom dari sebuah pesawat meledak tepat ke arah truk tersebut.

Namun Agrin tak pernah lelah berupaya membuat dirinya mati. Ya, usaha Agrin ingin membakar dirinya di sebuah danau ternyata tak berhasil. Suara tangisan kecil Riga merasuki pikirannya hingga ia pun kalut. Agrin tak kuasa untuk menjalani hidupnya lagi, dulu ia pernah menjadi korban pemerkosaan oleh tentara Irak yang menyerang suku Kurdi. Bahkan peristiwa itu merenggut nyawa kedua orangtua Agrin dan Hengov. Tragis, Agrin yang saat itu berusia sekitar 9 tahun mengandung seorang bayi yang selama ini tak pernah ia anggap sebagai anaknya. Riga, dialah bayi malang tersebut yang lahir dalam keadaan buta.

Film ini juga berhasil meraih Glass Bear, Best Feature Film and Peace Film Award di ajang Festival Film Berlin tahun 2005 lalu. Banyak makna yang bisa dipetik dari film yang menggambarkan kisah anak-anak Kurdi yang lihai menjinakkan ranjau di wilayah pengungsian. Uniknya, ranjau-ranjau tersebut mereka tukarkan ke pasar dengan ganti sebuah senjata perang.  Tak hanya menangis, penonton juga akan terhibur oleh aksi anak-anak korban perang yang tetap ceria walau dalam nuansa darurat.

Namun, siapa sangka kisah film ini menyisakan air mata pilu bagi penontonnya. Gadis yang melompat ke jurang dalam adegan awal film ini, tak lain adalah Agrin yang mengakhiri hidupnya dengan sangat tragis. Bahkan, sebelum ia pergi, Agrin pun tega meninggalkan Riga yang buta di pinggir sebuah danau keruh yang sunyi. Semua tak dapat dicegah lagi saat Hengov tak kuasa menangis sambil terus berlari menyusul Riga dan Agrin. Ramalannya tentang dua insan yang ia sayangi itu berwujud jadi nyata. Dalam mimpinya, Hengov menemukan Riga tenggelam hingga ke dasar danau, lalu Agrin yang terjun ke jurang dengan menyisakan sepasang sandal di tepi jurang.

Warna film ini begitu kental dengan nuansa konflik menjelang jatuhnya Saddam Husein. Diperankan langsung oleh anak-anak asli Kurdi membuat akting para pemainnya menjadi lebih natural. Kisah yang mengharu-biru tersebut bukanlah film anak-anak, melainkan film dewasa, disebabkan badan sensor film sendiri memberikan label genre “Parental Guide” atau bimbingan orang tua dalam film tesebut. Mungkin akibat adanya kisah bunuh diri Agrin yang tentu perlu diberi penjelasan lebih mendalam jika anak-anak juga ikut menonton film ini.

Uniknya, film yang banyak memenangkan award tingkat internasional itu ternyata hasil skenario cerita dari Bahman Ghobadi sendiri. Intinya, bukan mengisahkan tentang peluru yang mewarnai sebuah perang, namun tentang kekalutan setengah mati seorang gadis yang berdiri di tengah-tengah ladang ranjau.[]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here